Senat AS Batasi Kewenangan Trump agar Tidak Leluasa Menyerang Iran
›
Senat AS Batasi Kewenangan...
Iklan
Senat AS Batasi Kewenangan Trump agar Tidak Leluasa Menyerang Iran
Dukungan dua pertiga suara di DPR dan Senat dibutuhkan untuk mementahkan veto Trump yang diperkirakan akan dikeluarkan Gedung Putih dalam menghadang UU pembatasan kewenangan presiden mendeklarasikan perang di Iran.
Oleh
MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Senat Amerika Serikat menyetujui perundang-undangan yang membatasi kewenangan Presiden Donald Trump untuk melancarkan perang terhadap Iran. Dengan perundang-undangan itu, Trump harus menarik pasukan AS yang terlibat permusuhan dengan Iran kecuali jika Kongres mendeklarasikan perang atau mengeluarkan otorisasi khusus untuk pengerahan kekuatan militer.
Dalam pemungutan suara, Kamis (13/2/2020) waktu setempat atau Jumat dini hari WIB, delapan anggota Senat asal Republik—partai pendukung Trump—membelot dan bergabung ke Demokrat untuk menyetujui resolusi soal pembatasan kewenangan presiden menyatakan perang itu. Hasilnya, 55 anggota Senat mendukung resolusi itu, sedangkan 45 anggota lainnya menolak.
Trump berjanji akan memveto perundang-perundangan tersebut, dan diperkirakan tidak cukup untuk mengumpulkan dukungan supermayoritas dua pertiga anggota Senat untuk membatalkan veto presiden. Sebanyak 53 dari 100 senator AS berasal dari Republik, yang jarang berseberangan dengan presiden.
Resolusi tersebut merupakan usulan senator asal Demokrat, Tim Kaine, yang mengkhawatirkan situasi pasca-tewasnya Komandan Brigade al-Quds Garda Revolusi Iran Qassem Soleimani bakal memancing AS untuk buru-buru menyatakan perang baru di Timur Tengah tanpa pembahasan dengan Kongres. Sambil memperingatkan dampak serius eskalasi konflik dengan Iran, Kaine menyebut poin utamanya adalah memulihkan otoritas Kongres menyatakan perang, seperti tertuang dalam Konstitusi AS.
”Serangan perang harus dibahas dan melalui pemungutan suara di kongres. Hal ini seharusnya tidak menjadi persoalan kontroversial,” ujar Kaine dalam pidatonya di sidang Senat. Resolusi itu mengecualikan situasi ketika AS membela diri dari serangan yang nyata.
Ketegangan antara Iran dan AS meningkat sejak tahun 2018 saat Trump menarik AS mundur dari kesepakatan nuklir tahun 2015, yang dirundingkan pemerintahan AS sebelumnya di bawah Presiden Barack Obama. Trump kemudian menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Iran.
Lolosnya resolusi Senat untuk membatasi kewenangan presiden melancarkan perang terhadap Iran itu merupakan buah pemungutan suara pertama sejak Senat membebaskan Trump dari dakwaan pemakzulan, pekan lalu.
Dukungan bipartisan
Hasil pemungutan suara di Senat terkait pembatasan kewenangan presiden dalam perang melawan Iran itu sejalan dengan pola bahwa sejumlah senator Republik berani menentang Trump dalam kebijakan luar negeri. Sikap mereka sangat kontras dengan dukungan penuh mereka terhadap Trump dalam sidang dakwaan pemakzulan dan urusan-urusan domestik lainnya.
Tahun lalu, Kongres AS juga mengeluarkan resolusi berisi pembatasan keterlibatan AS dalam perang di Yaman setelah wartawan Arab Saudi yang bertugas di AS, Jamal Khashoggi, tewas dibunuh di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki. Dukungan bipartisan seperti itu merupakan hal yang jarang terjadi serta bisa dilihat sebagai unjuk kekuasaan dari Kongres, dan pertama terjadi sejak lolosnya Undang-Undang Kekuasaan Perang tahun 1973. Trump pun saat itu segera memveto resolusi Senat dalam isu perang Yaman.
Bulan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dikuasai Demokrat telah mengeluarkan resolusi tak mengikat tentang kekuasaan menyatakan perang di Iran. DPR bisa membahas lagi resolusi Senat, Kamis lalu, dalam sidang bulan ini. Dukungan dua pertiga suara di DPR dan Senat dibutuhkan untuk mementahkan veto Trump yang diperkirakan akan dikeluarkan Gedung Putih.
Para pendukung UU Kewenangan Menyatakan Perang mencatat bahwa mereka meraup semakin banyak dukungan untuk memulihkan kembali otoritas Kongres dalam mendeklarasikan perang. Konstitusi AS menyatakan bahwa kewenangan menyatakan perang itu berada di tangan Kongres, bukan di tangan presiden. Namun, para presiden dari kedua partai dalam beberapa dekade terakhir ini memperluas otoritas Gedung Putih dalam keputusan aksi militer tanpa campur tangan para anggota Kongres.
”Kini saatnya kami melakukan tanggung jawab kami,” ujar Todd Young, Senator Republik yang mendukung resolusi di Senat, Kamis.
Namun, tidak mudah bagi Kongres untuk merebut kewenangan mendeklarasikan perang dari tangan presiden. Bulan Juni tahun lalu, Senat gagal mengeluarkan resolusi yang mewajibkan Trump mendapat izin Kongres sebelum menyerang Iran.
Bulan Juli lalu, Kongres juga gagal mementahkan veto Trump atas perundang-undangan yang menolak deklarasi presiden tentang situasi darurat sebagai dasar penjualan senjata senilai miliaran dollar AS ke Arab Saudi. Padahal, saat itu para anggota Kongres telah menyatakan keberatan mereka terhadap deklarasi Trump tersebut. (AP/AFP/REUTERS)