Bersatu Hadapi Kanker pada Anak
Kanker merupakan penyebab utama kematian pada anak dan remaja di dunia. Sayangnya, deteksi dini kanker pada anak masih sulit dilakukan.
Kanker merupakan kata yang menakutkan sekaligus mematikan. Kanker identik dengan rasa sakit, sulit diobati, bahkan berelasi erat dengan kematian. Selain itu, biaya pengobatannya sangat besar.
Mereka yang telah dewasa saja akan mengalami masa-masa sangat berat jika harus menderita kanker, terlebih anak-anak. Parahnya, kanker merupakan penyebab utama kematian pada anak dan remaja di dunia. Sayang, deteksi dini kanker pada anak masih sulit dilakukan.
Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel atau jaringan yang tidak terkendali karena dapat bertumbuh dengan cepat. Sel kanker dapat menyusup ke jaringan sekitar dan dapat membentuk anak sebar.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan, kasus kanker akan meningkat 81 persen di negara berpenghasilan rendah dan menengah pada 2040 karena kurangnya investasi dalam pencegahan dan perawatan.
Kanker adalah penyakit yang sulit disembuhkan, bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak. Menurut WHO, kanker adalah penyebab utama kematian bagi anak-anak dan remaja di seluruh dunia, di mana sekitar 300.000 anak berusia 0 hingga 19 tahun didiagnosis menderita kanker setiap tahun.
Kanker menyerang anak berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Menurut Sistem Registrasi Kanker di Indonesia (SriKanDI) tahun 2005-2007, perkiraan angka kejadian kanker anak (0-17 tahun) sebesar 9 per 100.000 anak, atau di antara 100.000 anak terdapat 9 anak yang menderita kanker.
Pada anak usia 0-5 tahun, angka kejadiannya lebih tinggi, yaitu 18 per 100.000 anak, sedangkan pada usia 5-14 tahun angkanya 10 per 100.000 anak. Sementara menurut data dari Kementerian Kesehatan, prevalensi kanker pada anak meningkat pada 2018. Prevalensi kanker pada usia 5-14 tahun mencapai 0,31, naik dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya 0,1.
Berbeda dengan kanker pada orang dewasa, kanker pada anak lebih sulit dideteksi karena anak-anak pada umumnya belum mampu mengemukakan apa yang dirasakan.
Dari berbagai jenis kanker yang ada, kanker yang kerap menyerang anak-anak biasanya kanker darah (leukemia), retinoblastoma, osteosarkoma, neuroblastoma, limfoma maligna, dan karsinoma nasofaring. Faktor risiko dan penyebab kanker pada anak diduga merupakan interaksi dari empat faktor, yaitu genetik, zat kimia, virus, dan radiasi.
Parahnya, rumah sakit rujukan untuk anak juga masih terbatas. Berdasarkan data Komite Penanggulangan Kanker Nasional, tercatat hanya 14 rumah sakit yang menjadi rujukan perawatan kanker anak. Merujuk data Kementerian Kesehatan, total jumlah rumah sakit khusus dan umum sekarang ini mencapai 2.813 rumah sakit.
Praktis, rumah sakit yang menjadi rujukan perawatan kanker anak kurang dari 1 persen saja. Padahal, semakin cepat diagnosis penyakit ditegakkan, semakin cepat proses pengobatan dapat dilakukan terhadap anak dengan kanker.
Sarana dan tenaga medis
Selain kurangnya pengetahuan orangtua mengenai gejala dini kanker anak, keterbatasan jumlah dokter dan rumah sakit sering kali menjadi salah satu faktor keterlambatan penanganan pasien kanker anak. Ditambah lagi sistem rujukan berjenjang dengan BPJS Kesehatan yang memperpanjang proses penanganan.
Perawatan dan peralatan medis penunjang pemeriksaan kanker, seperti laboratorium, radioterapi, CT scan, dan magnetic resonance imaging, juga belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Jika ada, pasien masih harus menunggu dalam waktu lama untuk mendapatkan giliran perawatan.
Akibatnya, pasien sering kali mendapati diagnosis yang kurang akurat, terapi yang sulit diakses, pengabaian terhadap pengobatan, kematian akibat efek samping pengobatan, dan kekambuhan dalam waktu yang cepat.
Padahal, di lingkup dunia, WHO berupaya membangun kesadaran pemerintah negara-negara di dunia untuk lebih peduli pada anak dengan kanker.
Pada tahun 2018, WHO meluncurkan Inisiatif Global untuk Kanker Anak dengan mitra untuk memberikan kepemimpinan dan bantuan teknis guna mendukung pemerintah dalam membangun dan mempertahankan program kanker anak berkualitas tinggi.
Tujuannya untuk mencapai setidaknya 60 persen kelangsungan hidup untuk semua anak dengan kanker secara global pada tahun 2030. Ini mewakili dua kali lipat perkiraan angka kesembuhan saat ini dan akan menyelamatkan satu juta jiwa tambahan selama dekade berikutnya.
Inisiatif ini merupakan bagian dari implementasi resolusi dan pencegahan kanker resolusi Majelis Kesehatan Dunia melalui Pendekatan Terpadu (WHA70.12), yang mendesak pemerintah dan WHO untuk mempercepat tindakan guna mencapai target yang ditentukan dalam Rencana Aksi Global dan 2030 Agenda PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan untuk mengurangi kematian dini akibat kanker.
Pemerintah perlu melakukan percepatan dalam mendorong peningkatan kualitas perawatan yang berkelanjutan bagi anak dengan kanker. Selain itu, diperlukan juga adanya Sistem Data Kanker Anak yang tentu akan sangat membantu pemerintah dalam penyusunan kebijakan terkait anak dengan kanker.
Penanganan khusus
Penemuan dini kasus kanker anak merupakan kunci keberhasilan pengendalian kanker pada anak. Baik orang tua maupun petugas kesehatan diharapkan dapat mendiagnosis kanker pada stadium awal sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut. Diagnosis dini meningkatkan kelangsungan hidup pada banyak jenis kanker.
Salah satu aktivitas yang mudah dilakukan orangtua untuk mewaspadai kanker pada anak dengan skrining tubuh anak pada saat tidur bersama atau mandi bersama. Apabila ada hal-hal yang dicurigai, orangtua harus segera membawa anak ke fasilitas kesehatan untuk mengonfirmasi kondisi kesehatan anak.
Bagi penderita kanker, khususnya anak-anak, menanggulangi penyakit dan menjalani pengobatannya bukan hal yang mudah. Pengobatan kanker pascaoperasi biasanya diikuti kemoterapi, radiasi, maupun obat-obatan yang diberikan secara oral.
Pengobatan kemoterapi dan radiasi yang berkelanjutan pada anak dengan kanker, selain sebagai terapi, juga menyebabkan berbagai efek samping. Dampak dari pengobatan tersebut berpengaruh terhadap kualitas hidup anak, seperti mengganggu fungsi fisik, emosi, sosial, psikologis, aktivitas sekolah, dan kognitif hingga tumbuh kembang anak.
Pada akhirnya, selain penanganan secara medis seperti halnya yang dilakukan pada orang dewasa, anak dengan kanker harus mendapatkan pendampingan secara khusus. Pendampingan psikologis dan sosial menjadi kebutuhan anak dengan kanker serta keluarganya.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup pada anak dengan menyediakan kesempatan bagi anak untuk tetap belajar dan saling berinteraksi. Dukungan bagi keluarga dari anak dengan kanker juga sangat penting karena mereka merupakan support system terdepan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup pada anak dengan menyediakan kesempatan bagi anak untuk tetap belajar dan saling berinteraksi.
Bantuan psikologis dan sosial bagi anak dengan kanker serta keluarganya hingga kini masih lebih banyak dilakukan oleh lembaga atau yayasan di luar pemerintah, seperti Yayasan Onkologi Anak Indonesia dan Yayasan Pita Kuning.
Yayasan Onkologi Anak Indonesia telah menangani dan memberikan bantuan kepada lebih kurang 1.763 pasien kanker anak di seluruh Indonesia yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Sementara Yayasan Pita Kuning lebih fokus pada biaya nonmedis yang harus ditanggung keluarga, seperti biaya transportasi untuk menjangkau rumah sakit serta tempat tinggal selama menanti proses pengobatan anak dengan kanker berlangsung.
Dukungan psikososial sangat dibutuhkan oleh anak dengan kanker dan keluarganya yang menjalani perawatan paliatif. Perawatan paliatif adalah pelayanan kepada pasien yang penyakitnya sudah tidak bereaksi terhadap pengobatan atau tidak dapat disembuhkan secara medis. (LITBANG KOMPAS)