Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mendorong anggota DPR dan DPD dari daerah pemilihan Jabar untuk memperjuangkan anggaran pusat yang lebih banyak bagi Jabar, serta pemekaran wilayah di Jabar.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta para wakil rakyatnya di DPR dan DPD agar mendorong lebih banyak anggaran pusat yang dialokasikan untuk membangun Jabar. Selain itu, Jabar juga membutuhkan kemudahan untuk melakukan pemekaran wilayah. Kedua aspek ini dinilai krusial untuk mencapai target Jabar maju dan memiliki tata kelola lebih baik.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengemukakan hal itu dalam Forum Silaturahmi Masyarakat Jabar 2020 di Jakarta, Rabu (12/2/2020). Acara dihadiri tokoh masyarakat dan tokoh agama Jabar, serta anggota DPR dan DPD dari daerah pemilihan Jabar seperti Dede Yusuf dan Nurul Arifin.
Kamil menilai, transfer dana APBN ke Jabar tidak adil. Jumlah penduduk Jabar mencapai 49 juta orang atau sekitar 20 persen dari total penduduk Indonesia. Namun, alokasi APBN 2020 untuk Jabar hanya Rp 64,5 triliun. Ia membandingkan dengan Jawa Tengah yang berpenduduk 34 juta jiwa dan mendapat Rp 60,8 triliun, serta Jawa Timur dengan penduduk 38 juta jiwa yang diberi transfer APBN sebesar Rp 68,3 triliun.
"Target Jabar Juara rasanya jauh sekali tanpa bantuan APBN karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Jabar rata-rata hanya Rp 40 triliun per tahun. Padahal, untuk pemenuhan sembilan program Jabar Juara butuh Rp 800 triliun. Tidak mungkin kita harus menunggu 20 tahun demi mendapat dana sebanyak ini," kata Kamil.
Sembilan program Jabar Juara meliputi akses pendidikan untuk semua, desentralisasi layanan kesehatan, pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi, pengembangan pariwisata, pesantren juara, infrastruktur konektivitas wilayah, gerakan membangun desa, subsidi gratis untuk warga berekonomi lemah, dan inovasi pelayanan publik dan penataan. Ia pun meminta ada koordinasi khusus para wakil rakyat asal Jabar di pemerintah pusat agar bisa mendorong agenda ini ke prioritas nasional.
Pemekaran wilayah
Kamil juga menekankan pentingnya melakukan pemekaran wilayah Jabar. Provinsi ini hanya memiliki 27 kabupaten/kota, dengan 5.312 desa. Akibatnya, banyak desa yang secara geografis terlalu luas. Jatah dana desa tahun 2020 yang berjumlah Rp 5,9 triliun nasibnya sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu untuk pembangunan jalan dan sarana fisik.
"Kami belum bisa memaksimalkan pemberdayaan sosial dan ekonomi desa karena keterbatasan anggaran," ujar Kamil.
Ia menarik perbandingan dengan dua provinsi lainnya. Jateng memiliki 7.809 desa di bawah 33 kabupaten/kota. Jatah dana desa tahun 2020 adalah Rp 8,2 triliun. Demikian pula dengan Jatim yang memiliki 7.724 desa, 38 kabupaten/kota, dan Rp 7,6 triliun untuk dana desa.
"Kami belum bisa memaksimalkan pemberdayaan sosial dan ekonomi desa karena keterbatasan anggaran"
Ia juga mengeluhkan moratorium pemekaran wilayah oleh pemerintah pusat dengan alasan wilayah-wilayah di luar Jawa tidak mampu memenuhi standar tata kelola yang baik. Menurut dia, dari sejarah pemekaran wilayah Jabar tahun 2001 hingga 2012, wilayah hasil pemekaran memiliki kinerja baik.
Indeks Pembangunan Manusia di daerah pemekaran seperti Kota Cimahi, Kota Banjar, dan Kota Tasikmalaya, menurut Kamil, justru lebih tinggi daripada induk-induk mereka, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Tasikmalaya. Bahkan, Kabupaten Pangandaran yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Ciamis memiliki tingkat pengangguran terendah se-Jabar.
"Mohon wakil rakyat mempertimbangkan kembali moratorium ini. Jabar membutuhkan 21 kabupaten/kota baru. Ada 15 daerah sudah mengajukan dokumen dan 6 di antaranya sudah dalam prosedur final," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, legislator dari Fraksi Partai Demokrat Dede Yusuf meminta komitmen pemerintah daerah Jabar hingga ke tingkat kabupaten/kota agar membuka akses kerja sama. Di dalamnya mencakup transparansi data dan efisiensi kerja.
Sementara itu, M Farhan dari Fraksi Nasdem mengemukakan pentingnya Jabar memikirkan strategi agar tidak terkena imbas pembangunan ekonomi Jakarta. "Kantor-kantor pusat perusahaan ada di Jakarta, pabriknya di Karawang dan Cikarang. Sebagian besar uangnya masuk ke Jakarta. Jabar terdampak imbas ledakan penduduk, polusi, sampah, dan kemacetan. Harus ada kesepakatan antarwilayah sebelum membangun Jabar Juara," ucapnya.