Penanganan kemiskinan saat ini masih dinilai kurang tepat sasaran. Persoalan data menjadi salah satu penyebabnya.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pemerintah menyempurnakan sistem koordinasi dalam program-program pengentasan warga miskin, pengurangan tengkes, dan pemberdayaan masyarakat desa. Selama ini pelaksanaan program-program tersebut dinilai masih kurang tepat sasaran dan kurang koordinasi. Salah satu penyebabnya masalah data.
Hal tersebut dibahas dalam rapat terbatas (ratas) mengenai penurunan angka kemiskinan, tengkes, dan peningkatan efektivitas dana desa di Kantor Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), di Jakarta, Selasa (11/2/2020) pagi.
Dalam ratas yang dipimpin Wakil Presiden Ma’ruf Amin ini hadir antara lain Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Juliari Batubara, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Halim Iskandar.
Wakil Presiden Amin seusai ratas menyebutkan, target penurunan tengkes dan penurunan angka kemiskinan sangat emosional. Angka tengkes atau anak bertubuh pendek karena kurang gizi kronis (stunting) diharapkan menurun hingga tinggal 14 persen pada 2024. Pada akhir 2019, pemerintah berhasil menurunkan menjadi 29 persen dari 37 persen pada 2015. Adapun angka kemiskinan ditarget turun 5-6 persen pada 2024 dari angka saat ini yang sekitar 9 persen. Pada akhir 2024 ditargetkan jumlah penduduk miskin berkisar 18,34 juta sampai 19,75 juta.
Oleh karena itu, kata Wapres Amin, diperlukan kerja keras dan kerja sama untuk mencapainya. Penyesuaian supaya program sesuai dengan kebutuhan di desa sasaran juga menjadi penting.
Salah satu penyebab utama program-program pengentasan warga miskin kurang tepat sasaran ini, menurut Muhadjir, soal data. Data ini akan membuat target menjadi lebih terukur. Penajaman data berdasarkan keluarga yang dirinci sampai per kecamatan atau distrik juga dilakukan.
Selama ini, data Badan Pusat Statistik yang digunakan dinilai terlalu umum dan masih perlu dirinci. Selain itu, perlu ada keterpaduan data statistik dan geospasial. Selama ini pemutakhiran data dilakukan per tiga bulan oleh Kementerian Sosial. Ke depan, akan disiapkan satu data dengan penanggung jawab (leading sector) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Saat ini, sebanyak 9,4 persen dari 154 juta keluarga tergolong miskin. Dari jumlah tersebut, sekitar lima juta keluarga termasuk sangat miskin. Keluarga sangat miskin inilah yang semestinya menjadi sasaran utama.
Menurut Juliari, pemutakhiran data dilakukan setiap tiga bulan dan dilakukan berdasarkan laporan kabupaten/kota. Namun, diakui banyak daerah tidak rajin memperbarui data. Meskipun demikian, perbaikan data akan bisa dilakukan karena pada 2020 ini akan dilakukan sensus penduduk.
Kendala lainnya, tambah Muhadjir, yaitu kendala teknis di lapangan dan koordinasi antarkementerian/lembaga. Karena itu, evaluasi menyeluruh dan penyesuaian kebijakan dilakukan sembari menajamkan target sasaran. Apalagi, untuk penurunan tengkes ini, disiapkan anggaran Rp 29 triliun yang tersebar di sejumlah kementerian/lembaga ditambah anggaran yang dikelola pemerintah daerah dan dunia usaha.
Secara umum, beberapa kebijakan penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui upaya untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin serta upaya untuk mendorong peningkatan pendapatan. Kebijakan pertama diterapkan melalui perbaikan dan perluasan program bantuan sosial, seperti program keluarga harapan (PKH), program bantuan pangan (rastra dan bantuan pangan nontunai), program Indonesia pintar (PIP), dan program Indonesia pintar kuliah (PIP-K). Perbaikan jaminan sosial antara lain program Indonesia sehat atau jaminan kesehatan nasional (JKN) serta reformasi kebijakan subsidi energi, termasuk subsidi listrik dan subsidi elpiji.
Adapun untuk mendorong peningkatan pendapatan dilakukan dengan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pengembangan ekonomi lokal, dan perluasan akses pekerjaan. Selain itu, penyaluran dana desa yang lebih efektif juga diharapkan mampu menaikkan pendapatan masyarakat.
Lambat
Masalahnya, penyaluran dana desa pada awal 2020 masih sangat lambat. Sampai Februari 2020, baru Rp 538 miliar yang sampai di rekening 1.295 desa. Pada periode sama tahun sebelumnya penyaluran sudah mencapai Rp 4,67 triliun.
Presiden Joko Widodo dalam pengantar sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa siang, juga salah satunya mengingatkan hal ini. Kementerian/lembaga diminta segera merealisasikan belanja modal dan belanja langsung secepat-cepatnya, demikian pula dana desa.
”Dana desa bisa langsung segera direalisasikan sehingga desa-desa (memiliki) daya beli dan konsumsinya tidak terganggu,” kata Presiden.