Pariwisata Banyuwangi (5): Visi Kepemimpinan yang Jelas
Abdullah Azwar Anas termasuk pemimpin yang bisa mengemukakan gagasan-gagasan yang dengan mudah dapat dipahami oleh jajaran birokrasi baik tingkat atas maupun bawah dan oleh pegawai dari berbagai bidang.
Pemimpin pemerintahan yang memiliki komitmen tinggi terhadap fokus pembangunan yang telah digariskan, inovatif, dan mampu menyampaikan visinya secara jelas ke aparat birokrasi di bawahnya adalah keunggulan yang membuat industri pariwisata Kabupaten Banyuwangi cepat berkembang.
Fokus pada pariwisata sebagai penggerak utama pembangunan Banyuwangi telah diletakkan bupati beserta jajaran pemerintahannya pada awal kepemimpinan Abdullah Azwar Anas tahun 2011. Sejak itu, berbagai bidang disinkronisasikan untuk mendukung pengembangan pariwisata. Dinas-dinas seperti Pertanian, Pengairan, Pekerjaan Umum, Perindustrian dan Perdagangan, serta yang lainnya harus berjalan di alur yang berujung sama: pariwisata.
Komitmen itu sering kali dinyatakan dengan slogan, ”Semua Dinas adalah Dinas Pariwisata”. Semua bidang harus bisa memberi kontribusi kepada tumbuhnya pariwisata. Dan, dengan berbagai inovasi yang dilakukannya, semua bidang harus menciptakan destinasi wisata. Dengan begitu, Dinas Pariwisata tidak bergerak sendiri dalam menciptakan destinasi-destinasi wisata, tetapi bidang lain bisa mengembangkan kegiatan yang menyumbang pada bergeraknya industri pariwisata.
Semua Dinas adalah Dinas Pariwisata.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan, misalnya, menciptakan Banyuwangi Batik Festival (BBF) untuk menggulirkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), tetapi dampaknya mengena pada industri pariwisata. Dinas Pengairan dapat menata sungai dan menciptakan destinasi-destinasi wisata di sejumlah aliran sungai, seperti Kedung Angin Waterfall atau Lider Waterfall. Dinas Perkebunan dapat menciptakan destinasi seperti Kaliselogiri Plantation, Kendeng Lembu Agro Wisata, dan lain-lain yang sekaligus menjadi daerah tujuan wisata.
Sebetulnya pola kerja sama birokrasi seperti itu bukan pekerjaan mudah. Sinkronikasi antarbidang atau antardinas biasanya terkendala oleh ego sektoral yang telah membudaya demikian kuat sehingga jangan harap begitu mudah dicairkan, terlebih membentuk kerja sama yang dapat memunculkan keunggulan. Hanya, di Banyuwangi memang lain.
Kemampuan Bupati Abdullah Azwar Anas mengomunikasikan gagasannya kepada aparat birokrasi di bawahnya mungkin menjadi satu kunci penting mengapa sinkronisasi bisa berhasil di Banyuwangi. Abdullah Azwar Anas termasuk pemimpin yang bisa mengemukakan gagasan-gagasan yang dengan mudah dapat dipahami oleh jajaran birokrasi baik tingkat atas maupun bawah dan oleh pegawai dari berbagai bidang. Membuat pengetahuan perangkat pemerintahan relatif sama dalam memaknai dan menjalankan program-program yang direncanakan.
Abdullah Azwar Anas termasuk pemimpin yang bisa mengemukakan gagasan-gagasan yang dengan mudah dapat dipahami.
Hal ini sangat terasa ketika kita berbicara dengan berbagai dinas, level pengetahuan mereka relatif hampir sama dalam merespons sejumlah hal terkait pariwisata. Kesan itu dibenarkan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi M Yanuar Bramuda.
”Beliau (Bupati Abdullah Azwar Anas) termasuk pemimpin yang bisa menerjemahkan pikiran-pikiran beliau ke kami. Jadi kami kayak dicuci otak oleh beliau. Mereka menangkap cerita yang sama dan dapat menyampaikan kepada orang lain dengan cerita yang sama. Dari eselon satu sampai empat ceritanya sama, pikirannya sama,” kata Bramuda.
Ia mengaku, kalau ada aparat salah, penjelasan bupati akan diulang-ulang, dikoreksi. ”Yang dimarahi bukan cuma satu orang, tapi semua orang, jadi akhirnya kita mengerti kesalahan itu,” kata Bramuda.
Selain itu, bupati juga dapat menjaga birokrasi dari intervensi politik partai sehingga dapat dikatakan politisasi birokrasi sangat minim, bahkan nyaris tidak ada. Bupati berwenang penuh dalam penempatan orang-orang dalam jajaran birokrasinya, membuat aparat pemda merasa nyaman bekerja, tidak berada di bawah tekanan kepentingan politik.
”Saya betul-betul bisa merasakan namanya bekerja sebagai pegawai birokrasi, ya pada zamannya Bapak (Bupati Abdullah Azwar Anas),” imbuh Bramuda.
Kabupaten terinovatif
Dorongan untuk melakukan inovasi juga terus dilakukan oleh bupati. Kepada Dinas Pariwisata, misalnya, setiap tahun ada target minimal harus mampu menciptakan 20 destinasi baru di Banyuwangi. Inovasi seolah menjadi salah satu rumus dalam pembangunan pariwisata di Banyuwangi.
”Rumus wisatawan ditambah lagi oleh Bupati. Inovasi. Inovasi ini yang membawa 58.000 orang, baik SKPD dari kabupaten dan kota lain maupun wisatawan (anak sekolah, dan lain-lain) yang melakukan studi banding ke Banyuwangi. Selain berwisata, orang ke sini juga belajar karena adanya inovasi,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Banyuwangi Sih Wahyudi.
Kegairahan yang melakukan inovasi di segala bidang membuat Kabupaten Banyuwangi menjadi kabupaten yang paling banyak mendapatkan penghargaan. Selama 2011-2019, tercatat 183 penghargaan diraih Banyuwangi untuk berbagai bidang, mulai dari pariwisata, pelayanan publik, manajemen pemerintahan, perencanaan pembangunan, juga kepemimpinan.
Kabupaten Banyuwangi menjadi kabupaten yang paling banyak mendapatkan penghargaan.
Inovasi-inovasi yang dilakukan oleh Banyuwangi dalam bidang pariwisata menjadikan kabupaten yang terletak di ujung paling timur Pulau Jawa itu menyabet UNWTO Awards for Excellence and Innovation in Tourism untuk kategori Inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola pada tahun 2016. UNWTO merupakan Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Setelah itu, pada 2018 Banyuwangi juga memperoleh penghargaan tertinggi bidang pariwisata tingkat Asia Tenggara, yaitu ASEAN Tourism Standard Award (ASEAN).
Tak heran, jika kemudian Kementerian Dalam Negeri selama dua tahun berturut-turut pada 2018 dan 2019 menempatkan Banyuwangi sebagai kabupaten terinovatif peringkat pertama dari seluruh kabupaten Indonesia karena beragam inovasi yang dilakukannya.
Diawali dengan Bandara
Keberhasilan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam mengembangkan pariwisata tak lepas dari Program 100 Hari Bupati, yaitu menjadikan bandara sebagai kunci pembuka akses. Program ini menjadi prioritas awal karena Banyuwangi merupakan daerah yang paling jauh dari pusat pemerintahan Jawa Timur.
Membutuhkan waktu yang terlalu lama (sekitar 6 jam) jika dari Surabaya hendak ke kabupaten paling ujung timur Jatim ini. Terbukanya akses lewat berfungsinya kembali bandara lama menjadikan intensitas masuknya wisatawan nasional dan mancanegara meningkat.
Keberhasilan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengembangkan pariwisata tak lepas dari program menjadikan bandara sebagai kunci pembuka akses.
”Kami putuskan, Program 100 Hari (menjabat), bandara harus sudah beroperasi. Itu kayak mimpi sebenarnya. Mimpi yang ambisius, tapi ternyata Allah memberi jalan. Memberi jalan dengan pesawat Grand Caravan berisi 9 seat penumpang. Nah begitu landing, meskipun 9 seat, namanya juga bandara beroperasi, percaya diri kami wah tambah tinggi,” kenang Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di kantornya (17/12/2019).
Ia pun melanjutkan, ”Bandara yang dulunya mati, bahkan pernah membawa korban dua bupati, tiba-tiba bisa beroperasi. Maka begitu kami operasikan, rakyat kami undang semua. Rakyat miskin semua kami siapkan santunan beras, untuk berdoa semua. Nah setelah itu dibuka, image kami mulai. Meskipun belum banyak orang yang naik pesawat, kami mulai bangga.”
Hingga saat ini, empat perusahaan penerbangan telah beroperasi di Bandara Banyuwangi, yaitu Garuda, Citilink, Wings Airline, dan Express Air. Kota-kota yang terhubung, selain Jakarta dan Surabaya, juga meliputi Bali, Manado, dan Banjarmasin. Bahkan, penerbangan dari Kuala Lumpur (Malaysia) juga sudah bisa langsung ke Banyuwangi memakai pesawat Citilink.
Seiring dengan tumbuhnya jangkauan kota-kota yang terhubung dengan Banyuwangi lewat transportasi udara, pengunjung pun meningkat drastis. Jika pada 2011 hanya ada 7.835 penumpang pesawat ke Banyuwangi, pada 2018 meningkat menjadi 365.493 penumpang.
Kemampuan Kabupaten Banyuwangi untuk menyiapkan dan mengelola infrastruktur transportasi udara memang cukup menonjol. Dalam Indeks Pariwisata Indonesia 2019 yang dilansir Litbang Kompas, aspek ini mendapat skor 4,33 (dalam skala 1-5) dan ini menyumbang nilai indeks secara keseluruhan pada aspek infrastruktur yang meliputi transportasi udara, transportasi darat dan laut, serta pendukung pariwisata menjadi cukup tinggi.
Skor 3,59 diraih Banyuwangi untuk daya saing aspek infrastruktur atau menempati ranking 19 dari 508 kabupaten/kota yang disurvei. (BAMBANG SETIAWAN/LITBANG KOMPAS)