Penghentian dialog antara Arab Saudi dan Qatar terkait krisis Teluk terjadi karena kedua pihak tidak mencari titik temu yang bisa dan mungkin dapat disepakati.
Oleh
·2 menit baca
Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani mengatakan, Qatar bukan pelaku krisis, tetapi terbuka untuk menyelesaikannya. ”Kami membuktikan hal ini ketika ada peluang pada November 2019. Sayangnya, upaya ini tidak berhasil dan ditunda pada awal Januari 2020,” kata Al-Thani pada Konferensi Keamanan di Muenchen, Jerman, Sabtu (Kompas, 17/2/2020).
Dalam wawancara dengan TV Al Jazeera, Desember 2019, Al-Thani menegaskan, tuduhan bahwa Qatar membantu terorisme terbukti ”tidak memiliki dasar sama sekali”. Oleh karena itu, Qatar tidak akan menawarkan konsesi yang dapat memengaruhi kedaulatan dan mengganggu kebijakan dalam negeri atau luar negeri.
Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik, perdagangan, dan transportasi dengan Qatar pada Juni 2017. Mereka menuduh Doha memberikan dukungan kepada kelompok radikal, termasuk Ikhwanul Muslimin. Qatar juga mencari cara untuk mendekati rival utama Arab Saudi di kawasan, Iran.
Para diplomat menduga tim negosiator Doha ”tidak ingin memperpanjang negosiasi”, sementara Riyadh menginginkan solusi yang mencakup semua negara yang memboikot negosiasi damai. Asisten profesor di King’s College London, Andrea Krieg, menyatakan, Arab Saudi kurang senang karena Qatar minta bukti niat baik sebelum rekonsiliasi dimulai.
Krieg menambahkan, UEA memboikot Qatar sebab dugaan kedekatannya dengan Ikhwanul Muslimin. Arab Saudi ingin mengurangi kedekatan Qatar dan Iran, serta ingin mendekatkan keretakan di antara monarki di kawasan itu, menahan laju pengaruh dan proksi Iran.
Koalisi Saudi awalnya mengajukan 13 tuntutan, antara lain menutup stasiun TV Al Jazeera, menurunkan hubungan dengan Iran, dan menutup pangkalan militer Turki di Qatar. Akibat blokade itu, bisnis Qatar justru menghadapi peningkatan biaya, termasuk penyelesaian proyek terkait dengan Piala Dunia 2022, serta mempersulit perjalanan regional.
Menlu Qatar tidak menjelaskan mengapa pembicaraan ditangguhkan, padahal dalam beberapa bulan terakhir ada tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinan cairnya hubungan antara Arab Saudi dan Qatar. Mengapa pula pengumuman penghentian pembicaraan itu dilakukan di Jerman, bukan di Doha atau di kota lain di Timur Tengah.
Menyikapi proposal damai dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait Palestina-Israel, misalnya, Qatar berbeda pandangan dengan Arab Saudi. Qatar menyambut baik upaya itu, tetapi mengingatkan tak mungkin terlaksana tanpa memberikan konsesi kepada Palestina. Saudi menerima proposal itu. Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman mengusulkan kepindahan ibu kota Palestina ke Abu Dis.