Suka-suka di Atas Sepatu Roda
Olahraga sepatu roda yang dulu tren pada era 1990-an, kini kembali digemari anak-anak muda.
Tidak mudah rupanya meluncur naik turun maju mundur di ”lembah pendek” atau skate ramp. Setelah terjatuh 2-3 kali, Rucira Dewinta akhirnya berhasil meluncur mundur dengan mulus. ”Yay! Bisa!” teriak Rucira riang. Sejak satu tahun terakhir, ia giat bersepatu roda dan bergabung dalam komunitas RAD Supersonic.
Hari itu, Rucira ditemani dua temannya, Jheffry Swid dan Marina Tasha, berlatih. Mereka terus memberi semangat agar Rucira bisa meluncur di lembah pendek itu.
Olahraga sepatu roda dengan empat roda 3-4 tahun terakhir kembali tren di Bandung, Jakarta, dan beberapa kota lainnya. Di Jakarta, ada komunitas sepatu roda RAD Supersonic yang didirikan Tasha pada 2018. Awalnya, ia iseng-iseng bermain sepatu roda bersama temannya.
”Akhirnya saya ketemu salah satu atlet sepatu roda dari Bandung. Saya ajak dia ke Jakarta untuk melatih saya dan teman-teman,” kata Tasha ketika ditemui di Blok M Square, Jumat (7/2/2020) malam.
Sampai saat ini ada 35 orang yang bergabung dalam RAD Supersonic dengan rata-rata usia 21-44 tahun. Ada yang berprofesi sebagai mahasiswa, musisi, perancang busana, dan karyawan lain. Mereka biasa latihan bersama setelah jam kantor atau pukul 19.00 WIB. Latihan dan kursus sepatu roda itu dilakukan pada Rabu, Kamis, dan Minggu. Selain di Blok M, terkadang latihan bersama dilakukan di Gelora Bung Karno (GBK) setiap Sabtu pagi.
Sepatu roda bukan permainan baru di Indonesia. Permainan yang dibawa masuk ke Indonesia oleh kalangan kelas atas Belanda itu pernah tenar pada era 1970-an. Bahkan, tahun 1977 pernah diadakan lomba sepatu roda dalam rangka hari ulang tahun Jakarta. Sampai tahun 1980 terbentuk 19 klub sepatu roda dan skateboard di Jakarta. Ketenaran sepatu roda saat itu sempat diangkat dalam film berjudul Olga dan Sepatu Roda (1991). Memasuki pertengahan 1990-an, tren sepatu roda perlahan pudar dan tenggelam.
Belakangan, olahraga sepatu roda mulai digemari lagi. Di Jakarta, para penggemar sepatu roda yang bernaung di bawah komunitas RAD Supersonic kerap beraktivitas di kawasan Gelora Bung Karno (GBK). Namun, mereka mesti kucing-kucingan dengan petugas satpam GBK. ”Kami sering diusir waktu main sepatu roda di GBK. Kami sudah main di tempat sepi, tetapi tetap diusir sama petugas satpam karena katanya kami enggak bayar dan enggak sewa. Pokoknya,” kata Tasha menceritakan kesulitan komunitasnya menemukan tempat untuk latihan sepatu roda.
Dikejar petugas satpam
Untuk meningkatkan animo bersepatu roda, RAD Supersonic rutin membuka kelas pelatihan di area Blok M Square, Jakarta. Dengan harga Rp 120.000 per kegiatan di kelas, siapa saja bisa ikut bermain dan belajar menggunakan sepatu roda. Kalau tidak membawa sepatu roda sendiri, RAD Supersonic menyewakan sepatu roda dengan harga Rp 30.000.
Khusus pada Minggu, RAD Supersonic membuka kelas di GBK untuk anak-anak pada pukul 14.00. Namun, lagi-lagi yang menjadi kendala utama adalah terbatasnya ruang untuk dapat bermain dan belajar. Tasha mengungkapkan, pernah sekali waktu, ia sampai diteriaki petugas satpam dengan pengeras suara karena bermain sepatu roda di dalam area GBK. Kemudian, area bermain pindah ke lapangan parkir dengan area yang sangat sempit dan terbatas.
”Waktu itu pernah tabrakan sama pengguna sepeda di GBK. Kan jadi tontonan banyak orang, tapi tetap yang disalahkan pengguna sepatu roda karena kami tidak membayar sewa, sementara (komunitas) kan bayar,” kata Tasha.
Selain membuat pelatihan, RAD Supersonic kerap mengisi acara bertema disko. RAD Supersonic bahkan pernah menggelar kegiatan Dansa Sepatu Roda yang diadakan di Kaum Jakarta, Sabtu (1/2/2020) lalu.
”Kami rencananya juga ikut serta di acara ulang tahun Plaza Indonesia, terus biasanya kami bantu-bantu mengajar komunitas-komunitas sepatu roda baru yang lainnya,” kata Tasha.
RAD Supersonic menjadi pelopor berdirinya komunitas-komunitas sepatu roda lain di Jakarta. Salah satunya, komunitas sepatu roda baru bernama Magic Roller Squad. Kelas pelatihan sepatu roda pun biasanya diadakan pada waktu yang bersamaan agar lebih banyak yang orang yang datang dan turut serta berolahraga bersama.
Di Jakarta, masih terbilang sulit untuk membeli dan mencari perlengkapan sepatu roda, seperti sepatu, pelindung lutut, dan helm. Tasha membuka toko daring di Instagram yang menyediakan alat-alat untuk bersepatu roda bernama Skate Lovers Shop. ”Untuk harga sepatu roda itu rata-rata Rp 1,5 juta yang biasa, tetapi banyak sepatu roda yang harganya sampai belasan juta juga,” ujarnya.
Berawal dari rasa penasaran dan ketertarikan melihat teman-temannya bermain sepatu roda, Hana, salah satu anggota komunitas Magic Roller Squad yang berprofesi sebagai penyusun konten video di salah satu rumah makan di Jakarta, mulai menekuni hobi sepatu roda sejak November 2019.
”Kami memang beda grup, tapi kalau ada acara ataupun main sepatu roda bareng, kita biasanya gabung. Terakhir acara Roller Disco di Kaum Jakarta,” kata Hana.
Bermain sepatu roda bukanlah hal gampang. Hana berungkali terjatuh dan harus belajar dari dasar. Namun, di balik itu, ia memilki pengalaman menarik saat bermain sepatu roda bersama teman-temannya. Sewaktu di Kebun Raya Bogor, ia dan temannya sedang berekreasi sambil berkeliling menggunakan sepatu roda. Ketika sedang berkeliling, banyak pengunjung yang memperhatikan mereka bermain dari dalam mobil. Mereka pun akhirnya tertawa-tawa dan merasa seolah ada yang aneh saat mereka sedang bermain sepatu roda.
”Itu waktu di Kebun Raya Bogor, mungkin karena sepatu kami warnanya terang-terang dan mengilat banyak yang ngelihatin dari dalam mobil. Jadi kami ngerasa malah kaya di Taman Safari, ya udah aja kami sama-sama niruin suara binatang-binatang ha-ha-ha,” cerita Hana.
Jheffry, salah satu co-founder RAD Supersonic yang juga merupakan anggota komunitas ini, aktif bermain sepatu roda sejak April 2019. Karena sang istri, Tasha, hobi bermain sepatu roda, Jheffry yang awalnya hobi bermain skateboard malah jadi ikut-ikutan. ”Main sepatu roda itu susah banget, bahkan gua awal-awal harus merangkak, tetapi buat gua sebenarnya enggak butuh lama ketika udah ada feeling-nya,” kata Jheffry.
Alasannya bermain sepatu roda karena bentuknya klasik dan tidak seperti sepatu inline yang lebih kekinian, jadi ia merasa lebih leluasa mengeksplor gerakan-gerakan yang ia suka. Jheffry menjelaskan, sepatu roda sendiri memiliki 4 klasifikasi, yakni skatepark, rekreasi, derby, dan disko.
”Jadi, biasanya sepatu roda itu dipakai tergantung kebutuhannya. Misalnya untuk santai yang tipe rekreasi, yang derby itu buat olahraga derby, dan disko biasanya buat dance dan hiburan. Biasanya yang udah jago bisa makai semua sepatunya,” kata Jheffry. (*)