Konflik manusia dan satwa liar di Jambi terjadi hampir tiap pekan. Kondisi ini dipicu deforestasi, termasuk di ekosistem Bukit Tigapuluh di Kabupaten Tebo yang menjadi habitat gajah sumatera.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
Konflik manusia dan satwa liar di Jambi terjadi hampir tiap pekan. Kondisi ini dipicu deforestasi, termasuk di ekosistem Bukit Tigapuluh di Kabupaten Tebo yang menjadi habitat gajah sumatera (Elephant maximus sumatranus).
JAMBI, KOMPAS — Menyusutnya hutan habitat satwa liar kian memicu konflik satwa-satwa dilindungi dan manusia. Di Jambi, hampir setiap pekan petugas harus turun tangan menangani persoalan konflik.
Konflik yang terjadi melibatkan harimau sumatera, gajah sumatera, orangutan, beruang madu, buaya muara, sinyulong, serta tapir. ”Hampir setiap pekan kami dapat laporan dari masyarakat. Petugas harus cepat turun ke lapangan agar konflik tak berkepanjangan,” kata Rahmad Saleh, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, Jumat (14/2/2020).
Kasus terbaru pada pekan lalu, petugas kembali mendapatkan laporan seekor gajah jantan dispersal yang menjelajah hingga ke permukiman masyarakat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Gajah yang diduga datang dari ekosistem Bukit Tigapuluh di Kabupaten Tebo itu melintas di jalan raya.
Menurut Rahmad, jalur yang sedang dilintasi gajah merupakan jalur lamanya yang kini telah berubah menjadi permukiman. Perubahan habitat tersebut memicu konflik dengan manusia sekaligus mengancam keselamatan gajah.
Pihaknya mencatat kematian di alam pada 5 gajah betina di Jambi sepanjang 2019. Salah satu kasus, temuan gajah betina tewas dengan dugaan keracunan dalam kawasan konservasi satwa (WCA) salah satu areal hutan tanaman industri di Kabupaten Tebo, Jambi, Mei lalu. Meski berada dalam areal konservasi, pondok-pondok perambah marak ditemukan di sekitar lokasi gajah tewas.
Habitat air
Ancaman habitat tak hanya mengganggu kehidupan satwa di darat, tetapi juga satwa air. Maraknya tambang emas liar dan penggalian pasir telah merusak ekosistem perairan sungai. BKSDA Jambi mendapati ancaman konflik manusia dan buaya muara serta buaya sinyulong. Sepanjang 2019, tercatat 11 kali konflik terjadi, yang berarti hampir setiap bulan terjadi konflik buaya dan manusia.
Rahmad menyebut kehidupan satwa dilindungi di Jambi terancam oleh habitat yang menyempit. Sebagai contoh, satwa-satwa kunci di Ekosistem Bukit Tigapuluh cukup luas tetapi dipadati pula oleh okupasi dan monokultur.
Deforestasi
Berdasarkan catatan Kompas, deforestasi memicu penyusutan populasi satwa dilindungi di ekosistem Bukit Tigapuluh. Sebagai contoh, hingga tahun 1980 masih terdapat sekitar 400 gajah sumatera di wilayah itu. Namun, 30 tahun kemudian, tersisa tak sampai 150 gajah.
Gajah sumatera kini merupakan subspesies gajah di dunia yang masuk kategori paling terpuruk menurut status konservasi. Spesies itu berstatus dilindungi, tetapi berada dalam habitat yang statusnya tidak dilindungi.
Alih fungsi hutan di ekosistem ini mulai drastis terjadi tahun 2010. Sebanyak 61.000 hektar hutan produksi dialihfungsikan menjadi hutan tanaman industri. Alih fungsi berlangsung seiring maraknya perambahan liar yang memantik konflik.
Urista, Kepala Desa Suo-suo, Kecamatan Sumay, membenarkan luasnya lahan yang beralih fungsi untuk monokultur, serta maraknya perambah, telah memicu konflik dengan satwa. Kondisi itu jauh berbeda dari sebelumnya. Penduduk asli setempat pun memiliki kultur berdampingan dan menghormati keberadaan gajah dan harimau.
BKSDA Jambi telah mengusulkan pembangunan kawasan ekosistem esensial (KEE) sebagai habitat satwa seluas 50.000 hektar di Kabupaten Tebo. Namun, 30 persen kondisi kawasan itu pun telah diokupasi untuk budidaya sawit, karet, dan tanaman pangan.
Rencana pembentukan KEE masih harus melalui jalan panjang, misalnya merangkul masyarakat untuk mau hidup berdampingan dengan satwa.
Camat Sumay, Kabupaten Tebo, Ambiar mengatakan, konflik telah meresahkan masyarakat. Rencana pemerintah membangun KEE masih ditunggu seperti apa konsepnya. ”Masyarakat harus dilibatkan. Sehingga, kalau memang nantinya bisa menyelesaikan konflik, tentu kami semua mendukung dukung,” ujarnya.