Tim evakuasi korban helikopter MI-17 bertaruh nyawa saat hendak mengevakuasi para korban. Selain harus mendaki, mereka dihadapkan pada dinginnya suhu udara yang mencapai lima derajat celsius.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·6 menit baca
Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal TNI Herman Asaribab didampingi Bupati Pegunungan Bintang, Papua, Constan Oktemka dan Komandan Resor 172/Praja Wira Yakti Kolonel Inf Binsar Sianipar, Senin (10/2/2020), memantau area Pegunungan Puncak Mandala dengan helikopter milik Maskapai Dimonim Air. Herman ingin memastikan informasi dan foto tentang puing-puing helikopter MI-17 milik TNI AD di Puncak Mandala yang ada di media sosial beberapa hari terakhir di Papua.
Helikopter dengan nomor registrasi HA-5138 itu lepas landas dari Bandara Oksibil pada 28 Juni 2019 pukul 11.44 WIT dan dilaporkan hilang kontak pukul 11.49 WIT pada ketinggian 7.800 kaki. Seharusnya helikopter yang mengangkut logistik untuk Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia dan Papua Nugini di Pegunungan Bintang itu dijadwalkan tiba di Sentani, Kabupaten Jayapura, pukul 13.11 WIT.
”Saya melihat langsung puing-puing helikopter melalui pantauan udara dengan ketinggian 12.500 kaki. Kami akan menyiapkan rencana evakuasi dengan matang karena kondisi medan yang sulit,” kata Herman setelah memastikan puing-puing tersebut helikopter buatan Rusia yang mengangkut 12 anggota TNI.
Puing-puing helikopter MI-17 berada di atas tebing dengan ketinggian 3.810 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tingkat kemiringan tebing itu mencapai hampir 90 derajat. Tebing itu selalu diselimuti kabut, kecuali pada pukul 07.00 hingga 10.00.
Kodam Cenderawasih melalui Komandan Resor 172/Praja Wira Yakti segera menyiapkan tim dan rencana evakuasi. Kolonel Inf Binsar Sianipar menjadi koordinator tim pencari para korban.
Berdasarkan perencanaan yang matang dengan pertimbangan medan dan jumlah peralatan, 29 prajurit bersama seorang warga setempat sebagai pemandu disiapkan untuk mendaki ke lokasi jatuhnya helikopter tersebut di Pegunungan Puncak Mandala. Sementara 13 personel kembali ke Jayapura dan 3 anggota lain bersiaga di Oksibil.
Pada Kamis (13/2), tim penyelamat yang dipimpin Kapten Inf M Hafidh Wahidiyas berangkat dengan menumpang helikopter ke Puncak Mandala dengan ketinggian 11.000 kaki atau 3.352 mdpl.
Cuaca dingin langsung menyergap tim saat tiba di lokasi pendaratan. Temperatur suhu saat itu mencapai 5 derajat celsius. Setelah beradaptasi dengan kondisi cuaca setempat, tim memulai pendakian pukul 10.00 WIT. Jarak ke lokasi ditemukan puing pesawat sekitar 3 kilometer.
Setiap anggota tim dilengkapi tabung oksigen yang dapat dipakai 15 kali. Khusus tim dari Raider 751, mereka juga membawa ransel seberat 20 kilogram yang berisi bekal makanan untuk sepekan dan sejumlah peralatan penting, seperti kantong jenazah untuk 12 korban.
Tim mendaki Gunung Puncak Mandala tanpa menggunakan tali dengan tingkat kemiringan 65 hingga 70 derajat. Mereka hanya berpegang pada kayu pohon dan bebatuan saat mendaki. Mereka harus berhenti ketika pendakian mencapai jarak 50 meter untuk beristirahat sejenak. Tujuannya untuk mencegah terjadinya hipoksia atau gejala kekurangan oksigen di otak.
Sekitar pukul 15.00 WIT, tim tiba di ketinggian sekitar 3.500 mdpl. Mereka pun menginap di tempat tersebut dengan memasang 10 tenda. Namun, mereka tak bisa tidur dengan nyenyak walaupun telah menggunakan jaket yang tebal. Cuaca saat itu mencapai angka 0 derajat celsius.
”Kami tak bisa tidur hingga pagi. Cuaca yang sangat dingin menusuk hingga ke tulang. Saya bersama anggota tim kehilangan nafsu makan. Kami hanya mengonsumsi cokelat batangan untuk menjaga stamina,” ujar Kapten Hafidh.
Tim bertahan hingga keesokan hari. Pada pukul 07.00, 20 prajurit dan seorang warga sebagai pemandu melanjutkan perjalanan ke lokasi. Sementara sembilan prajurit lain menjaga peralatan di lokasi penginapan. Tim tiba di lokasi pada pukul 11.30. Mereka menemukan puing-puing helikopter tersebar hingga radius 10 meter.
Hingga pukul 16.00, tim berhasil mengevakuasi 11 jenazah. Satu jenazah masih terjepit di antara puing-puing badan helikopter.
Misi berhasil
Tim yang membawa 11 jenazah dan alat perekam data penerbangan turun hingga lokasi dengan ketinggian 3.720 mdpl. Mereka terpaksa menginap di lokasi tersebut karena cuaca sudah berkabut pada sore itu.
Pada Sabtu (15/2) sekitar pukul 07.00, tim mendapatkan kiriman peralatan sekop dan linggis dengan helikopter. Mereka pun kembali ke lokasi kejadian untuk mengevakuasi satu jenazah yang masih tertinggal. Setengah jam kemudian, proses evakuasi jenazah dari lokasi kejadian tuntas.
Jenazah mulai diangkut dengan menggunakan helikopter. Empat kantong jenazah dan alat perekam data penerbangan diterbangkan dari lokasi di titik 3.720 mdpl. Sekitar 30 menit kemudian, helikopter yang sama kembali membawa delapan kantong jenazah dari lokasi yang sama. Namun, karena helikopter mengalami kelebihan daya angkut, delapan kantong jenazah diturunkan kembali di lokasi pada ketinggian 3.500 mdpl, di mana terdapat sembilan anggota tim.
Helikopter milik Penerbad kemudian menjemput delapan kantong jenazah di lokasi dengan ketinggian 3.500 mdpl. Pada Sabtu pukul 09.00, misi evakuasi 12 jenazah ke Oksibil berhasil dilakukan. Sebanyak 20 anggota tim penyelamat dan satu pemandu kembali menuruni Puncak Mandala dari ketinggian 3.720 mdpl ke lokasi pertama mereka menginap pada 3.500 mdpl.
Tim pencarian korban kembali menginap sehari di sana karena kondisi cuaca telah berkabut pada siang hari. Hal ini tidak memungkinkan helikopter menjemput mereka. Selama tiga malam, mereka merasakan dinginnya suhu udara di Puncak Mandala.
Pada Minggu (16/2) pukul 07.30 WIT, semua anggota tim tiba di Oksibil. Ke-29 anggota tim dari Batalyon Raider 751 kembali ke Jayapura dengan menggunakan pesawat Casa CN 235 milik TNI Angkatan Udara pada pukul 12.00 WIT.
Tampak wajah Hafidh dan 28 anggotanya terlihat letih saat ditemui Kompas di Markas Batalyon Raider 751 di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, Minggu sekitar pukul 13.00 WIT.
”Alhamdulillah kami berhasil menuntaskan misi kemanusiaan ini walaupun kondisi medan sangat berat. Sebab, baru pertama kali saya dan seluruh anggota mendapat misi seperti ini,” kata Hafidh.
Prajurit Dua Andi Raunsay menjadi anggota tim termuda dalam misi tersebut. Pemuda berusia 21 tahun dari Kabupaten Kepulauan Yapen ini mengaku sangat bangga bisa tergabung dalam misi ke Puncak Mandala. Tuntasnya misi ini sedikitnya mengobati rasa kerinduan keluarga para korban yang telah menanti hingga tujuh bulan terakhir.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Papua pun berhasil mengidentifikasi 12 jenazah prajurit TNI AD yang menjadi korban jatuhnya helikopter Penerbad MI-17 di Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura pada Sabtu (15/2) malam.
Jenazah segera diserahkan kepada pihak keluarga. Pada Senin (17/2) dan Selasa, jenazah diterbangkan ke rumah keluarga. Tujuh jenazah ke Jawa Tengah, 1 jenazah ke Maluku, 1 jenazah ke Jawa Timur, 1 jenazah ke Papua Barat, 1 jenazah ke Sulawesi Tenggara, dan 1 jenazah ke Nusa Tenggara Timur.
Rasiman Nainggolan, ayah dari Sersan Dua Ikrar Satya Nainggolan yang menjadi korban kecelakaan helikopter itu, menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam upaya evakuasi selama beberapa hari terakhir.
”Saya sangat bersyukur akhirnya sudah mengetahui nasib anak kami. Sekarang saya akan membawa dia kembali ke rumah,” katanya.
Akhirnya, penantian keluarga korban selama 236 berakhir berkat kerja keras tim pencarian dari TNI AD, Pemkab Pegunungan Bintang, masyarakat setempat, dan Polri. Mereka dapat melihat 12 pahlawan bangsa ini untuk terakhir kali.