Investasi Belum Sepenuhnya Mengubah Potret Kemiskinan di Kalbar
›
Investasi Belum Sepenuhnya...
Iklan
Investasi Belum Sepenuhnya Mengubah Potret Kemiskinan di Kalbar
Investasi di Kalimantan Barat pada 2019 meningkat 18,75 persen dari 2018 sebesar Rp 13,20 triliun dan 2019 menjadi Rp 15,68 triliun. Namun, investasi belum sepenuhnya bisa mengubah potret kemiskinan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Investasi di Kalimantan Barat pada 2019 meningkat 18,75 persen dari 2018 sebesar Rp 13,20 triliun dan 2019 menjadi Rp 15,68 triliun. Namun, investasi belum sepenuhnya bisa mengubah potret kemiskinan karena masih ada kesenjangan antara kualifikasi tenaga kerja yang tersedia dan jenis investasi yang masuk,
Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kalimantan Barat, realisasi investasi berdasarkan sektor usaha yang tertinggi masih pada sektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan Rp 8,60 triliun. Kemudian, investor terbesar dari Singapura sebesar 282,94 juta dollar AS.
Penyerapan tenaga kerja 24.826 orang. Jumlah itu terdiri dari 11.563 orang di proyek penanaman modal dalan negeri (PMDN) dan 13.263 orang dari penanaman modal asing (PMA). Adapun penyerapan tenaga kerja asing 251 orang , 21 orang pada PMDN, dan 230 pada PMA.
Tren positif diharapkan berlanjut juga karena didukung upaya pemerintah gencar melakukan reformasi ekonomi, pemanfaatan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang lebih baik, serta intensifikasi pengawalan investasi.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Provinsi Kalimantan Barat Junaidi, Sabtu (14/2/2020), mengatakan, nilai investasi 2019 untuk PMDN Rp 7,69 triliun, meningkat 16,47 persen dari Rp 6,60 triliun pada 2018. Untuk PMA sebesar Rp 7,99 triliun, meningkat 21,04 persen dari Rp 6,60 triliun pada 2018.
”Tren positif diharapkan berlanjut juga karena didukung upaya pemerintah gencar melakukan reformasi ekonomi, pemanfaatan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang lebih baik, serta intensifikasi pengawalan investasi,” ujar Junaidi.
Berdasarkan lokasi proyek, Kabupaten Ketapang masih menempati posisi tertinggi, yakni 303,52 juta dollar AS atau 56,99 persen dari total realisasi investasi Kalbar. Berdasarkan catatan Kompas, Ketapang trennya selalu tertinggi dalam nilai realisasi investasi dari 14 kabupaten/kota di Kalbar.
Meskipun investasi tertinggi, permasalahan fundamental terkait kesejahteraan masyarakat masih mendera wilayah itu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada September 2019, persentase kemiskinan Ketapang mencapai 10,93 persen atau di urutan ketiga tertinggi se-Kalbar.
Kedalaman kemiskinan meningkat dari 1,64 menjadi 2, artinya semakin banyak orang miskin yang kian jauh dari garis kemiskinan. Keparahan kemiskinan juga meningkat dari 0,40 menjadi 0,64. Itu berarti tingkat ketimpangan penduduk miskin cenderung semakin besar. Ketimpangan pun meningkat dari 0,27 menjadi 0,29.
Secara provinsi, Kalbar pun masih menempati provinsi dengan persentase kemiskinan tertinggi se-Kalimantan. Persentase kemiskinan Maret 2019 sebesar 7,49 persen dan pada September 2019 sebesar 7,28 persen. Meskipun menurun, masih tertinggi se-Kalimantan.
Menurut Gubernur Kalbar Sutarmidji, investasi tinggi tetapi kemiskinan di daerah tertentu masih tinggi karena ada kesenjangan antara kualifikasi tenaga kerja yang tersedia dan investasi yang masuk. Kualifikasi yang dibutuhkan masih sulit didapatkan.
”Perlu ada evaluasi. Investasi bergerak dibidang apa dan daerah memiliki tenaga kerja dengan kualifikasi yang dibutuhkan atau tidak. Jangan sampai investasi masuk tenaga kerja yang mengisinya bukan penduduk sekitar,” ujarnya.
Kemiskinan masih menjadi masalah di daerah yang investasinya tinggi dan kedalamannya meningkat juga karena ketika investor masuk, ekonomi berkembang, daya beli meningkat, dan harga meningkat. Sementara masyarakat yang tidak bisa bersaing, daya belinya menurun dan kemiskinannya bisa semakin dalam.
”Masalahnya, tidak semua pemerintah kabupaten/kota mau menganalisis sampai ke persoalan. Sebagian besar berpikir, yang penting investor masuk saja ke daerahnya,” kata Sutarmidji.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Eddy Suratman, menambahkan, daerah yang investasinya besar tetapi kemiskinannya tinggi karena ada mekanisme yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, saat investasi akan masuk, pemerintah kabupaten kurang membangun komunikasi terkait kepentingan daerah.
Perencanaannya, kata Eddy, tidak mulus. Kabupaten/kota seolah kekurangan investasi terus sehingga investasi diterima terus. ”Komunikasi dari pemerintah kabupaten belum dibangun dengan investor, semisal untuk apa investasi itu masuk, bagaimana kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan, termasuk jumlah, dan berapa persen yang diperlukan dari lokal, sehingga daerah bisa mempersiapkan,” ujarnya.
Lalu, belum dihitung betul sebelum investasi masuk, kualifikasi dan jumlah tenaga kerja di setiap jenjang, sekaligus keahlian spesifik. Dengan demikian, daerah bisa menyiapkan tenaga kerja, misalnya dengan pelatihan lebih awal. Komunikasi itu nyaris tidak pernah dilakukan.
Komunikasi dari pemerintah kabupaten belum dibangun dengan investor, semisal untuk apa investasi itu masuk, bagaimana kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan, termasuk jumlah dan berapa persen yang diperlukan dari lokal, sehingga daerah bisa mempersiapkan.
Padahal, dalam beberapa pertemuan dengan investor, para investor sebetulnya lebih senang jika banyak tenaga kerja lokal yang masuk. Sebab, tidak perlu lagi menyiapkan rumah, menyediakan cuti tahunan bolak-balik ke kampung asal mereka. Kalaupun masuk, tenaga kerja lokal lebih banyak pada level pekerja kasar karena keterbatasan kualifikasi.
Sertifikasi keahlian
Sutarmidji mengatakan, untuk mengatasi kesenjangan antara jenis investasi yang masuk dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan, Pemerintah Provinsi Kalbar tahun ini menyiapkan pusat sertifikasi keahlian. Dunia usaha memerlukan kualifikasi tenaga kerja seperti apa, daerah akan menyiapkan. Jadi, tidak ada alasan lagi investor masuk dengan alasan tidak ada kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhan.
”Ada banyak bidang yang disiapkan. Tahun ini pasti dibangun. Perusahaan-perusahaan perkebunan dan pertambangan siap berkolaborasi mendukung. Mereka siap membangun bengkel kerja,” ujarnya.
Pemprov Kalbar membangun asrama dan ruang belajar, dunia usaha membangun laoratorium dan bengkel-bengkel kerja. Bidangnya disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja dan investasi di daerah.
Pemerintah kabupten juga, kata Sutarmidji, harus melihat potensi lainnya yang bisa dimanfaatkan masyarakat sebagai dampak adanya investasi. Misalnya, ada perusahaan tertentu di suatu daerah, pasokan konsumsi bisa dari penduduk sekitar.