Pemerintah memutuskan tidak akan memulangkan orang-orang asal Indonesia yang dianggap terlibat bergabung dengan Negara Islam di Irak dan Suriah.
Oleh
·2 menit baca
Langkah tegas ini diambil sebagai upaya memberikan rasa aman kepada seluruh rakyat Indonesia yang berjumlah 267 juta karena pemerintah menilai mereka sebagai teroris lintas batas (foreign terrorist fighters).
Meski demikian, pemerintah tetap memperhatikan aspek kemanusiaan dengan tidak mengambil sikap main pukul rata. Pemerintah akan mempertimbangkan kemungkinan memulangkan anak-anak berusia di bawah 10 tahun yang dibawa orangtuanya atau menjadi yatim piatu. Ini sejalan dengan seruan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Keputusan rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Istana Kepresidenan Bogor pada 11 Februari 2020 itu sekaligus meredakan perdebatan di publik terkait wacana pemulangan 689 warga asal Indonesia yang berada di Suriah, Turki, dan beberapa negara lain.
Hal terpenting, keputusan pemerintah ini menunjukkan sinyal kuat kepada seluruh elemen bangsa. Pertama, tegas menolak terorisme dalam berbagai bentuknya. Kedua, menjunjung tinggi status kewarganegaraan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 mendefinisikan terorisme sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) hingga saat ini oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dinilai sebagai pusat ancaman terorisme transnasional meskipun sudah kehilangan benteng terakhirnya di Suriah dan Irak serta pemimpinnya.
Terkait status kewarganegaraan, Undang-Undang Dasar 1945 jelas mengatur hak dan kewajiban secara seimbang. Pasal 27 (1) menyebutkan, ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Undang-undang juga mengatur kesetiaan pada negara, yaitu bersumpah dan berjanji untuk melepaskan seluruh kesetiaan kepada kekuasaan asing, mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Seorang WNI pun akan hilang kewarganegaraannya jika masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden; atau secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut (Pasal 23).
Keputusan telah diambil. Berikutnya, langkah yang dilandasi prinsip kemanusiaan dan hati-hati perlu dilakukan secara terpadu dalam melihat satu per satu kasus.