BPKP Sultra Temukan Indikasi Kerugian Negara pada Desa Bermasalah
›
BPKP Sultra Temukan Indikasi...
Iklan
BPKP Sultra Temukan Indikasi Kerugian Negara pada Desa Bermasalah
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Sulawesi Tenggara menemukan indikasi kuat penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara saat mengaudit anggaran desa bermasalah di Konawe.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Sulawesi Tenggara menemukan indikasi kuat penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara saat mengaudit anggaran desa bermasalah di Konawe. Meski demikian, kepolisian belum menetapkan tersangka.
Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Sultra, Leo Lendra, menjelaskan, audit anggaran yang diminta penyidik kepolisian telah selesai dilakukan BPKP Sultra. Audit dilakukan terhadap empat desa yang ada di wilayah Konawe, Sultra, sesuai permintaan dari proses penyidikan di Polda Sultra.
”Dari audit yang kami lakukan tersebut, kami menemukan indikasi penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara. Untuk nilai dan detailnya belum bisa kami sampaikan karena itu wilayah penyidikan,” ujar Leo saat dihubungi dari Kendari, Senin (17/2/2020).
Dari audit yang kami lakukan tersebut, kami menemukan indikasi penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara.
Menurut Leo, pihaknya telah menyampaikan hasil audit tersebut ke pihak penyidik kepolisian. Koordinasi lebih lanjut terus dilakukan untuk kelanjutan penyidikan.
Selain data anggaran, audit tersebut mendengarkan keterangan semua saksi, juga kondisi di lapangan, yang dipelajari, disandingkan, untuk membuat sebuah kronologis utuh. Semua data yang ada tersebut diolah untuk membuat kesimpulan terkait ada atau tidaknya kerugian negara dari dana desa yang dikucurkan selama ini.
”Audit ini hanya untuk empat desa sesuai yang diminta penyidik. Kami masih menunggu permintaan resmi jika audit keseluruhan desa memang ingin dilakukan,” kata Leo.
Audit BPKP Sultra menelaah dan menyisir semua hal di empat desa di Konawe. Desa tersebut adalah Desa Lerehoma di Kecamatan Anggaberi, Desa Napooha dan Arombu Utama di Kecamatan Latoma, dan Desa Wiau di Kecamatan Routa. Kepolisian telah menaikkan status penyelidikan ke penyidikan di empat desa ini sejak Agustus lalu. Kepolisian juga telah mengirimkan surat perintah dimulainya penyidikan yang bersifat umum ke Kejaksaan Tinggi Sultra.
Meski audit telah dilakukan, pihak kepolisian belum menuntaskan berkas penyidikan untuk menetapkan tersangka. Kepala Subdirektorat Bidang Humas Polda Sultra Komisaris Agus Mulyadi menerangkan, kasus dana desa masih dalam proses penyidikan dan belum memutuskan ada atau tidaknya tersangka dari kasus ini. Audit keseluruhan desa rencananya akan dilakukan seiring proses penyidikan.
”Masih menunggu (audit) untuk keseluruhan. Jadi, sampai sekarang prosesnya masih dalam penyidikan dan belum ada tersangka,” kata Agus. Pihak kepolisian, kata Agus, telah memeriksa 57 saksi, termasuk pejabat utama di Konawe dan Pemerintah Provinsi Sultra yang mengetahui pembentukan desa-desa di Konawe. Puluhan saksi telah diperiksa ulang untuk melengkapi penyidikan.
Kasus dana desa di Konawe mencuat sejak Oktober 2019. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, adanya dugaan desa bermasalah dan terus mendapat kucuran dana desa selama bertahun-tahun.
Penelusuran Kompas pada Oktober-November lalu menemukan adanya aturan bermasalah yang menjadi dasar pembentukan 56 desa di Konawe. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 tentang pembentukan 56 desa tersebut tidak pernah dibahas bersama DPRD Konawe tidak terdaftar di badan hukum daerah, tetapi menjadi dasar pendirian desa hingga ke Kementerian Dalam Negeri. Di satu sisi, Perda No 7/2011 tercatat sebagai perda pertanggungjawaban APBD 2010, bukan tentang pembentukan desa.
Sejak 2017, sebanyak 56 desa yang ada dalam aturan tersebut telah mendapatkan dana desa. Perda bermasalah tersebut diatur dan dibuat sedemikian rupa, pada medio 2014-2015, yang dibuat bertanggal mundur menjadi tahun 2011. Sejumlah oknum merencanakan dan membuat aturan agar puluhan desa di Konawe terdaftar di kementerian dan mendapatkan dana desa. Empat desa yang sedang dalam penyidikan kepolisian masuk dalam daftar 56 desa di Perda No 7/2011 yang bodong tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sultra Herman Darmawan menuturkan, pihaknya masih menunggu berkas penyidikan dari kepolisian. ”Kami belum bisa menindaklanjuti jika berkas penyidikan belum ada. Kemarin itu baru SPDP umum,” kata Herman.