Dua tersangka lainnya adalah perempuan berinisial RM (54) yang pernah divonis penjara tiga tahun terkait perkara aborsi di Pondok Kelapa Jakarta Timur tahun 2006 dan S alias I yang pada 2016 ditangkap karena kasus sama.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para tersangka kasus praktik aborsi ilegal di Paseban, Jakarta Pusat, tidak bekerja sendiri. Dari hasil pendalaman kepolisian, ada kemungkinan jumlah tersangka bisa bertambah.
Kepolisian hingga Sabtu (15/2/2020) masih mendalami keterangan para tersangka kasus praktik aborsi ilegal di Paseban. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, ada informasi yang menyebutkan lokasi aborsi di Paseban tersebut tidak hanya digunakan oleh tersangka berinisial MM alias dokter A (46) dan dua rekannya.
Dalam kurun tiga bulan terakhir sebelum ditangkap, dokter A merasa kurang sehat sehingga digantikan oleh sejumlah dokter lain. Dokter A juga bermitra dengan sekitar 50 bidan dan 100 calo di sekitar Jalan Raya Paseban dan Jalan Raden Saleh.
”Kami akan mendalami lagi adanya kemungkinan informasi bahwa ada dokter lain yang menumpang untuk aborsi di tempat itu. Ada beberapa bidan lain yang juga menumpang aborsi di situ. Ini masih kami dalami,” kata Yusri saat dihubungi dari Jakarta.
Sejauh ini, polisi baru menetapkan tiga tersangka, termasuk dokter A. Dua tersangka lainnya adalah perempuan berinisial RM (54) yang pernah divonis penjara tiga tahun terkait perkara aborsi di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, tahun 2006, dan S alias I yang pada 2016 ditangkap karena terlibat praktik aborsi ilegal dokter A dan divonis dua tahun penjara.
Yusri mengatakan, sudah ada enam saksi yang diperiksa polisi terkait kasus tersebut. Selanjutnya, polisi akan memanggil lagi saksi ahli, yaitu ahli kesehatan. Selain itu, pemilik rumah tempat digunakannya praktik aborsi itu menurut rencana juga akan dipanggil untuk dimintai keterangan. Surat pemanggilannya sudah dilayangkan.
Yusri menolak memberikan keterangan lebih jauh terkait bagaimana cara para pelaku menangani jasad janin yang mereka gugurkan. Selama ini, modus yang biasa dilakukan saat aborsi adalah membuang jasad janin ke dalam septic tank.
”Itu teknis polisi. Nanti kalau dapat jasadnya di mana, baru kami informasikan. Kalau bagaimana cara mereka (menangani jasad janin), itu pelan-pelan. Masih didalami,” katanya.
Kendati demikian, Yusri menyampaikan, kepolisian berkomitmen mengusut tuntas kasus ini. Para pelaku juga bakal dikenai pasal berlapis agar tidak kembali mengulangi perbuatannya.
”Mungkin setelah digerebek, (pelaku) yang lain tiarap. Namun, kami tidak akan berhenti. Terus-terusan akan kami tangkap, akan terus kami kejar,” ucapnya.
Berkali-kali digerebek
Suasana di tempat kejadian perkara di klinik Jalan Paseban Raya 61, Jakarta Pusat, pada Sabtu (15/2/2020) siang sepi. Pintu gerbang rumah terkunci dan dipasangi pita garis polisi. Tidak ada aktivitas olah tempat kejadian perkara oleh polisi. Menurut warga sekitar, tempat itu sudah berkali-kali digerebek.
Warga di sekitar tempat kejadian, Casmar (56), menceritakan, lima tahun lalu rumah tersebut juga pernah digerebek polisi karena kasus aborsi. Setelah beberapa tahun berlalu dan garis polisi dibuka, tempat tersebut kembali menjadi lokasi praktik aborsi.
”Sempat curiga karena dulu juga pernah digerebek,” ujarnya.
Menurut Casmar, sebelum digerebek, rumah tempat aborsi itu ramai didatangi perempuan paruh baya yang diantar beberapa orang. Biasanya rumah itu ramai ketika sore hari.
Hal senada disampaikan warga lain, Feri (44), yang semula sudah menaruh curiga rumah tersebut kembali menjadi lokasi untuk aborsi. Masyarakat sekitar, diakuinya, juga kurang peduli karena rata-rata merupakan pendatang.
”Dulu tahun 2000-an rumah itu memang sebuah klinik, tetapi sudah lama tidak beroperasi lagi,” kata Feri.
Dihubungi secara terpisah, kriminolog dari Universitas Indonesia, Josius Simon, mendesak pihak kepolisian untuk mengungkap tuntas kasus aborsi ilegal tersebut. Ia meyakini pelaku bergerak dalam jaringan sehingga besar kemungkinan ada pelaku yang belum terdeteksi.
Menurut Simon, wilayah Cikini, Jakarta Pusat, sejak dulu memang dikenal sebagai tempat aborsi. Oleh sebab itu, pengawasan di daerah sana diperketat. Apabila ada kasus serupa kembali terungkap, artinya permintaan terhadap jasa aborsi masih cukup tinggi.