Merayakan ulang tahun ke-47, PDI-P menggelar pameran dagang dan UKM di DPR. Saat membuka pameran, Ketua DPR Puan Maharani ingin menjadikan DPR ”rumah rakyat”, tempat segala aspirasi rakyat didengar, termasuk UKM.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
Hera Hermaini (60) senang bukan kepalang. Pedagang minuman kesehatan berbahan dasar rempah-rempah dan tanaman herbal itu meraup Rp 10 juta hanya dari sehari pameran di Gedung MPR/DPR/DPD. Doa dan harapannya tentu membubung tinggi, semoga perhatian para elite tak hanya untuk kepentingan sesaat, tetapi selamanya.
Hera merupakan satu dari sedikitnya 50 pedagang usaha kecil dan menengah (UKM) yang diundang oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) untuk merayakan ulang tahun ke-47 partai berlambang moncong Banteng tersebut.
Pameran dagang dan UKM itu akan belangsung selama lima hari, yakni dari Senin (10/2/2020) hingga empat hari ke depan. Mereka yang dilibatkan beragam, antara lain UKM makanan dan minuman, tekstil, kerajinan tangan, hingga aksesori, dan produk unik daerah. Sebanyak 75 pedagang bakso juga diundang khusus di halaman belakang DPR, yang masih di kompleks Nusantara II. Mereka melayani pegawai DPR dan masyarakat umum yang telah mendapatkan kupon khusus. Tidak terkecuali Ketua DPR yang juga kader PDI-P, Puan Maharani, turut menikmati semangkuk bakso di lokasi pameran tersebut.
Saya senang sekali bisa ikut pameran ini karena saya bisa memperkenalkan produk saya. Hari ini alhamdulillah luar biasa. Hari ini saja saya mendapatkan Rp 10 juta.
”Saya senang sekali bisa ikut pameran ini karena saya bisa memperkenalkan produk saya. Hari ini alhamdulillah luar biasa. Hari ini saja saya mendapatkan Rp 10 juta,” ujar Hera berseri-seri. Di stannya masih terdapat stok minuman dan jus dari lemon, jahe, kunyit putih, bidara, purwaceng, hingga daun kelor. Ia dan suaminya meramu sendiri minuman-minuman itu.
Ini pertama kali bagi Hera berjualan di Gedung MPR/DPR/DPD. Namun, warga Kota Bekasi, Jawa Barat, ini sudah dua kali mengikuti pameran yang diadakan PDI-P. Ia pertama kali diundang saat acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI-P di Kemayoran, Jakarta Pusat, 10-12 Januari 2020.
Dibandingkan dengan di kemayoran, respons pembeli lebih ramai saat pameran itu diadakan di ”gedung rakyat”. Beberapa pembeli memborong minuman yang dia bikin sampai jutaan rupiah. Pandapatan Rp 10 juta sehari dalam pameran itu melebihi modal yang dikeluarkannya sehingga ia merasakan mendapatkan keuntungan yang cukup.
”Semoga lebih sering ada pameran semacam ini di DPR sehingga produk dan usaha kecil masyarakat juga makin maju,” katanya.
Lebih sering diadakan
Kegembiraan juga dirasakan Sadri Gayo (44), yang menjajakan kopi asli Gayo, dan macam-macam aksesori asli Aceh, seperti tas, dompet, dan gelang hingga peci. Semua barang-barang itu adalah buatan warga Aceh yang masih kerabatnya di Takengon, Aceh.
”Ini semua barang buatan saudara-saudara di Aceh. Mereka menjadi supplier saya, lalu saya bantu memasarkannya di Jakarta,” ujarnya.
Ini semua barang buatan saudara-saudara di Aceh. Mereka menjadi supplier saya, lalu saya bantu memasarkannya di Jakarta.
Pada hari pertama pameran ini, Sadri memperoleh Rp 1,5 juta. Pendapatan itu belum terlalu besar, tetapi sudah lumayan. ”Biasanya saya bisa Rp 3 juta-Rp 4 juta. Hari ini dagangan saya belum ada yang memborong. Biasanya kalau dalam pameran ada yang suka memborong, sampai jutaan rupiah sekali beli,” katanya.
Sadri berharap pedagang dan pengusaha kecil sepertinya mendapatkan perhatian lebih dari pembuat kebijakan. Pameran produk perlu lebih sering digelar sehingga masyarakat kecil memiliki kesempatan memasarkan produknya lebih luas.
Pemandangan ramai pedagang di Gedung MPR/DPR/DPD tidak lazim ditemui pada hari-hari biasa. Selasar gedung Nusantara II DPR itu cenderung ”sepi” dan hanya dilewati oleh insan media, pegawai DPR, dan petugas kebersihan. Anggota DPR pun jarang melintasi selasar itu, kecuali ada rapat tertentu, atau ada keperluan menuju ke ruangan media. Selasar itu memang lebih sering kosong, kecuali ada acara tertentu seperti pameran.
Tak ada sekat-sekat
Pada saat dilantik sebagai Ketua DPR, Puan yang juga Ketua DPP PDI-P menyatakan ingin menjadikan DPR sebagai ”rumah rakyat” tempat di mana segala aspirasi rakyat didengarkan. Dalam pidato pembukaan pameran itu pun, Puan kembali mengangkat isu ”kerakyatan”, itu dengan menyebut kegiatan HUT Ke-47 PDI-P istimewa karena dihadiri tidak hanya oleh kader PDI-P, tetapi juga wakil fraksi-fraksi lain. Perwakilan fraksi dari partai lain yang hadir antara lain Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini, Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal, dan Ketua Fraksi Golkar Kahar Muzakir.
Diharapkan DPR RI lebih baik dan dipercaya oleh rakyat sehingga bisa membawa karya-karya yang hasilnya diapresiasi oleh rakyat.
”DPR RI hari ini guyub, rukun, kondusif, dan adem-ayem. Saya tidak tahu apakah ketua-ketua fraksi lain saat setiap ultah PDI-P itu hadir. Hari ini dari Golkar, PKB, dan PKS hadir. Artinya, tidak ada batas-batas lagi. Semua itu insya Allah bisa dibicarakan walau putusan nanti tergantung di lapangan. Tidak ada lagi politik menusuk dari belakang karena kita ini kawan. Kalau ada perbedaan-perbedaan itu wajar, namanya politik. Diharapkan DPR RI lebih baik dan dipercaya oleh rakyat sehingga bisa membawa karya-karya yang hasilnya diapresiasi oleh rakyat,” katanya.
Puan menegaskan, saat membicarakan soal rakyat, seharusnya tidak ada sekat-sekat warna di antara elite politik. Semua partai, apa pun benderanya, sama-sama berjuang untuk rakyat dan kemajuan bangsa ke depan.
Bila ditarik ke belakang, persaingan ketat antarpartai dalam Pemilu 2019, termasuk saat mengusung pasangan presiden dan wakil presiden masing-masing, menimbulkan pembelahan sosial yang berat. Dengan telah selesainya konsolidasi elite politik seusai pemilu, kini publik menunggu kerja-kerja konkret, baik pemerintah maupun wakil rakyat, untuk memperjuangkan nasib mereka. Problem kesenjangan ekonomi yang tinggi masih menjadi PR berat negara.
Mengutip perkataan Puan, kini saatnya wakil rakyat membawa karya-karya yang hasilnya bisa diapresiasi oleh rakyat. Praktik politik sebaiknya juga tidak mengorbankan kepentingan rakyat kecil yang kerap disebutnya di dalam pidato.