Peruntukkan Dana Memperlancar Kegiatan Belajar-Mengajar di Sekolah
›
Peruntukkan Dana Memperlancar ...
Iklan
Peruntukkan Dana Memperlancar Kegiatan Belajar-Mengajar di Sekolah
Sekolah kini dapat memanfaatkan hingga 50 persen dari dana bantuan operasional sekolah atau BOS untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer. Namun, pemerintah diminta mempermudah persyaratannya dianggap masih rumit.
Oleh
CAECILIA MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menekankan, dana bantuan operasional sekolah atau BOS sebenarnya bukan sarana utama menyelesaikan persoalan pemberian gaji guru honorer. BOS harus dipahami untuk membantu kegiatan proses belajar mengajar bisa berjalan lancar.
Berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2020, batas maksimal pembayaran gaji guru honorer menjadi 50 persen dari total dana BOS diberikan dengan tiga persyaratan. Ketiga syarat itu yaitu guru honorer tercatat di sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kemendikbud, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Pendidikan (NUPTK), dan belum memiliki sertifikat pendidik.
"Kebijakan itu (Permendikbud No 8/2020) lebih menekankan memberi alternatif kepedulian terhadap gaji guru honorer yang amat terbatas," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud Ade Erlangga Masdiana, Jumat (14/2/2020), di Jakarta.
Dia menekankan, dana BOS perlu dipahami untuk membantu kegiatan proses belajar mengajar berjalan lancar, meskipun kebijakan penyalurannya belum ideal.
Sebelumnya, sejumlah kelompok guru mengkritik persyaratan untuk memperoleh fasilitas pembayaran honor dengan batas maksimal 50 persen dari total dana BOS. Mereka menilai persyaratan yang ditetapkan tidak mempertimbangkan realitas.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim, Kamis (13/2/2020), di Jakarta, mengatakan, masih banyak guru honorer, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta, belum mempunyai NUPTK. Proses pengurusan NUPTK yang harus melalui kerumitan birokratisasi menjadi salah satu penyebab.
Sesuai Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 1 Tahun 2018 pasal 5, syarat guru berstatus non pegawai negeri sipil (PNS) memperoleh NUPTK adalah harus punya status keputusan pengangkatan dari kepala dinas pendidikan. Mereka pun wajib bekerja minimal dua tahun di institusi pendidikan dan pengangkatannya pun dapat dibuktikan dengan ketua yayasan atau badan hukum lainnya.
Mengutip dashboard Guru dan Tenaga Pendidik (GTK) di laman Kemendikbud, jumlah guru mempunyai NUPTK mencapai sekitar 3,264 juta orang. Sementara guru tidak memiliki NUPTK berkisar 1,127 juta orang.
Jumlah guru berstatus ASN saat ini mencapai sekitar 1,786 juta orang, guru/pendidik tidak tetap yayasan 927.428 orang, guru/pendidik tidak tetap provinsi 20.015 orang, guru/pendidik tidak tetap kabupaten/kota 215.467 orang, guru bantu pusat 3.085 orang, dan guru honor sekolah 1,07 juta orang.
"Sekolah negeri ataupun swasta di wilayah terluar dan pinggiran umumnya banyak memiliki guru honorer belum memiliki NUPTK. Sekolah dengan kondisi seperti itu juga mengandalkan dana BOS untuk operasional," ujar dia.
Substansi persyaratan wajib lain yang dikritik adalah belum mempunyai sertifikat pendidik. Satriwan mengatakan, di lapangan, sejumlah guru honorer telah mengantongi sertifikat pendidik. Jika ketentuan itu dipaksakan, dia memandang akan muncul potensi praktik kepala sekolah memungut iuran dari orangtua murid untuk membayar gaji guru honorer.
Berangkat dari potensi masalah tersebut, dia mengatakan, FSGI menyarankan agar pemerintah meneruskan kebijakan pengangkatan status guru honorer menjadi aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) melalui mekanisme seleksi. Hanya saja, dia berharap agar guru honorer yang lulus seleksi segera diangkat dan menerima surat keputusan pengangkatan.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim mengemukakan, permasalahan implementasi dana BOS selama ini adalah 85 persen digunakan untuk operasional sekolah dan hanya 15 persen yang dipakai membayar guru honorer. Akan tetapi, ketika angka 15 persen tersebut digeser menjadi 50 persen untuk membayar gaji guru honorer, maka kekhawatirannya adalah porsi 85 persen akan bergeser.
Kepala Sekolah SMA Negeri 10 Bandung Ade Suryaman, saat dihubungi terpisah, menyebutkan, jumlah guru dan tenaga administrasi sekolah non ASN mencapai 52 orang. Besaran honor mereka disesuaikan berdasarkan peraturan dan kebijakan dinas pendidikan setempat.
"Keberadaan Permendikbud No 8/2020 diharapkan mengurangi beban anggaran untuk honor," katanya.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Harris Iskandar, dalam acara Bincang Sore bersama Kemendikbud, Rabu (12/2/2020), di kantor Kemendikbud, Jakarta, menegaskan, keputusan pemerintah menaikkan batas maksimal pembayaran gaji guru honorer menjadi 50 persen dari total dana BOS telah dikaji secara cermat. Hingga sekarang, solusi final untuk mengatasi persoalan kesejahteraan guru honorer belum keluar. Sementara saat bersamaan, kegiatan belajar-mengajar terus berjalan.
Pada saat bersamaan, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menekankan, dalam 100 hari kepemimpinannya, Kemendikbud dibawa untuk "memerdekan" ekosistem belajar-mengajar, baru kemudian masuk ke perbaikan ke sumber daya manusia. Alasannya, masuk dan merumuskan kebijakan langsung ke sumber daya manusia membutuhkan waktu lebih panjang.
"Arenanya dulu disehatkan, baru kami memasukkan sumber daya manusia dalam penyusunan kebijakan baru berikutnya. Kami harus benar-benar merumuskan secara matang langkah untuk perbaikan kualitas guru dan penyempurnaan kurikulum. Oleh karena itu, kami tidak bisa memburu-buru mengeluarkan kebijakan," ujar Nadiem.