Jaringan Menggurita Dokter Aborsi Ilegal Ancam Hidup Pasiennya
Praktik aborsi ilegal di Paseban, Jakarta Pusat, melibatkan dokter berjaringan. Sedikitnya 50 bidan dan 100 calo turut terlibat dalam praktik yang tak sekadar mematikan janin, tetapi juga mengancam nyawa pasiennya itu.
Kepolisian Daerah Metro Jaya mengungkap praktik aborsi ilegal dalam sebuah rumah di Jalan Paseban Raya, Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020) kemarin. Dari penyelidikan, diketahui dalam sehari minimal dua pasien dilayani sejak 2018. Lebih dari 900 aborsi dilakukan.
Dengan peralatan seadanya, risiko infeksi dan pendarahan mengancam pasien hingga setelah aborsi. Para pelakunya merupakan pemain lama, bahkan ada yang pernah dipenjara karena kasus serupa. Sejauh ini, dokter yang menjadi pelaku pengaborsi berjaringan dengan dokter-dokter lain didukung sedikitnya 50 bidan dan 100 calo.
Kesalahan para pelaku antara lain tidak punya izin praktik aborsi, tempat tidak berizin, serta praktik aborsi berjalan dengan menyalahi aturan. Polisi menetapkan tiga tersangka, yaitu seorang pria berinisial MM alias dokter A (46) yang merupakan buronan kasus klinik aborsi ilegal di Jalan Cimandiri Jakarta Pusat tahun 2016. Dua tersangka lain adalah perempuan berinisial RM (54) yang pernah divonis penjara tiga tahun terkait perkara aborsi di Pondok Kelapa Jakarta Timur tahun 2006, dan S alias I yang pada 2016 ditangkap karena terlibat praktik aborsi ilegal dokter A dan divonis 2 tahun penjara.
”Mereka ini sama seperti pelaku narkoba atau curanmor (pencurian kendaraan bermotor). Sekarang masuk penjara, besok keluar, habis itu langsung melakukan lagi kegiatan serupa,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Selasa (4/2/2020), di lokasi klinik ilegal di Paseban.
Pengungkapan
Pengungkapan kasus berawal dari laporan masyarakat tentang adanya sebuah rumah yang jadi tempat pengguguran kandungan di Paseban. Tim dari Unit 5 Subdirektorat 3/Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pun menindaklanjutinya. Setelah sekitar empat hari mengintai, pada Senin (10/2/2020) sekitar pukul 16.00 petugas menggerebek klinik.
Saat didatangi, terdapat pasien yang sedang menjalani tindakan. Polisi juga menemukan bukti berupa satu jasad bayi dalam keadaan tidak utuh lagi dan diperkirakan berusia enam bulan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, para tersangka mengaku beroperasi di Paseban sejak Mei 2018 atau selama satu tahun 9 bulan, dan sudah mengumpulkan pemasukan Rp 6,59 miliar. Setelah dikurangi pengeluaran, dokter A terhitung menerima pendapatan bersih Rp 5,43 miliar.
Dengan menghitung jumlah kunjungan dalam dua bulan 10 hari, ada 1.613 pasien mendaftar untuk berkonsultasi di Klinik Aborsi Paseban, dengan 903 pasien di antaranya menjalani aborsi. ”Pasiennya berasal dari seluruh Indonesia,” kata Yusri.
Yusri menyebutkan, modus umum praktik aborsi ilegal adalah membuang mayat janin hasil pengguguran ke dalam tangki septik. Namun, polisi masih mendalami cara dokter A dan kawan-kawan menangani jasad janin dari 903 kali aborsi tadi karena hingga saat ini para tersangka belum membuka informasi itu.
Dokter A merupakan dokter yang menangani aborsi di klinik sekaligus sebagai penyewa tempat serta penyedia sarana-prasarana dan obat-obatan. Kepada RD, pemilik rumah, A membayar sewa Rp 175 juta per tahun. RM berperan sebagai bidan yang membantu dokter A mengaborsi dengan upah biasanya minimal Rp 900.000 per pasien serta mempromosikan jasa aborsi ini salah satunya lewat internet. Adapun SI bertugas mengurus administrasi dan menerima pendaftaran pasien.
Klinik aborsi beralamat di Jalan Raya Paseban Nomor 61 dan disewa sejak Mei 2018. Jika dicek pada aplikasi Google Maps, ada yang menamai lokasi itu Klinik Kuret Bunda dan berjarak kurang dari 100 meter dari Kantor Lurah Paseban. Bangunan bergaya vintage dengan atap limas. Terdapat tiang dan bingkai untuk papan nama di halaman, tetapi papan tidak terpasang.
Tidak ada nama klinik pada rumah itu sehingga terkesan sebagai rumah biasa. Namun, para tersangka biasa mengiklankan klinik mereka dengan nama Klinik Steril atau Klinik Namora. Terdapat sejumlah laman yang digunakan RM untuk mempromosikan klinik, salah satunya dengan alamat kliniknamora.biz.
Laman menginformasikan, aborsi dalam kondisi normal untuk usia kandungan satu bulan Rp 1 juta, usia dua bulan Rp 2 juta, dan usia tiga bulan Rp 3 juta. Para pencari jasa aborsi diiming-imingi informasi bahwa pengguguran kandungan dilakukan secara legal oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi.
Padahal, Yusri mengatakan, dokter A hanyalah dokter umum tanpa spesialisasi apa pun. Ia bahkan dipecat dari status aparatur sipil negaranya karena tidak pernah masuk kerja dan tersangkut masalah hukum.
Tidak memiliki surat tanda registrasi
Dokter Weningtyas, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, menambahkan, dokter A tidak memiliki surat tanda registrasi (STR) sebagai dokter dan RM tidak punya STR bidan. Keduanya juga tidak memiliki izin praktik.
Wening menuturkan, aborsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah legal jika dilakukan terhadap korban perkosaan dan untuk kedaruratan medis. Semuanya melalui penilaian yang tidak sebentar, tidak bisa langsung eksekusi pengguguran.
”Kedaruratan medik misalnya membahayakan kesehatan atau nyawa ibu atau misalnya ada cacat bawaan dan kelainan genetik yang sulit dilakukan perbaikan sehingga akan menyulitkan janin saat hidup,” ucapnya.
Wening juga menyoroti tempat praktik dokter A yang sangat berantakan dan kotor. Peralatan pun ala kadarnya. Kondisi ini membawa risiko bagi pasiennya. Komplikasi yang bisa timbul antara lain infeksi dan pendarahan pada pasien.
Baca juga : Pengungkapan Praktik Aborsi Ilegal di Senen
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan, berdasarkan pengalaman empiris dalam kegiatan pendampingan oleh lembaganya, ada banyak pasien aborsi ilegal mengalami gangguan serviks. ”Ini sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan,” katanya.
Yusri menyebutkan, ada kemungkinan jumlah tersangka bertambah. Sebab, dalam kurun tiga bulan terakhir dokter A merasa kurang sehat sehingga digantikan oleh sejumlah dokter lain. Dokter A juga bermitra dengan sekitar 50 bidan dan 100 calo di sekitar Jalan Raya Paseban dan Jalan Raden Saleh.
Baca juga : Antisipasi Penyalahgunaan Data dalam Digitalisasi Pertanahan
Para tersangka dijerat dengan Pasal 83 juncto Pasal 64 UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan dan/atau Pasal 75 Ayat 1, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran dan/atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Ayat 2 UU No 36/2009 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman berdasarkan pasal dalam UU No 36/2009 adalah penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Pada Februari 2016, Subdit Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pernah menutup sembilan klinik aborsi di sekitar kawasan Raden Saleh. Klinik di Jalan Raya Paseban Nomor 61 saat itu termasuk yang disasar, tetapi ketika itu bukan digunakan dokter A. Ia berpraktik di Jalan Cimandiri, yang tempatnya juga ditutup. Juni 2012, polisi menyegel sebuah rumah di Jalan Kramat IV Kelurahan Kenari Jakarta Pusat karena untuk praktik aborsi ilegal. Lokasi-lokasi tersebut berdekatan.
Soal belum jeranya para pelaku, Yusri berharap hakim saat persidangan nanti menjatuhkan vonis lebih berat. Dari kepolisian, petugas berusaha agar dokter A dan kawan-kawan bisa ditindak dengan pasal dalam UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Baca juga : Lakukan Kekerasan, Guru SDN Akan Diperiksa