Tokoh Anestesi Indonesia Himendra Wargahadibrata Tutup Usia
›
Tokoh Anestesi Indonesia...
Iklan
Tokoh Anestesi Indonesia Himendra Wargahadibrata Tutup Usia
Rektor Universitas Padjadjaran Periode 1998-2007 Himendra Wargahadibrata tutup usia di Bandung, Kamis (13/2/2020). Himendra adalah pelopor anestesi Indonesia, pengembang pendidikan kedokteran, dan pesepak bola.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Jabar kehilangan salah satu putra terbaiknya. Rektor Universitas Padjadjaran Periode 1998-2007 Himendra Wargahadibrata tutup usia di Bandung, Kamis (13/2/2020). Selain dikenal sebagai salah satu pelopor dalam anestesi kedokteran Indonesia, Himendra juga dikenal sebagai pemain sepak bola yang disegani pada masanya.
Himendra meninggal pukul 22.10 WIB dalam usia 77 tahun. Menurut informasi dari pihak keluarga, almarhum meninggal akibat leukimia yang dideritanya enam bulan sebelumnya. Beliau meninggal setelah mendapatkan penanganan medis di Rumah Sakit Santo Borromeus.
Jenazah Himendra disemayamkan di Masjid Al Jihad, Unpad, Bandung, Jumat (14/2/2020). Ratusan pelayat memadati masjid dan ikut menshalatkan jenazah. Beberapa rekan sesama akademisi dan sahabat selama aktif bermasyarakat, bahkan beberapa pemain klub sepak bola Persib, pun hadir mengantar kepergian almarhum.
Rektor Universitas Padjadjaran Rina Indiastuti mengatakan, Unpad kehilangan putra terbaik dengan sosok pemimpin yang diakui. Selama menjabat sebagai rektor, Himendra dikenal sebagai sosok yang visioner tetapi tetap mendengarkan pendapat dari dekan sebagai bawahannya.
”Kami menilai almarhum sebagai sosok pemimpin, sahabat, kolega, dan pemikir, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Bahkan, sampai akhir hayatnya, beliau masih beraktivitas sebagai dokter, konsisten sebagai pendidik meski sakit,” katanya saat ditemui seusai melayat.
Tokoh anestesi
Dalam dunia kedokteran Indonesia, Himendra dikenal sebagai generasi awal dalam spesialisasi anestesi. Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Unpad Periode 2006-2010, Eri Surahman, sebelum ada spesialisasi, bidang anestesi masih masuk ke dalam kedokteran bedah. Baru sekitar tahun 1967, anestesi dipisahkan dan memiliki konsentrasi sendiri.
Semenjak itu, Himendra berkecimpung dalam berbagai kegiatan dan studi yang berhubungan dengan anestesi. Sebanyak lebih dari 50 jurnal terakreditasi dipublikasikan serta ratusan artikel lainnya ditelurkan.
Bahkan, kata Eri, Himendra menjadi pelopor dalam subspesialis Neuroanestesi di Indonesia. ”Beliau konsisten dalam mengembangkan studi anestesi. Pemikirannya tidak hanya ada untuk Jawa Barat, tetapi juga Indonesia,” katanya.
Kami menilai almarhum sebagai sosok pemimpin, sahabat, kolega, dan pemikir, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.
Dalam kepemimpinannya sebagai Rektor Unpad, Himendra juga meminta Fakultas Kedokteran (FK) Unpad membantu Universitas lain dalam membentuk fakultas yang sama, di antaranya Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Lampung (Unila).
”Beliau tidak hanya memikirkan studinya, tetapi juga perkembangan kedokteran itu sendiri. Dia ingin Bandung dan Indonesia bisa mencetak dokter-dokter yang berkualitas,” kata Firman Evirakusumah, Dekan FK Unpad Periode 2000-2006 yang ditugaskan Himendra pada masa itu.
Pesepak bola cerdas
Kiprah Himendra tidak hanya ada dalam dunia akademis Indonesia. Dalam masa mudanya, Himendra dikenal sebagai salah satu pemain sepak bola dari Klub Persib Bandung yang disegani karena kecerdasannya menggunakan taktik di lapangan.
Menurut pemain Persib era 1980-an, Adeng Hudaya, Himendra adalah sosok penyerang di lapangan dengan menggunakan taktik untuk memperdaya lawannya. Meski telah gantung sepatu sekitar tahun 1973 dan fokus mengabdi sebagai dokter, keahlian bermain Himendra menjadi inspirasi bagi Adeng.
Adeng berujar, Himendra masuk dari kompetisi mahasiswa dan aktif bermain di Persib pada era 1960-an sampai 1970-an. Saat itu, pemain Persib diambil dari orang-orang dengan kemampuan mumpuni dalam kompetisi tersebut, termasuk Himendra.
”Dia disegani di lapangan karena permainan otak dengan karakter penyerang. Sepeninggal beliau, Jabar jadi kehilangan sosok motivator, seorang pemain sepak bola yang berhasil menjadi rektor,” katanya.