Pertemuan tertutup antara Panja Jiwasraya Komisi III DPR dan Kejaksaan Agung menimbulkan kekhawatiran publik akan kemungkinan intervensi atau upaya melindungi pihak yang dekat dengan elite politik dari jerat hukum.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panitia Kerja Jiwasraya Komisi III DPR akan memanggil pihak-pihak yang diduga terkait kasus dugaan korupsi Jiwasraya, termasuk tersangka. Namun, langkah tersebut dinilai justru dapat mengganggu proses hukum yang tengah berlangsung.
Pada Kamis (13/2/2020), Panja Jiwasraya Komisi III mengundang Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung ke Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pertemuan tersebut dilangsungkan secara tertutup hingga tengah hari.
Ketua Panja Jiwasraya dari Fraksi PDI-P Herman Herry seusai pertemuan tersebut mengatakan, pihaknya sepakat untuk tidak membuka hal-hal yang telah dibicarakan ke publik. Pertemuan itu hanya membahas mengenai aset yang disita, saksi-saksi yang telah dipanggil, serta penggeledahan yang telah dilakukan tim dari Jampidsus.
Menurut Herman, Panja Jiwasraya akan kembali mengundang Jampidsus Kejagung untuk menggali informasi tentang kasus Jiwasraya. Selain itu, terdapat pihak terkait lainnya yang akan diundang, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ataupun pihak yang dicurigai ikut terlibat dalam kasus tersebut, termasuk para tersangka.
”Semua dimungkinkan (untuk diundang). Jadwalnya masih kami tutup. Tanggal 26 Februari ada yang kami panggil, itu sudah pasti,” kata Herman.
Sampai saat ini terdapat enam orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokro, Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, bekas Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, bekas Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo, serta bekas Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan. Kemudian Benny dan Heru ditetapkan Kejagung sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang.
Menurut Herman, Panja Jiwasraya fokus pada penegakan hukum, terutama untuk mengembalikan aset. Pihaknya juga ingin agar penyidik membuka informasi mengenai potensi aliran dana, penerima dana, serta pihak-pihak yang terlibat. Meski demikian, Herman memastikan bahwa rahasia penyidikan, termasuk penelusuran aset, tidak dibuka kepada Panja Jiwasraya di Komisi III.
Pelaksana Harian Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Ali Mukartono mengatakan, sampai saat ini jumlah tersangka kasus Jiwasraya berjumlah enam orang. Penetapan tersangka tergantung dari alat bukti yang ditemukan. ”Iya kalau ada (barang bukti), siapa saja (bisa jadi tersangka),” kata Ali.
Secara terpisah, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, berpandangan, pertemuan tertutup antara Panja Jiwasraya dan Jampidsus Kejagung menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Sebab, selain publik tidak dapat mengaksesnya, hal itu dilakukan di tengah tingkat kepercayaan publik terhadap DPR yang rendah.
Padahal, kasus Jiwasraya diduga menyangkut pihak-pihak lain, termasuk para elite politik yang dekat dengan para politisi di DPR. Jika pertemuan dilakukan tertutup, Panja Jiwasraya justru dapat menjadikannya sebagai ajang untuk melindungi para elite politik yang terkait dengan kasus itu.
Dengan situasi seperti itu, menurut Lucius, Jampidsus Kejagung semestinya menolak jika pertemuan atau rapat dengan Panja Jiwasraya Komisi III dilakukan secara tertutup.
”Mereka adalah penegak hukum yang harus independen. Untuk mencegah intervensi. rapat harus dilakukan terbuka. Itu satu-satunya cara,” kata Lucius.