Melegakan sekali, dalam satu hari ada dua tulisan dari pengamat tangguh dan terdidik di harian Kompas (Kamis, 23/1/2020). Di halaman 1 oleh Azyumardi Azra tentang ”Halusinasi Disruptif” dan di halaman 7 oleh Achmad Munjit tentang ”Raja Gadungan dan Masyarakat Sakit”.
Sebagai anggota masyarakat, sebenarnya saya hampir sakit dicekoki oleh impian indah yang halusinatif. Ternyata para ahlinya malah menyebut tidak hanya halusinatif, tetapi juga untuk masyarakat luas (setidaknya persepsi saya) sangat disruptif, mengganggu, serta memutuskan tata dan ulah pikir normal.
Sejarah, sebagai cerminan kebijakan masa lalu, memang perlu untuk pemetaan masa depan alur pikir masa yang panjang. Akan tetapi, hendaknya dipergunakan dengan keanggunan dan kebenaran berperspektif dan dengan nurani pembelajaran.
Pada hakikatnya, masa lalu, masa kini, dan masa esok terangkai. Setiap masa dipengaruhi oleh kebijakan masa lalu dan hukum timbal balik pengaruh, yang sangat menentukan kadar masa depan.
Kita sudah berniat hidup dalam setting suatu negara masa kini yang berhukum dan bertujuan luhur bagi rakyat banyak. Semestinya hal ini tidak boleh diricuhi lagi oleh impian sesaat. Kata ”sesaat” ini saya sarikan dari kedua sari-pokok tulisan tersebut.
Bambang Hidayat
Pasirmuncang, Dago Giri, Bandung
Tanggapan BRI
Terkait dengan surat pembaca harian Kompas berjudul ”Pembobolan Rekening” yang dipublikasikan pada 14 Februari 2020, Bank BRI menyampaikan hak jawab dengan keterangan sebagai berikut:
1. Bank BRI telah menerima dan menindaklanjuti pengaduan nasabah atas nama Siti Nurlaelly dengan nomor pengaduan 25612965. Bank BRI telah melakukan investigasi dan menyelesaikan permasalahan dimaksud bersama nasabah pada 14 Februari 2020.
2. Kami terus mengimbau seluruh nasabah Bank BRI untuk senantiasa berhati-hati dalam melakukan transaksi perbankan dengan tetap menjaga kerahasiaan data perbankan nasabah dengan tidak membagikan informasi apa pun kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Bank BRI dan melakukan penggantian pin secara berkala.
Amam Sukriyanto
Corporate Secretary Bank BRI
Kartu Lansia Transjakarta
Sejak masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, Transjakarta mengeluarkan kartu gratis untuk penduduk DKI usia lanjut (60 tahun ke atas).
Layanan itu sangat simpatik dan saya sudah beberapa tahun menggunakannya. Beberapa waktu lalu kartu saya itu sangat ”lemot” dan akhirnya tidak bisa lagi dipakai. Mungkin cipnya sudah uzur, tidak bisa lagi membaca.
Kamis, 12 Desember 2019, saya laporkan hal ini ke kantor Transjakarta di Cawang. Saya diberi resi tanda terima (64278). Katanya, dengan resi itu masih bisa naik Transjakarta secara gratis. Tinggal melapor setiap naik dan turun di halte kepada petugas. Cara yang merepotkan sekali, apalagi pada jam-jam sibuk.
Menurut petugas Transjakarta di kantor Cawang, kartu pengganti baru bisa diberikan setelah 6-8 bulan kemudian. Itu berarti selama lebih dari setengah tahun saya harus menggunakan resi setiap kali naik Transjakarta.
Mengapa penggantian kartu itu memakan waktu berbulan-bulan? Apakah kartu atau cip dipesan di luar negeri?
Asvi Warman Adam
Widya Graha LIPI
Jalan Gatos Subroto 10,
Jakarta12710