Papua dan Utang yang Belum Lunas

Dalam rapat kerja membahas RAPBN 1975/1976 dengan Menteri Dalam Negeri Amir Machmud, Komisi II DPR bertanya tentang kapan berakhirnya kekhususan pengelolaan Irian Jaya.

Rendahnya kesejahteraan masyarakat Papua menjadi persoalan klasik. Sejumlah kebijakan telah dilakukan, antara lain dengan adanya pengelolaan khusus untuk Papua yang dimulai sejak provinsi itu masuk wilayah Indonesia pada 1969.

Harian Kompas edisi 15 Februari 1975 memberitakan, pengelolaan khusus Papua dilakukan sesuai Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969. Selain demi pelaksanaan persetujuan New York dalam rangka membina Papua tetap di RI, Keppres itu juga menjadi dasar melaksanakan pembangunan demi kesejahteraan warga Papua.

Saat rapat dengan Komisi II DPR pada 13 Februari 1975, Menteri Dalam Negeri Amir Machmud menjelaskan, kekhususan pengelolaan Papua akan berakhir jika daerah itu sudah mampu dan maju setara dengan provinsi lain. Atau, jika Keppres itu dinilai tak diperlukan lagi. Percepatan peningkatan kesejahteraan warga Papua juga menjadi prioritas pemerintah di era reformasi.

Salah satu caranya, pemberlakuan otonomi khusus (otsus) sejak 2001. Hingga 2019, dana otsus Rp 115 triliun telah dikucurkan. Kini, kebijakan satu harga BBM juga diterapkan. Guna mendukung konektivitas, yang diyakini salah satu kunci untuk mendongkrak kesejahteraan di provinsi tersebut, jalan Trans-Papua terus dibangun.

Meski demikian, kesejahteraan Papua tetap masih menjadi masalah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua dan Papua Barat tahun 2018 masing-masing adalah 60,06 dan 63,73. Meski masuk kategori sedang karena di atas 60, IPM kedua provinsi itu masih di bawah rata-rata IPM Indonesia yang berada di angka 71,39.

Sesuai data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Papua 2019 adalah minus 15,72. Padahal, pertumbuhan ekonomi nasional 5,02. Di tengah jeratan masalah kesejahteraan itu, sejumlah persoalan lain muncul, seperti dugaan pelanggaran HAM dan separatisme.

Kompleksitas persoalan di Papua membuat penyelesaiannya tak cukup dengan peningkatan kesejahteraan. Pendekatan kultural juga mesti dilakukan. Sejumlah dugaan kasus pelanggaran HAM juga mesti dituntaskan. Tanpa komitmen politik yang kuat, berbagai agenda penyelesaian itu sulit terlaksana. Hanya dengan cara itu, utang kepada Papua terbayar. (NWO)