Guru pemukul siswa di Bekasi, Jawa Barat, yang videonya viral di media sosial akhirnya dicopot dari jabatannya sebagai sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Perlu pencegahan agar kasus serupa tidak berulang.
Oleh
Stefanus Ato/Regina Rukmorini/Gregorius Magnus Finesso/Dahlia Irawati/Caecilia Mediana
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Seorang guru berinisial I, yang terekam memukul siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Bekasi, Kota Bekasi, Jawa Barat, dinonaktifkan dan dicopot dari jabatannya sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Selanjutnya, dia juga akan dibina sesuai peraturan.
”Mekanisme pembinaan kepada guru itu menjadi wewenang penuh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat,” kata Direktur Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Purwadi Sutanto, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Berdasarkan hasil tindak lanjut Dinas Pendidikan Provinsi Jabar yang dilaporkan kepada Kemendikbud, guru bersangkutan beberapa kali melakukan kekerasan.
Saat ditemui di sekolah di Bekasi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 12 Irnatiqoh mengakui, guru yang memukul siswa dikenal temperamental dan kasus serupa pernah beberapa terjadi sebelumnya. Sekolah sudah berulang kali mengingatkan guru itu agar memperbaiki pola pembinaan terhadap siswa.
”Kalau dari niatnya sebenarnya baik untuk kedisiplinan sekolah. Tetapi, memang caranya yang salah,” katanya.
Pemukulan oleh guru terhadap dua siswa itu terjadi Selasa (11/2/2020). Kasus itu viral karena terekam kamera dan kemudian video itu tersebar di media sosial. Menurut Irnatiqoh, guru tersebut sedang bertugas memantau siswa-siswa yang datang terlambat masuk sekolah. Ada 172 siswa yang telat.
”Mereka dikumpulkan di lapangan untuk diberi pembinaan. Ketika guru itu sedang berbicara, ada beberapa siswa berbicara di belakang. Siswa-siswa itu dihampiri dan terjadilah pemukulan,” katanya.
Salah satu siswa kelas XII SMAN 12 Bekasi, yang tak mau disebut namanya, mengatakan, guru berinisial I memang temperamental dan ditakuti siswa. Saat mengajar, guru itu kadang melempar penghapus atau buku yang dipegangnya jika ada siswa yang bermain saat jam pelajaran berlangsung.
Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Wijonarko, yang dihubungi terpisah, mengatakan, sejauh ini belum ada langkah hukum oleh kepolisian. Penanganan kasus ini dimusyawarahakan antara orangtua murid dan sekolah. ”Guru yang melakukan kekerasan juga sudah diberi sanksi,” katanya.
Pemukulan guru di Bekasi menggambarkan kekerasan masih terus terjadi di sekolah. Kasus itu kadang melibatkan guru terhadap siswa atau antarsesama siswa. Meski disoroti dan sebagian pelaku diberi sanksi, persoalan ini kerap berulang.
Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tiga siswa SMP Muhammadiyah di Kecamatan Butuh ditetapkan sebagai tersangka perundungan terhadap rekannya, CA (16). Ketiga pelaku itu adalah UH (14), siswa kelas 8, teman sekelas korban, serta TP (15) dan DF (15), kakak kelas korban.
Dari hasil visum dokter, pinggang korban terluka memar dan mengalami trauma. Hingga Kamis, dia masih berdiam diri dan enggan memberikan keterangan apa pun, termasuk kepada polisi.
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Purworejo Ajun Komisaris Besar Rizal Marito mengatakan, dari hasil keterangan sementara, tiga pelaku mengaku sakit hati terhadap korban, yang sebelumnya dimintai uang. ”Salah satu pelaku meminta uang kepada korban, tetapi ditolak. Korban justru melapor kepada guru kelas, dan akhirnya membuat pelaku marah,” ujarnya.
Sebelumnya, video perundungan tiga siswa laki-laki terhadap seorang siswi di SMP itu viral di media sosial. Berbagai pihak mengecam kekerasan tersebut.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menghubungi seluruh pihak terkait kasus tersebut. Di luar proses hukum, dia meminta siswa pelaku perundungan diberi konseling dari guru ataupun psikolog. Kenakalan siswa itu harus diatasi dengan konseling agar perundungan tidak terjadi lagi.
Dari Kota Malang, Jawa Timur, dilaporkan kasus perundungan tujuh siswa terhadap satu siswa SMPN. Akibat kekerasan itu, ruas jari tengah korban harus diamputasi.
Kepala Kepolisian Resor Malang Kota menetapkan dua tersangka pelaku kekerasan. ”Ada dua tersangka, yaitu teman sekolah korban. Bukan tidak mungkin muncul tersangka lain,” kata Kepala Kepolisian Resor Kota Malang Kota Komisaris Besar Leonardus Simarmata.
Menurut Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Valentina Ginting, untuk mencegah terus terjadinya kekerasan anak, sekolah diminta menerapkan sistem disiplin positif antara guru dan siswa. Buka ruang dialog antara guru dan siswa atas segala persoalan yang dihadapi. Keluarga juga menerapkan pendekatan serupa. Upaya itu diyakini akan menghentikan kasus-kasus kekerasan oleh dan terhadap anak yang kini masih marak.
”Pencegahan menjadi prioritas dengan memperkuat sistem perlindungan anak, mulai dari sekolah, rumah, hingga lingkungan,” kata Valentina saat ditemui di Malang.