Pemerintah tak mau kebobolan kepulangan para teroris lintas batas lewat jalur mandiri ataupun ilegal. Untuk itu, verifikasi perlu dilakukan secara rinci dan valid.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Meskipun menolak pemulangan teroris lintas batas (foreign terrorist fighters/FTF) asal Indonesia, pemerintah tak mau kebobolan. Sejumlah tindakan akan diambil untuk mengantisipasi jika mereka pulang lewat jalur mandiri ataupun ilegal. Karena itu, verifikasi terhadap identitas FTF penting untuk diketahui secara rinci dan lengkap oleh pemerintah.
Hal itu diungkapkan Presiden Joko Widodo seusai melantik Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Aan Kurnia, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/2/2020). ”Pemerintah punya tanggung jawab keamanan terhadap 267 juta penduduk. Itulah yang kita utamakan. Oleh sebab itu, pemerintah tak punya rencana memulangkan orang-orang WNI di sana (FTF),” tutur Presiden Jokowi.
Menurut Presiden Jokowi, keputusan itu diambil dengan pertimbangan, antara lain, para teroris lintas batas itu semestinya bertanggung jawab atas pilihan mereka sendiri pergi ke Suriah dan meninggalkan kewarganegaraan Indonesia.
Sehari sebelumnya, dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden di Istana Bogor, Jawa Barat, diputuskan tidak memulangkan para FTF asal Indonesia. Dalam rapat itu, selain Wakil Presiden Ma’ruf Amin, hadir pula sejumlah menteri terkait serta Panglima TNI dan Kepala Polri (Kompas, 12/2/2020).
(Namun) kita belum tahu apa ada atau tidak.
Untuk mencegah kembalinya 689 orang FTF dengan berbagai cara, termasuk lewat negara tetangga yang memiliki fasilitas jalur bebas visa dengan Indonesia, Presiden Jokowi meminta agar verifikasi dilakukan rinci, mulai dari nama, asal-usul, dan data lainnya. Sejauh ini, tercatat 228 orang FTF yang sudah didata. Dengan data yang lengkap, pengawasan hingga pencegahan bisa dilakukan optimal.
Terkait dengan anak-anak usia di bawah 10 tahun yang dibawa orangtua mereka bergabung dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), Presiden Jokowi menyatakan, pemerintah juga mengidentifikasi mereka. ”(Namun) kita belum tahu apa ada atau tidak,” ujar Presiden Jokowi.
Akan ditangkap
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menambahkan, FTF yang mencoba masuk ke Indonesia melalui jalur gelap akan ditangkap. Untuk itu, antisipasi dilakukan sejak dini.
Lebih jauh Mahfud mengatakan, berdasarkan data yang dirangkum CIA, BNPT, BIN, dan lainnya, kini terkonfirmasi ada sebanyak 689 orang FTF asal Indonesia termasuk anak-anak. ”Mereka (anak-anak) diperkirakan belum terpapar ideologi NIIS, tetapi perlu kontraradikalisasi sebelumnya,” kata Mahfud. Ia tak merinci seperti apa langkah tersebut.
Adapun Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyatakan, pemerintah perlu mendata terlebih dahulu para FTF. Hal itu karena WNI eks NIIS ada tiga kategori.
Mereka (anak-anak) diperkirakan belum terpapar ideologi NIIS, tetapi perlu kontraradikalisasi sebelumnya.
Pertama, mereka yang ke Suriah dan menjadi kombatan secara ideologis. Kedua, mereka yang menjadi kombatan karena alasan pragmatis akibat iming-iming gaji tinggi, tetapi tak punya ideologi kuat.
Ketiga, mereka yang hanya karena ikut-ikutan atau bahkan tertipu oleh anggota keluarga atau teman. Mereka sama sekali tak terlibat sebagai kombatan, sebagian dari mereka malah jadi korban kekerasan.
Tak semua dipulangkan
Sebagian WNI yang terlibat menjadi anggota NIIS pun, menurut Mu’ti, terdiri atas tiga jenis. Pertama, ada yang punya paspor Indonesia dan mendukung Pancasila serta UUD 1945. Kedua, mereka yang punya paspor Indonesia, tetapi anti Indonesia dan Pancasila. Ketiga, mereka yang tak lagi punya paspor Indonesia dan tidak menjadi WNI.
Namun, tidak semua eks NIIS harus dipulangkan. ”Mereka yang tak lagi menjadi WNI tidak perlu diurusi. Mereka yang masih WNI dan ingin kembali perlu difasilitasi. Pemulangan bersifat sukarela. WNI yang tidak setia kepada Pancasila dapat kembali dengan beberapa syarat dan pembinaan khusus,” tutur Mu’ti.