RUU ”Omnibus Law” Cipta Kerja yang terdiri dari 79 UU, 15 bab, dengan 174 pasal tersebut akan dibahas lintas komisi di DPR. Sosialisasi draf RUU Ciptaker akan dilakukan DPR dan pemerintah ke semua provinsi.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat memastikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja akan melibatkan banyak komisi karena lingkup pengaturannya luas, yakni mencakup 79 UU yang lintas sektoral. Pembahasan lintas komisi tersebut, oleh karena itu, tidak akan menjadi tanggung jawab satu komisi tertentu, tetapi bisa dibahas di dalam panitia khusus atau badan legislasi.
Pemerintah melalui Kementerian Perekonomian telah menyerahkan surat presiden (surpres) pembahasan RUU Cipta Kerja (Ciptaker), yang sebelumnya bernama RUU Cipta Lapangan Kerja. Penyerahan dilakukan langsung Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, yang didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan A Djalil, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, serta Wakil Menkeu Suahasil Nazara.
Kehadiran menteri koordinator dan lima menteri yang masing-masing membawahkan sektor tertentu itu menggambarkan lintas sektor yang termaktub di dalam RUU Cipta Kerja.
”Pak Menko dan para menteri menyampaikan bahwa omnibus law cipta kerja akan terdiri dari 79 UU, 15 bab, dengan 174 pasal yang akan dibahas di DPR. Jadi, kalau ada yang mengatakan DPR sudah membaca drafnya, belum. Apakah DPR sudah tahu isinya, belum,” kata Ketua DPR Puan Maharani yang menerima langsung penyerahan surpres dari pemerintah, Rabu (12/2/2020), di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Omnibus law cipta kerja akan terdiri dari 79 UU, 15 bab, dengan 174 pasal.
Pada Senin lalu, DPR juga menerima surpres, naskah akademik, dan draf RUU Perpajakan yang merupakan satu dari tiga RUU yang dibentuk dengan mekanisme omnibus law. Dua RUU lainnya ialah RUU Cipta Kerja dan RUU Ibu Kota Negara (IKN). Dari tiga RUU tersebut, tinggal RUU IKN yang belum diserahkan surpres ataupun naskah akademik dan drafnya kepada DPR.
Puan mengatakan, khusus untuk pembahasan RUU Ciptaker, sedikitnya akan melibatkan tujuh komisi di DPR. Namun, bagaimana mekanisme pembahasannya, apakah melalui baleg atau pansus, akan ditentukan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus).
”Sebelumnya Ibu Menkeu (Sri Mulyani) sudah memberikan draf omnibus law terkait perpajakan yang rencananya akan kami bahas di DPR melalui komisi, yaitu Komisi XI. Namun, hal itu belum menjadi keputusan final karena sesuai mekanisme di DPR, hal tersebut akan dibicarakan di dalam rapat pimpinan (rapim), dan sesuai mekanisme yang ada akan dilakukan bersama pimpinan fraksi di DPR,” kata Puan.
Terkait dengan draf RUU Ciptaker yang terbagi ke dalam 11 kluster, 15 bab, dan 174 pasal itu, Puan menegaskan, draf dari pemerintah adalah draf yang resmi. Oleh karena itu, jangan sampai draf-draf di luar draf resmi itu menimbulkan prasangka-prasangka lain sebab DPR memang belum membahas draf RUU Perpajakan ataupun RUU Ciptaker.
Khusus draf RUU Perpajakan, saat ini masih dalam tahap penomoran dan perapian file (dokumen) di Sekretariat Jenderal DPR dan belum dijadwalkan untuk dibahas di dalam rapim.
Airlangga mengatakan, surpres RUU Ciptaker yang diserahkannya kepada DPR itu telah dilengkapi dengan naskah akademik dan draf. Pemerintah berharap dengan telah diserahkannya surpres itu kepada DPR, lembaga perwakilan tersebut bisa memprosesnya sesuai dengan mekanisme yang ada di DPR. Selain itu, pemerintah berharap sosialisasi draf RUU Ciptaker ke semua provinsi di Indonesia dapat dilakukan bersama-sama antara DPR dan pemerintah.
”Dalam sosialisasi nanti akan dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan DPR yang terlibat, ataupun sektor-sektor yang tadi Ibu Ketua DPR sampaikan. Ada tujuh sektor dan tujuh komisi terkait. Tentunya anggota Dewan akan kami libatkan untuk sosialisasi,” katanya.
Tantangan ekonomi global
Airlangga mengatakan, pembentukan RUU Ciptaker itu murni untuk menciptakan lapangan kerja dan upaya pemerintah merespons tantangan dan situasi global. Salah satu solusi untuk menghadapi tantangan ekonomi global ialah dengan meningkatkan lapangan kerja melalui transformasi struktural ekonomi yang diatur di dalam RUU Ciptaker.
Segera setelah surpres dan draf ataupun naskah akademik itu diserahkan kepada pimpinan DPR dan dibahas di lembaga itu, lanjut Airlangga, publik bisa mengakses draf tersebut secara terbuka dalam mekanisme pembahasan di DPR. Termasuk untuk kalangan buruh, draf itu akan dibahas secara terbuka di DPR.
”Karena, draf yang resmi adalah yang diserahkan kepada DPR. Jadi, supaya tidak ada spekulasi mengenai isi-isi pasalnya karena sekarang isi pasal resmi yang diberikan ialah yang diserahkan kepada DPR. Tidak ada versi lain di luar itu,” katanya.
Terkait sosialisasi dengan kelompok buruh, menurut Airlangga, beberapa konfederasi telah diajak berdialog dengan Menteri Ketenagakerjaan dan telah dibentuk tim tertentu untuk dilibatkan dalam sosialisasi. Mengenai kenapa draf baru diserahkan, Rabu, hal itu karena persoalan jadwal semata, yang harus ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR.
Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin mengatakan, percepatan pembahasan omnibus law itu dimungkinkan untuk dilakukan sepanjang ada kesepahaman di antara fraksi-fraksi di DPR.
”Secara logika tidak ada yang tidak bisa. Tinggal tergantung bagaimana kebersamaan temen-teman parpol atau fraksi yang ada di DPR ini,” katanya.
Mengenai sosialisasi tiga RUU yang dibentuk dengan omnius law, menurut Aziz, secara otomatis akan terbuka ketika pembahasan pasal per pasal telah masuk di DPR. Melalui Bamus, DPR akan memutuskan pembahasan RUU itu dilakukan di pansus ataukah alat kelengkapan dewan (AKD).
”AKD atau pansus itu nantinya yang akan membuka ruang sosialisasi publik dalam rapat dengan pendapat umum (RDPU),” kata Aziz.