Ribuan Halaman Manuskrip Kuno Bisa Diakses secara Daring
›
Ribuan Halaman Manuskrip Kuno ...
Iklan
Ribuan Halaman Manuskrip Kuno Bisa Diakses secara Daring
Manuskrip kuno merupakan khazanah sejarah yang memuat ajaran-ajaran dan juga kearifan lokal. Manuskrip kuno yang tersimpan di masyarakat ataupun komunitas masyarakat adat ini mulai diselamatkan dan didigitalisasi.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 118.995 halaman manuskrip dari 57 pemilik manuskrip di 18 kota di Indonesia, Laos, dan Thailand bisa diselamatkan dan bisa diakses secara daring. Untuk tahap awal, sebanyak 593 manuskrip yang berisi 20.129 halaman/gambar berkualitas tinggi dapat diakses secara gratis di situs web dreamsea.co.
Manuskrip-manuskrip tersebut berasal dari peninggalan Kerajaan Buton di Baubau, Sulawesi Tenggara; koleksi komunitas Muslim di Kuningan, Jawa Barat; serta koleksi para biksu Buddha di Luang Prabang, Laos. Dari sisi usia, manuskrip-manuskrip tersebut berasal dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20.
Penyelamatan dan digitalisasi manuskrip ini merupakan program pelestarian manuskrip yang terancam punah di Asia Tenggara oleh Dreamsea (Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia). Program ini diselenggarakan atas kerja sama Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (PPIM UIN Jakarta) serta Pusat Studi Manuskrip Budaya (CSMC) Universitas Hamburg, Jerman, dengan dukungan Arcadia Foundation. Adapun untuk penyimpanan digital bekerja sama dengan Museum Hill dan Perpustakaan Manuskrip (HMML) di Minnesota, Amerika Serikat.
Banyak manuskrip Nusantara yang seharusnya menjadi warisan budaya karena di dalamnya mengandung kearifan-kearifan lokal.
”Program ini berjalan sejak 2017 dan akan berlangsung hingga 2022. Target kami 240.000 halaman manuskrip yang terancam punah di Asia Tenggara. Hingga kini yang terjangkau baru dari tiga negara (di Asia Tenggara),” kata Manajer Data Dreamsea Muhammad Nida’ Fadlan, yang juga peneliti PPIM UIN Jakarta, kepada Kompas, Kamis (13/2/2020).
Fuad Jabali, peneliti senior di PPIM UIN Jakarta, ketika berkunjung ke Redaksi Kompas beberapa waktu lalu mengatakan, banyak manuskrip Nusantara yang seharusnya menjadi warisan budaya karena di dalamnya mengandung kearifan-kearifan lokal. Namun, selama ini manuskrip-manuskrip tersebut ”tersimpan” di masyarakat dan kurang tersosialisasikan atau tidak diturunkan ke generasi berikutnya. ”Karena itu, kami gali,” katanya.
Melibatkan masyarakat
Penggalian manuskrip-manuskrip tersebut, kata Nida’, melibatkan masyarakat karena sasaran program ini adalah manuskrip milik masyarakat, bukan lembaga. Dalam menjalankan program ini, PPIM UIN Jakarta juga bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang mempunyai perhatian terhadap naskah kuno, antara lain Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Mannasa), peneliti manuskrip Nusantara.
”Kami juga bekerja sama dengan organisasi-organisasi yang berkecimpung di bidang sosial budaya di daerah. Misalnya, dengan Sanggar Aksara Jawa di Indramayu dan Komunitas Mocoan Lontar Yusuf di Banyuwangi. Kami juga bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional,” kata Nida’.
Kegiatan yang dilakukan mulai dari pembersihan, pelestarian, pendigitalisasian, hingga pengunggahan foto manuskrip ke situs web agar dapat diakses oleh masyarakat. Proses pembersihan hingga digitalisasi dilakukan di lokasi penyimpanan manuskrip tersebut di masyarakat. Hal ini untuk menjaga agar manuskrip yang sebagian besar sudah mulai rapuh tersebut tidak rusak.
Tim Mannasa cabang Sumatera Barat, misalnya, pada 22 Maret-19 April 2019 mengamankan 20.914 halaman manuskrip koleksi Surau Simaung di Sijunjung, Sumbar. Naskah-naskah tersebut disimpan di ruangan yang berventilasi buruk hingga udaranya lembab dan membuat beberapa manuskrip kertas menyatu satu sama lain.
”Hal (ventilasi yang buruk) ini dapat menyebabkan kerusakan pada manuskrip kertas menjadi semakin parah,” kata Pramono, Sekretaris Jenderal Mannasa, seperti dikutip di laman dreamsea.co.
Nida’ mengatakan, bentuk manuskrip yang ada di masyarakat macam-macam. ”Mulai dari kertas, daun lontar, daun nipah, hingga kayu. Ada yang berupa buku, juga gulungan. Di Indramayu ada manuskrip berupa gulungan yang, jika dibuka, panjangnya 6,1 meter sehingga perlu penanganan khusus,” katanya.
Selain penyelamatan dan digitalisasi manuskrip, kata Nida’, pihaknya juga memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana menyimpan dan merawat manuskrip-manuskrip tersebut dengan baik dan benar. Selain itu, juga menggelar lokakarya dan seminar tentang manuskrip kuno.