Pendidikan kesehatan reproduksi tidak hanya mengenai pendidikan seks, tetapi lebih luas lagi, yaitu tentang siklus kehidupan reproduksi perempuan dan laki-laki. Pendidikan ini diharapkan masuk kurikulum di sekolah.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingginya angka pernikahan usia anak selain karena faktor ekonomi, budaya, dan pendidikan, juga karena kurangnya pemahaman tentang kesehatan reproduksi, terutama pada diri anak. Memberikan pemahaman yang benar tentang kesehatan reproduksi kepada anak melalui pendidikan di sekolah diyakini akan dapat mengurangi pernikahan usia anak.
Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, indeks pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja di Indonesia masih rendah, yaitu 57,1. Artinya, masih banyak remaja yang tidak tahu tentang kesehatan reproduksi diri mereka sendiri, termasuk tidak tahu risiko jika mereka menikah pada usia anak, di mana organ produksi mereka masih berkembang.
”Kesehatan reproduksi menjadi penting diperkenalkan sedini mungkin, proporsional sesuai dengan problem, secara kontekstual sesuai usianya. Kami berupaya agar kesehatan reproduksi ini bisa diperkenalkan sejak dini di lingkungan sekolah dan remaja. Tujuannya agar anak mengerti tentang bahaya pernikahan dini (usia anak),” kata kepala BKKBN Hasto Wardoyo di sela-sela Rapat Kerja nasional BKKBN Tahun 2020, Rabu (12/2/2020), di Jakarta.
Praktik pernikahan usia anak di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan data BPS 2018, sekitar 11,2 persen perempuan berusia 20-24 tahun yang telah menikah melaksanakan pernikahan pada usia di bawah 18 tahun (usia anak). Angka di 20 provinsi lebih tinggi lagi, antara lain di Sulawesi Barat dan Kalimantan Selatan.
”Revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terkait usia minimal menikah menjadi 19 tahun untuk perempuan, sama dengan laki-laki, merupakan salah satu solusi. Ini dengan harapan anak perempuan memiliki kesempatan untuk menyelesaikan sekolahnya, paling tidak, baru kemudian menikah. Selain itu, juga kesetaraan jender,” kata Dwi Listyawardani, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN.
Hasto menambahkan, perempuan yang menikah pada usia anak berisiko menghadapi masalah kesehatan, baik bagi dirinya sendiri maupun anak-anak yang dilahirkan. Secara fisik, organ reproduksi anak-anak belum siap untuk melakukan hubungan seksual dan melahirkan. Perempuan yang melakukan hubungan seksual sebelum organ reproduksinya berkembang sempurna, misalnya, lebih rentan terkena kanker serviks.
”Ini pengetahuan. Mestinya hal-hal seperti itu disampaikan kepada mereka (remaja). Ini bukan pendidikan seks. Ini pendidikan kesehatan reproduksi. Pendidikan kesehatan reproduksi jangan disalahartikan sebagai pembelajaran untuk seksualitas,” kata Hasto.
Dia mengatakan, di BKKBN ada program pendewasaan usia pernikahan untuk mencegah perkawinan usia anak. Bersama Kementerian Kesehatan, tim BKKBN siap mentransfer pengetahuan kesehatan reproduksi kepada anak-anak dan remaja, termasuk di sekolah, juga kepada calon pengantin. ”Saya juga sudah ke Menteri Pendidikan untuk mengusulkan supaya kesehatan reproduksi masuk di kurikulum,” kata Hasto.
Ketika memberikan pembekalan kepada peserta rakernas, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari mengatakan, sertifikasi calon pengantin merupakan peluang besar untuk menyiapkan calon ibu, termasuk pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. Selain itu, dia berharap ada undang-undang tentang wajib belajar yang pada akhirnya dapat mencegah pernikahan usia anak.
Pendidikan kesehatan reproduksi selama ini belum menjadi kurikulum tersendiri, tetapi dilesapkan ke pendidikan kesehatan dan jasmani. Namun, ada kesadaran bahwa pendidikan kesehatan reproduksi ini penting. Salah satunya, beberapa waktu lalu Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan bimbingan teknis program Aksi Guru dalam Pendidikan Kesehatan reproduksi.