Setengah dari satu juta spesies hewan dan tumbuhan di Bumi yang terancam punah adalah serangga. Hal itu mengancam kelangsungan ekosistem dan berbahaya bagi ketersediaan pangan dan kesehatan umat manusia.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setengah dari satu juta spesies hewan dan tumbuhan di Bumi yang menghadapi kepunahan adalah serangga. Hilangnya serangga bisa menjadi bencana besar bagi umat manusia karena mereka memiliki peran amat penting bagi keberlangsungan ekosistem di Bumi, mulai dari penyerbukan tanaman, menyuburkan tanah, hingga mengurai sampah.
Melihat perkembangan ini, para Aliansi Ilmuwan Dunia mengeluarkan manifesto ”Peringatan Ilmuwan Dunia untuk Kemanusiaan”. Manifesto yang didukung data ilmiah dari berbagai riset terbaru tentang penyebab kepunahan serangga dan konsekuensinya terhadap kehidupan ini dipublikasikan di jurnal ilmiah Biological Conservation pada 9 Februari 2020.
Dalam paparan illmuwan yang dipimpin ahli biologi di Museum Sejarah Alam Finlandia, Pedro Cardoso, disebutkan, kepunahan serangga di antaranya disebabkan hilangnya habitat, penggunaan bahan pencemar dan berbahaya, penyebaran spesies invasif, perubahan iklim global, dan eksploitasi berlebihan secara langsung. Semua faktor ini dipicu oleh ulah manusia.
Kehilangan, degradasi, dan fragmentasi habitat merupakan ancaman paling relevan terhadap keanekaragaman hayati, termasuk serangga. ”Di Indonesia, penyusutan populasi dan jenis serangga bisa sama dan mungkin lebih parah dibandingkan kondisi global dengan banyak dan luasnya kebakaran hutan yang sebelumnya menjadi habitat utama serangga,” kata Prof Rosichon Ubaidillah, ahli serangga dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menanggapi manifesto ini, Selasa (11/2/2020).
Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cahyo Rahmadi menambahkan, manisfesto ilmuwan global ini harus menjadi perhatian serius. ”Hampir 80 persen penyusun kehidupan di Bumi adalah kelompok antropoda, terutama serangga. Sekalipun memiliki biomassa terbanyak, serangga paling sedikit mendapat perhatian, baik dalam konservasi maupun riset,” katanya.
Dalam manifesto ini, setidaknya 5-10 persen dari semua spesies serangga hilang sejak era industri dengan kecepatan semakin tinggi dibandingkan 200 tahun lalu.
Sekalipun memiliki biomassa terbanyak, serangga paling sedikit mendapat perhatian, baik dalam konservasi maupun riset.
Selama ini upaya konservasi dan studi lebih banyak dilakukan terhadap fauna besar, seperti gajah, harimau, dan orangutan. Sementara serangga yang berperan besar bagi keberlangsungan ekosistem di muka Bumi diabaikan. Serangga terutama berperan dalam penyerbukan tanaman yang menjadi sumber pangan. Serangga juga berperan penting dalam penguraian kompos.
”Tanpa serangga, sejumlah tanaman penting tak akan bisa berbuah, misalnya kopi,” kata Cahyo.
Layanan ekosistem
Laporan dari Panel Ilmiah untuk Keanekaragaman Hayati PBB (IPBES) tahun 2019 menyebut besarnya jasa lingkungan yang diberikan serangga. Contohnya, tanaman yang membutuhkan penyerbukan serangga memiliki nilai ekonomi setidaknya 235-577 miliar dollar AS per tahun.
Selain itu, banyak hewan bergantung pada keberlimpahan serangga untuk bertahan hidup. Penurunan tajam jumlah burung di seluruh Eropa dan Amerika Serikat, misalnya, dikaitkan dengan anjloknya populasi serangga akibat penggunaan pestisida.
Para ilmuwan memperkirakan, jumlah spesies serangga bisa mencapai 5,5 juta spesies. Namun, hanya seperlima dari jumlah ini yang telah diidentifikasi dan diberi nama. Daftar Merah Spesies Terancam Punah Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) hanya mengevaluasi sekitar 8.400 spesies serangga dari 1 juta yang telah diidentifikasi.
Selain berfungsi penting terhadap penyerbukan tanaman, dalam manifesto ini juga diungkap bahwa serangga berperan penting terhadap perbaikan struktur, kesuburan, dan dinamika spasial tanah. Keberadaan mereka merupakan elemen penting untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dan jaring makanan.
Sejumlah besar serangga juga menyediakan produk medis, dan secara global lebih dari 2.000 spesies serangga dikonsumsi sebagai makanan. Dalam agroekosistem, serangga juga menjalankan banyak fungsi berbeda, seperti menjaga siklus nutrisi dan energi, penekanan hama, penyebaran benih, dan penguraian bahan organik, kotoran, dan bangkai.
Saat ini sektor pertanian juga mulai aktif menggunakan serangga yang menjadi musuh alami hama mengontrol populasi. Dalam konteks ini, hilangnya serangga predator alami akan berdampak negatif terhadap pemeliharaan persediaan makanan dan membahayakan kesehatan manusia.
Hilangnya beragam jenis serangga itu bakal mendorong terjadinya kepunahan massal di Bumi yang keenam. Kepunahan massal terakhir terjadi 66 juta tahun lalu ketika batu luar angkasa menabrak Bumi sehingga memusnahkan dinosaurus di darat dan sebagian besar bentuk kehidupan lainnya. Kali ini, ancaman kepunahan itu disebabkan manusia.