Perusahaan Orang Terkaya Indonesia Masuk Daftar Pendukung Israel
›
Perusahaan Orang Terkaya...
Iklan
Perusahaan Orang Terkaya Indonesia Masuk Daftar Pendukung Israel
Di daftar itu tercantum salah satu perusahaan milik orang terkaya Indonesia yang secara rutin dikeluarkan ”Forbes”; perusahaan itu selalu masuk dalam kelompok 100 besar.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
GENEVA, KAMIS — Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa akhirnya mengumumkan daftar perusahaan yang diduga mendukung pendudukan Israel atas Palestina. Sejumlah perusahaan terkenal, seperti AirBnb, Tripadvisor, Motorola, hingga perusahaan milik orang terkaya Indonesia masuk dalam daftar itu.
”Saya sangat sadar isu ini sudah dan akan selalu memicu perdebatan. Akan tetapi, setelah proses telah dilakukan secara luas, kami puas atas laporan berdasarkan fakta dan mencerminkan pertimbangan sungguh-sungguh atas mandat yang sangat kompleks dan belum pernah ada,” kata Komisioner Komisi Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet, Rabu (12/2/2020), di Geneva, Swiss.
Dewan HAM PBB memerintahkan Komisi Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) untuk membuat daftar itu pada 2016. Fokusnya adalah perusahaan-perusahaan yang diduga atau terkait pendudukan Israel atas Palestina.
Dimulai dengan 300 nama, kini hanya ada 112 perusahaan dalan datar yang diumumkan OHCRR kemarin. Perusahaan-perusahaan itu diduga terlibat pelanggaran HAM dalam proyek pembangunan di wilayah pendidikan, layanan keamanan, perbankan, dan perlengkapan untuk menghancurkan bangunan milik orang Palestina. Dari 112 perusahaan itu, 94 berkantor di Israel. Sementara sisanya berasal dari Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Belanda, Luksemburg, dan Thailand.
Di daftar itu tercantum salah satu perusahaan dari Indonesia. Dalam daftar orang terkaya Indonesia yang secara rutin dikeluarkan Forbes, perusahaan itu selalu masuk dalam kelompok 100 besar.
Ilegal
Komunitas internasional menganggap pendudukan Israel atas Palestina sebagai tindakan ilegal. Sampai beberapa waktu, AS juga berpendapat senada.
Di bawah Presiden Donald Trump, AS membalik kebijakan itu dan mendukung pendudukan Israel atas Palestina. Bahkan, dalam rancangan perdamaian Palestina-Israel yang disusunnya, Trump mengusulkan wilayah mana saja yang diduduki Israel.
Rencana Trump diumumkan di tengah keputusan Mahkamah Kriminal Internasional memulai penyelidikan dugaan kejahatan perang oleh Israel di Tepi Barat. Kini, Israel mendapat pukulan tambahan lewat pengumuman OHCHR.
”Laporan PBB yang sudah lama ditunggu tentang data perusahaan di wilayah pendudukan harus membuat perusahaan sadar bahwa berbisnis dengan pendudukan ilegal adalah membantu kejahatan perang,” kata Wakil Eksekutif Direktur untuk Urusan Pendampingan pada Human Rights Watch Bruno Stagno.
Palestina menuntut perusahaan dalam daftar itu segera menghentikan usahanya di wilayah pendudukan Palestina. ”Kehadiran mereka bertentangan dengan resolusi PBB. Perusahaan harus akan digugat melalui pengadilan negara asalnya dan lembaga hukum internasional atas keterlibatan dalam pelanggaran HAM orang Palestina. Warga Palestina juga akan menuntut ganti rugi atas penggunaan lahan secara ilegal,” kata Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh soal laporan itu.
Sementara Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki menyebut laporan itu adalah bukti penegakan hukum internasional. Ia mendesak anggota PBB dan Dewan HAM PBB mengeluarkan rekomendasi agar perusahaan-perusahaan dalam daftar itu menghentikan aktivitas mereka di wilayah pendudukan.
Sementara Israel menuding laporan itu memicu boikot dan kerugian terhadap perusahaan-perusahaan dalam laporan tersebut. PM Israel Benyamin Netanyahu menyebut daftar itu tidak penting.
”Alih-alih soal perusahaan, laporan itu hanya coba menjelekkan Israel. Kami sangat menolak langkah yang sangat disesalkan ini,” ujar Netanyahu.
”OHCHR secara resmi mendukung kelompok anti-Semit, BDS dengan menerbitkan laporan ini,” kata penasihat hukum NGO Monitor, Anne Herzberg.
Kelompok itu kritis terhadap PBB dan rutin menyoroti BDS. Sejak beberapa tahun terakhir, BDS mengampanyekan boikot terhadap perusahaan dan produk yang dihasilkan dari wilayah pendudukan Israel di Palestina. (AP/REUTERS)