Virus korona menyebar cepat dan menimbulkan rasa waswas. Ini berdampak buruk pada semua bidang, tak hanya bidang kesehatan, sektor pariwisata, kerja sama bisnis dan perdagangan pun ikut terimbas. Pemerintah Indonesia berencana menghentikan impor beberapa komoditas dari China untuk sementara.
Terlepas dari persoalan virus korona, memang sudah saatnya Pemerintah Indonesia untuk lebih selektif terhadap barang-barang impor dari China. Menjamurnya produk-produk tersebut di pasaran bukan tanpa masalah. Barang-barang ini sebagian besar belum distandardisasi.
Memang harga barang-barang impor dari China relatif lebih murah dibandingkan harga barang-barang dari Jepang, Amerika, atau Eropa. Meski demikian, sesungguhnya masyarakat tidak pernah tahu kualitasnya lantaran sebagian besar tidak berlabel SNI (Standar Nasional Indonesia). Ibarat beli kucing dalam karung.
Lembaga penguji kualitas produk, semacam SNI, seharusnya bisa menjadi filter sekaligus kontrol kualitas produk, baik untuk produk dalam negeri maupun impor. Maka, kebijakan penghentian sementara impor barang dari China seharusnya menjadi momentum untuk membenahi berbagai regulasi dan aturan terkait pengawasan atas barang-barang impor.
Lembaga SNI harus menjadi pintu gerbang pengawasan, untuk memastikan layak/tidaknya barang impor masuk ke Indonesia, sebelum beredar bebas di pasaran. Aspek teknis, keamanan, dan kesehatan harus menjadi tolok ukur utama.
Menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi semua warganya, terutama terhadap peredaran barang-barang impor, yang sering tak jelas baik kualitas maupun tingkat keamanannya.
Budi Sartono Soetiardjo
Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat
Pembobolan Rekening
Saya istri dari seorang pensiunan berusia 74 tahun. Uang saya Rp 10 juta hilang dari tabungan BRI. Kehilangan baru saya ketahui saat mencetak buku tabungan di kantor cabang BRI Kebon Jeruk, 21 November 2019.
Tertera ada penarikan uang melalui ATM pada 31 Oktober 2019 sebanyak empat kali, masing-masing Rp 2,5 juta pada pukul 22.00 WIB. Saya yakin transaksi itu tidak saya lakukan karena pada tanggal tersebut saya dan suami ada di rumah dan kartu ATM tersimpan dalam dompet.
Pada 22 November 2019 saya membuat laporan pencurian ke kantor polisi di Slipi, Jakarta Barat. Pada Senin, 25 November 2019, saya melapor ke kantor cabang BRI Kebon Jeruk dan bertemu dengan Sugeng, Kepala Operasional BRI Cabang Kebon Jeruk.
Saat di kantor cabang Kebon Jeruk, customer service (CS) bernama Oktavia dan Dina sempat berbicara dengan tim TI dan teridentifikasi bahwa uang saya dibobol di ATM yang berlokasi di Bali.
Pihak kepolisian kantor Slipi sudah meminta agar BRI menginvestigasi rekaman CCTV di ATM BRI di Bali. Hal ini juga sudah saya sampaikan ke CS agar proses investigasi bisa lebih cepat.
Saya juga melaporkan kasus tersebut ke call center BRI di nomor 14017 pada 25 November 2019 dengan nomor pelaporan yang sudah direkam untuk keperluan investigasi. Petugas call centre mengatakan proses investigasi memakan waktu 20 hari kerja.
Secara berkala saya menelepon call center pada 17 Desember 2019, 3 Januari 2020, dan 31 Januari 2020, tetapi selalu mendapatkan jawaban kasus saya masih dalam proses investigasi, padahal sudah memakan waktu lebih dari dua bulan sejak saya melaporkan.
Sebagai nasabah loyal saya sangat kecewa dengan keamanan perbankan BRI dan lamanya proses investigasi. Saya meminta tanggung jawab BRI mengembalikan uang saya dan memperbaiki kelemahannya.
Siti Nurlaelly
Jl Kebon Jeruk Baru,
Kebon Jeruk, Jakarta Barat