Dinamika selama kurang dari tiga minggu terakhir memantik kesadaran warga Natuna di Kepulauan Riau untuk lebih siap mengantisipasi merebaknya wabah penyakit.
Oleh
Pandu Wiyoga
·3 menit baca
RANAI, KOMPAS - Dipilihnya Pulau Natuna di Kepulauan Riau menjadi lokasi observasi bagi 238 warga negara Indonesia yang dievakuasi dari Wuhan, China, membuat penduduk setempat lebih awas mengantisipasi infeksi virus korona tipe baru (Covid-19). Pelan tapi pasti, warga di daerah terluar itu mulai menerapkan pola hidup bersih dan sehat guna mencegah penularan.
Selama dua minggu belakangan, korona menjadi topik obrolan yang selalu berdengung di Natuna. Perempuan di pasar, lelaki di kedai kopi, dan anak- anak di sekolah, semua ingin tahu lebih tentang korona, terutama soal bagaimana virus itu menyebar dan apa yang bisa diperbuat untuk mencegahnya.
”Sekarang kalau ada orang mau belanja enggak tanya harga, tetapi malah ngobrol dulu tentang berita terbaru soal korona,” kata Lena (36), pedagang makanan di Pasar Ranai, Jumat (14/2/2020). Pasar Ranai berjarak sekitar 4 kilometer dari lokasi observasi di hanggar Pangkalan Udara Raden Sadjad.
Warga di daerah terluar itu mulai menerapkan pola hidup bersih dan sehat guna mencegah penularan.
Sebelumnya, warga sempat takut pergi ke pasar karena mereka mengira wilayah dalam radius kurang dari 6 kilometer adalah zona merah yang rawan penularan infeksi. Hal itu berlangsung lebih kurang seminggu. ”Kemarin, ikan jadi langka dan harganya naik sampai Rp 10.000. Banyak nelayan enggak melaut karena takut ketularan korona,” ujar seorang pedagang, Mutarigi (30), di kedai kopi belakang pasar.
Kepanikan merebak sejak dua hari sebelum warga Indonesia yang dievakuasi dari Wuhan tiba di Natuna, Minggu (2/2). Waktu itu, ratusan warga selama empat hari berturut-turut turun ke jalan meminta pemerintah memindahkan lokasi observasi ke tempat yang jauh dari permukiman.
Bahkan, sebagian warga di Kampung Tua Penagi yang rumahnya berjarak 1,3 km dari lokasi observasi memilih untuk mengungsi. Pemerintah daerah juga ikut terbawa kepanikan dan sempat berencana meliburkan siswa SD dan TK selama 14 hari sampai proses observasi di Lanud Raden Sadjad selesai.
Namun, kepanikan itu reda dan aktivitas warga berangsur normal. Di Pasar Ranai, hampir semua kios sudah buka seperti biasa. Masker gratis disediakan petugas kesehatan di kios-kios dan boleh diambil secara cuma- cuma bagi pembeli yang membutuhkan. Tidak hanya mengenakan masker, warga juga mulai rajin mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
Periksa kesehatan
Posko informasi dan kesehatan bagi warga didirikan di Pantai Piwang, yang lokasinya membentang antara Lanud Raden Sadjad dan Pasar Ranai. Setiap hari rata-rata ada 10 warga yang datang dan memeriksakan kesehatan di sana. Seorang warga, Maryani (39), setiap pagi selalu datang ke posko itu untuk meminta masker bagi keluarganya.
”Anak saya yang masih kelas VI SD saya suruh selalu pakai masker karena yang namanya virus itu enggak kelihatan, jadi lebih baik kita selalu waspada,” ujarnya. Kegiatan belajar-mengajar di sekolah-sekolah dekat lokasi observasi juga sudah normal. Misalnya, di SD Negeri 2 Ranai, semua siswa masuk sekolah.
Hampir semua siswa dibekali masker meski pada praktiknya hanya sebagian yang mengenakannya selama di sekolah. ”Dulu, kami memang panik dan takut, tetapi sekarang pelan-pelan kami mulai bisa tenang dengan tetap waspada. Intinya, dengan menjaga pola hidup bersih dan sehat, penularan penyakit bisa dicegah,” kata Ketua RT 001 Penagi, Yohanes Supriatno.
Dinamika dan gejolak di Natuna saat lokasi itu dipilih menjadi tempat observasi 238 orang yang dievakuasi dari Wuhan, kini berbuah baik. Kesadaran memulai pola hidup sehat dan bersih mulai tumbuh dalam diri warga. Mereka kian paham, ketakutan dan kepanikan hanya akan memperparah penyebaran wabah.