Panitia ASEAN Para Games 2020 Filipina akhirnya menawarkan dua alternatif jadwal penyelenggaraan pada bulan Mei. Keputusan tersebut disambut gembira para atlet pelatnas karena mereka tidak lagi merasa terkatung-katung.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH/KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah sempat terkatung-katung, Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Filipina mewakili tuan rumah ASEAN Para Games 2020 Filipina menawarkan dua jadwal untuk penyelenggaraan ajang dua tahunan itu, yakni 17 Mei atau 26 Mei 2020. Kepastian itu mendapatkan sambutan positif pelatnas NPC Indonesia untuk ajang tersebut. Para atlet yang sudah putus asa karena tidak ada kepastian penyelenggaraan kembali bersemangat untuk bertanding.
”Secara psikologis, atlet menjadi kembali bersemangat. Sebelumnya, mereka sempat lesu karena ASEAN Para Games kembali ditunda dan dalam waktu yang belum ditentukan. Sebab, para atlet ini sedang semangat-semangatnya dan berada di puncak performa,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal NPC Indonesia Rima Febianto dihubungi dari Jakarta, Jumat (14/2/2020).
Rima mengatakan, pada Kamis malam, NPC Filipina menyebarkan informasi kepada semua NPC di Asia Tenggara bahwa tuan rumah menawarkan dua opsi jadwal penyelenggaraan ASEAN Para Games, yakni 17 Mei atau 26 Mei 2020. Sebelumnya, ASEAN Para Games tertunda dua kali, yakni dari Januari menjadi Maret.
Kendati demikian, ia melanjutkan, pihaknya masih akan melakukan diskusi internal untuk memilih jadwal mana yang paling pas. Sejauh ini, 17 Mei ideal agar atlet bisa segera berlomba. Apalagi atlet sudah jenuh terus berlatih, tetapi tidak ada kepastian berlomba. Namun, 17 Mei sedang masa puasa Ramadhan. Dari 300-an atlet, sekitar 80 persen adalah Muslim.
Sementara 26 Mei ideal karena jadwal itu sudah lewat masa puasa Ramadhan dan Idul Fitri (23-25 Mei). Dengan begitu, atlet pasti tidak ada kendala fisik karena berpuasa. ”Akan tetapi, semuanya butuh diputuskan bersama. Kami akan melakukan rapat internal membahas itu pada Senin,” kata Rima.
Atlet lempar cakram Priyano mengatakan bersyukur dengan keputusan tersebut. Kepastian ini membuatnya bisa dengan tenang berlatih kembali. Sebelumnya, dia kebingungan karena mendapat kabar bahwa pelatnas akan dibubarkan.
Hanya saja, yang menjadi tantangan, atlet asal Cilacap, Jawa Tengah, ini harus menyesuaikan lagi latihannya. Hal itu agar atlet mencapai kondisi puncak saat perlombaan. Sebelumnya, para atlet sudah memasuki tahap akhir persiapan, yakni prakompetisi.
”Memang untuk menyesuaikan karena peak performance menyesuaikan dengan jadwal pelaksanaan. Untuk menyesuaikan kondisi fisik dan mental, saya mengikuti saja setiap tahapan yang dipersiapkan pelatih. Saya tetap optimistis meski mundur berkali-kali,” tutur atlet yang sudah menjalani pelatnas di Solo selama 10 bulan itu.
Pelatih Atletik NPC Slamet Widodo menjelaskan, keputusan ini membuat kondisi psikologis atlet meningkat. Atlet kembali bersemangat setelah mendapatkan kepastian terkait keberlanjutan pelatnas. Kini, dia bersama rekan pelatih lain sedang merancang ulang intensitas latihan atlet.
”Sekarang kembali lagi ke persiapan. Harusnya, kan, sudah fase prakompetisi. Paling, menu dan intensitas latihannya akan disesuaikan. Kalau fase kompetisi, intensitas latihan lebih tinggi, tetapi volume lebih sedikit. Lebih spesifik materi sesuai lomba,” ujarnya.
Efisiensi anggaran
Dengan adanya kepastian jadwal itu, atlet yang semula akan dikembalikan ke pelatda masing-masing akhirnya tetap berada di pelatnas hingga bulan Mei. Hal itu membuat pelatnas pun diperpanjang kembali dari Maret hingga Mei.
Dengan begitu, anggaran untuk pelatnas pun harus ditambah untuk dua bulan selanjutnya. Semula, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengalokasikan anggaran Pelatnas ASEAN Para Games dan Paralimpiade Tokyo 2020 sebesar Rp 80 miliar. Khusus ASEAN Para Games, anggaran itu hanya optimal hingga Maret. Kalau ada penambahan masa pelatnas, anggaran bisa membengkak sekitar Rp 10 miliar per bulan.
Rima mengutarakan, mereka sudah dapat kepastian dari Kemenpora untuk tetap melanjutkan pelatnas hingga bulan Mei. Terkait anggaran yang membengkak, mereka siap untuk melakukan efisiensi anggaran. Caranya, antara lain, menunda pengadaan barang-barang tersier, seperti alat bantu pengembangan sports science, yakni kamera untuk video analisis dan alat recovery modern.
”Peralatan tersier itu bersifat jangka panjang. Kalau tidak diadakan sekarang, bisa dilakukan pada tahun berikutnya. Untuk saat ini, kami gunakan dulu cara konvensional. Seperti untuk recovery atlet, kami gunakan lagi jasa tenaga pijat tradisional. Semua itu tidak akan memengaruhi persiapan atlet menuju ASEAN Para Games,” katanya.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto menyampaikan, pihaknya akan mendukung Pelatnas ASEAN Para Games walaupun ada ekstra pelatnas selama dua bulan. Mereka tentu akan meminta NPC Indonesia melakukan efisiensi agar pelatnas jalan optimal di tengah anggaran terbatas. Kendati demikian, efisiensi itu tidak boleh pula mengganggu komponen utama, seperti gaji, akomodasi, peralatan latihan, peralatan tanding, hingga nutrisi/suplemen.
”Selain itu, mungkin akan ada realokasi dari anggaran Paralimpiade 2020 ke ASEAN Para Games. Namun, realokasi itu tidak boleh pula justru menurunkan kualitas persiapan atlet ke Paralimpiade. Sebab, kami tetap memprioritaskan prestasi ke Paralimpiade,” ucap Gatot.