Kematian Puluhan Ton Ikan di Danau Maninjau Berulang
›
Kematian Puluhan Ton Ikan di...
Iklan
Kematian Puluhan Ton Ikan di Danau Maninjau Berulang
Sedikitnya 79,5 ton ikan yang dibudidayakan di keramba jaring apung di Danau Maninjau mati dalam dua pekan terakhir. Kerugian pemilik keramba diperkirakan Rp 1,55 miliar.
Oleh
Yola Sastra
·3 menit baca
AGAM, KOMPAS - Kematian puluhan ton ikan dalam keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, kembali terulang dalam dua pekan terakhir. Ikan mati akibat badai yang membuat belerang, limbah sisa pakan, dan sampah rumah tangga terangkat ke permukaan.
Data sementara Dinas Kelautan dan Perikanan Agam menyebutkan, hingga Jumat (7/2/2020), jumlah ikan yang mati mencapai 79,5 ton. Sebagian besar ikan yang mati merupakan jenis ikan nila dan ikan mas majalaya. Camat Tanjung Raya Handria Asmi, Senin (10/2), mengatakan, kematian ikan pertama kali terjadi di Nagari Tanjung Sani pada Rabu (29/1). Tak lama, menyusul kematian ikan di Nagari Duo Koto dan Bayua.
Pantauan di Jorong Tanjung Batuang, Nagari Duo Koto, Senin (10/2) sore, tampak sebagian bangkai ikan yang mati masih mengapung dan belum dikeluarkan dari keramba. Aroma busuk dan amis tercium di tepian danau. Sebagian besar bangkai ikan telah dikeluarkan dan dikuburkan di daratan. Warga, anggota TNI-Polri, serta Dinas Kelautan dan Perikanan Agam bekerja sama membersihkan bangkai.
Menurut Handria, kematian ikan secara massal di Danau Maninjau terakhir terjadi tahun 2016, jumlahnya ratusan ton. Kompas (2/10/2016) mencatat, Januari-Agustus 2016, jumlah ikan mati di Danau Maninjau mencapai 620 ton. Sementara periode 2008-2016, 32.803 ton. Kematian ikan di Danau Maninjau setidaknya sudah dilaporkan sejak 1997. Kompas (1/11/1997) mencatat, ikan mati tahun itu sekitar 950 ton.
Kerugian
Eri Afnal (54), pemilik keramba jaring apung di Jorong Tanjung Batuang, mengatakan, sekitar 10 ton ikan siap panen miliknya mati pada Rabu (5/2) dini hari. Dengan harga ikan nila saat ini Rp 19.500 per kilogram, total kerugiannya mencapai Rp 195 juta. Jumlah itu belum termasuk 250.000 bibit ikan yang turut mati.
”Menurut rencana, ikan hendak dipanen Selasa (4/2), tetapi ditunda pembeli. Rabu (5/2) pagi, ternyata semua ikan sudah mati. Cuma sekitar 500 kilogram ikan mati yang bisa dijual dengan harga Rp 3.000-Rp 4.000 per kilogram,” kata Eri. Dengan estimasi total kematian ikan hingga mencapai 79,5 ton, maka kerugian yang diderita pemilik keramba mencapai Rp 1,55 miliar.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Agam Ermanto mengatakan, kematian ikan dipicu badai yang membuat belerang, limbah sisa pakan, dan sampah rumah tangga naik ke permukaan. Akibatnya, ikan kekurangan oksigen. Kondisi itu diperparah oleh terlalu banyaknya jumlah keramba jaring apung di Danau Maninjau dan jumlah ikan di keramba yang melampaui kapasitas.
Kami tertibkan tidak mau. Kami imbau agar tidak diisi banyak-banyak, berhenti sebentar, lalu diulang lagi.
Idealnya, jumlah keramba di danau tersebut hanya 6.000 unit dan jumlah ikan di dalam keramba ukuran 5 meter x 5 meter sebanyak 3.000-4.000 ekor. ”Sekarang jumlah keramba mencapai 16.000-an petak. Jumlah ikan per keramba bisa sampai 12.000 ekor. Kami tertibkan tidak mau. Kami imbau agar tidak diisi banyak-banyak, berhenti sebentar, lalu diulang lagi. Akhirnya, sisa pakan semakin banyak menumpuk,” kata Ermanto.
Tarmizi (60), pemilik keramba di Jorong Tanjung Batuang, mengatakan, 2 ton ikan nila siap panen berusia empat bulan miliknya mati dalam kejadian ini. Selain itu, sekitar 70.000 ekor bibit yang siap dibesarkan juga mati. Menurut Tarmizi, setiap keramba pembesaran ikan ia isi sekitar 7.000 ikan.
Itu ia lakukan sejak beberapa tahun terakhir karena keterbatasan tempat dan air danau yang mulai membaik. ”Dulu memang cuma diisi 3.000-4.000 ikan. Namun, belakangan kualitas air membaik, tidak terjadi kematian massal. Makanya, jumlah ikannya ditambah,” katanya.