”Terlahirnya” Kento Momota, tunggal putra bulu tangkis nomor satu dunia asal Jepang, ternyata tidak terlepas dari jasa para guru-guru ”impor” asal Indonesia. Fakta ini terungkap dalam kunjungan ke Futaba Future School.
Oleh
M IKHSAN MAHAR dari Futaba, Jepang
·5 menit baca
Waktu menunjukkan pukul 10.45 pada Jumat (7/2/2020). Udara dingin sekitar 7 derajat celsius menyelimuti Futaba Future School. Tidak seperti sekolah di Indonesia yang dari kejauhan terdengar sayup-sayup suara para siswa, sekolah yang berada di Kota Hirono, Prefektur Fukushima, Jepang, itu tetap sunyi seperti hari libur.
Halaman sekolah itu kosong. Hanya semilir angin menerpa tembok yang terdengar. Lorong sekolah pun tenang. Kepastian bahwa sekolah itu tengah melaksanakan kegiatan belajar mengajar bisa dilihat dari sejumlah sepatu siswa yang tersimpan di rak sepatu dekat pintu utama gedung utama sekolah. Para siswa harus mengganti sepatunya dengan alas kaki yang hanya khusus digunakan di ruang kelas dan fasilitas lain di sekolah itu.
Pada hari itu, puluhan siswa dan siswi melakukan kegiatan olahraga. Sebagian siswa bermain bola basket di arena basket dalam ruangan yang memiliki empat lapangan berstandar internasional.
Ketika Kompas menghampiri dan melihat aksi mereka dalam rangka program Jenesys (Pertukaran Pelajar dan Pemuda Jejaring Jepang-Asia Timur), setiap guru dan siswa yang melihat kedatangan kami dengan senyum ramah mengucapkan kalimat ”Selamat pagi”. Padahal, tidak ada wajah Melayu di dalam aula itu.
Kemudian, kami berpindah ke arena bulu tangkis dalam ruangan yang memiliki delapan lapangan bulu tangkis. Pengalaman serupa pun dialami. Sambutan khas bahasa Indonesia itu terasa hal yang biasa di Futaba Future School.
Rasa penasaran terjawab ketika melihat di lapangan tujuh dan delapan yang terlihat dua wajah dan perawakan mirip orang Indonesia. Ketika itu, kedua pria itu tengah memberikan materi latihan kepada para pemain tunggal putra dan tunggal putri di dua lapangan berbeda.
Kedua pelatih itu bernama Stefanus Ricky Kristyawan dan Antar Kurnia. Mereka adalah warga Indonesia yang ”diimpor” langsung oleh sekolah itu untuk melatih tim bulu tangkis setempat.
Ricky datang lebih dulu ke ”Negeri Sakura” pada 2013. Ia ditawari melatih di Jepang setelah pimpinan tim bulu tangkis sekolah itu melihat aksi anak-anaknya pada kejuaraan junior di Surabaya, Jawa Timur.
Adapun Antar hijrah ke Jepang pada 2017. Kedatangannya di negara itu diawali tawaran ketika masih melatih di Arena Taufik Hidayat di Cibubur, Jakarta. Kehadiran pemain junior Jepang untuk berlatih di kamp latihan bulu tangkis yang dimiliki peraih emas Olimpiade 2004 itu membuka jalan bagi Antar mendapatkan tawaran melatih di Futaba Future School.
Kento Momota
Futaba Fututre School resmi beroperasi pada 2015. Sekolah itu merupakan hasil penggabungan lima sekolah menengah di Kota Iwaki, Prefektur Fukushima. Penyatuan itu dilakukan karena gedung dan fasilitas sekolah sebelumnya terdampak bencana gempa, tsunami, dan kebocoran reaktor nuklir di Fukushima, 3 Maret 2011.
Selain itu, penggabungan itu didasari kurangnya jumlah murid karena sebagian masyarakat harus mengungsi untuk menghindari radiasi reaktor nuklir. Salah satu sekolah yang dilebur itu adalah Tomioka High School.
Sejak awal 2000, Tomioka dikenal sebagai salah satu sekolah di Jepang yang memiliki kurikulum pembinaan atlet terbaik di Jepang. Pebulu tangkis nomor satu dunia asal Jepang, Kento Momota, adalah lulusan Tomioka High School.
Atas dasar itu, pemerintah setempat mempertahankan kurikulum yang selama ini digunakan Tomioka. Bagi siswa sekolah menengah pertama (SMP), olahraga merupakan sebuah ekstrakurikuler yang berdurasi tiga jam per hari.
Sementara itu, di tingkat sekolah menengah atas (SMA), olahraga adalah salah satu cabang peminatan yang bisa dipilih siswa sebagai materi pelajaran wajib. Di jenjang itu, olahraga memiliki porsi pelajaran empat jam setiap hari.
”Ketika di bangku SMA, para siswa ditekankan untuk memberikan kontribusi kepada komunitas di sekitar sekolah. Bagi para calon atlet, bentuk kontribusinya bisa melalui prestasi dan melatih masyarakat untuk memahami olahraga yang mereka tekuni,” ujar Wakil Kepala Sekolah Futaba Future School Ippei Nango.
Selain metode Tomioka yang dipertahankan, Futaba Future School juga melanjutkan tradisi mendatangkan pelatih bulu tangkis dari Indonesia. Ricky dan Antar adalah deretan pelatih terakhir asal Indonesia di Futaba Future School.
Pada awal 2000-an, Nunung Wibiyanto menjadi pembuka tradisi itu. Setelah Nunung, giliran Imam Tohari yang menjadi pelatih kepala klub bulu tangkis sekolah itu. Nunung dan Imam adalah dua pelatih yang mendidik Momota selama enam tahun menghabiskan masa sekolah menengahnya.
Belajar dari Indonesia
Pembina klub bulu tangkis Futaba Future School, Saito Wataru, mengungkapkan, Momota masuk ke sekolah itu pada 2007. Ketika itu, Nunung dan Imam, tambah Saito, mencium bakat luar biasa yang dimiliki Momota meskipun saat itu kondisi fisiknya belum baik.
Menurut Saito, bulu tangkis Indonesia adalah model panutan yang menjadi acuan Jepang. Indonesia, katanya, memiliki berbagai macam teknik permainan bulu tangkis yang membuat setiap pemain bisa berprestasi dan menarik disaksikan.
Ia pun menuturkan, keberhasilan pembinaan Momota adalah pembuktian bahwa Jepang masih perlu banyak belajar model pembinaan dari Indonesia.
Ricky mengatakan, dirinya memang menerapkan metode latihan ala Indonesia kepada para calon pebulu tangkis Jepang. Berbagai teknik yang diajarkan di Indonesia ketika ia masih bermain untuk klub PB Tangkas juga diberikan kepada siswa di Futaba Future School.
Sejak melatih pada 2013, sejumlah anak asuh Ricky telah menembus level elite persaingan bulu tangkis dunia, seperti Yuta Watanabe, Yugo Kobayashi, dan Aya Ohori.
Antar mengatakan, komitmen dan tekad tinggi anak-anak Jepang membuat bulu tangkis negeri ”Matahari Terbit” bisa berkembang pesat dalam lima tahun terakhir. Ia mengungkapkan, tidak ada satu pun siswa yang mengeluh dan menyerah ketika diberikan setiap metode latihan.
”Ketika kami meninggalkan mereka di sela-sela program latihan, tidak ada siswa yang berhenti dan beristirahat ketika pelatihnya menghilang di sekitar mereka. Untuk sekadar minum dan ke toilet, mereka juga menunggu instruksi para pelatih,” kata Antar.
Sekolah masa depan
Futaba Future School membuktikan bahwa perpaduan metode latihan yang tepat dengan komitmen meraih keberhasilan yang kuat adalah kunci hadirnya atlet-atlet berprestasi. Sesuai namanya, yang memiliki embel-embel ”sekolah masa depan”, Futuba telah melahirkan banyak pebulu tangkis hebat asal Jepang, tidak hanya Momota.
Selain Momota, Watanabe, Kobayashi, dan Ohori, sekolah itu juga telah menghadirkan pebulu tangkis lain yang mengharumkan nama Jepang dan telah menembus 40 besar dunia, misalnya Arisa Higashino, Takuro Hoki, Yugo Kobayashi, serta Saena Kawakami.
Ya, berada di Futaba seperti menyaksikan aura kegemilangan bulu tangkis Jepang di masa mendatang. Waspadalah, Indonesia!