Masyarakat diimbau waspada memilih jasa penyelenggara pesta pernikahan atau ”wedding organizer”. Kecermatan klien dibutuhkan agar terhindar dari bahaya penipuan.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah masyarakat mengaku selektif dalam memilih jasa penyelenggara pesta pernikahan atau wedding organizer. Sejumlah kriteria ditetapkan agar tidak tertipu oleh penyedia jasa palsu.
Lebih kurang ada tiga aspek utama yang dipegang dokter muda Ratu Tria (24) dalam memilih jasa wedding organizer (WO). Ketiganya adalah kecocokan bekerja sama, kecepatan pelayanan, serta ulasan keluarga dan klien-klien terdahulu sang penyedia jasa.
”Saya lihat pesta pernikahan seorang teman dan tampaknya WO yang dia sewa tepercaya. WO itulah yang saya hubungi untuk mengurus pernikahan saya pada Januari lalu,” kata Ratu saat dihubungi dari Jakarta, Senin (17/2/2020).
Ia membandingkan kualitas layanan sejumlah penyedia jasa sebelum menentukan pilihan. Penyedia jasa yang ia nilai baik adalah yang merespons permintaan dan pertanyaannya dengan cepat serta ramah. Ratu juga mengecek portofolio para penyedia jasa secara daring (dalam jaringan), salah satunya melalui Instagram.
Adapun pedagang toko daring Fida (24) mengatakan, dirinya menggunakan jasa penyelenggara pesta pernikahan yang dimiliki teman suaminya. Pilihan dijatuhkan atas dasar kepercayaan antarkerabat. Ia juga memeriksa portofolio penyedia jasa tersebut.
”Setelah memilih WO, aku pasrah menyerahkan semua urusan ke dia. Kebetulan aku dan suami sama-sama sedang sibuk saat mengurus pernikahan. Kehadiran WO tersebut sangat membantu,” tutur Fida.
Ia mengaku sempat khawatir dengan hasil kerja penyedia jasa pilihannya. Sebab, wedding organizer yang ia pilih termasuk penyedia jasa baru. Kekhawatirannya terhapus setelah mendapat layanan dan hasil akhir yang memuaskan.
Mawas diri
Publisher and Chief Operational Officer Weddingku Reza Paramita mengatakan, pasangan yang hendak menikah harus mawas diri dalam memilih jasa penyelenggara pesta pernikahan. Untuk menghindari penipuan atau ketidakpuasan, klien harus proaktif memeriksa keabsahan pihak yang terlibat (vendor).
”Paket yang ditawarkan sebuah wedding organizer biasanya menawarkan harga yang menarik. Tapi, keabsahan kerja sama antara WO dan vendor harus dipastikan,” kata Reza.
Ia juga menekankan pentingnya kenyamanan klien sebelum menjalin kerja sama dengan penyedia jasa. Menurut dia, pasangan yang hendak menikah dapat mengunjungi lebih dari satu penyedia jasa untuk mencari pihak yang benar-benar cocok dengan dirinya.
Ia juga menekankan pentingnya mengunjungi vendor yang bekerja sama dengan wedding organizer. Tujuannya, untuk memeriksa sendiri produk yang dihasilkan vendor, mulai dari gaun, dekorasi gedung, makanan, hingga cincin pernikahan. Portofolio dari penyedia jasa pun harus dipelajari.
Pegawai swasta asal Semarang, Ika Rizki (26), mengatakan, dirinya tidak mempelajari portofolio perusahaan penyelenggara pesta pada pernikahannya tahun lalu. Ia hanya mengandalkan rekomendasi keluarga dan teman untuk memilih wedding organizer.
”Salahku tidak melakukan survei yang cukup, padahal penting banget untuk melihat rekam jejak penyedia jasa. Tanya-tanya (ke keluarga dan teman) saja tidak cukup rupanya,” ujar Ika.
Ika mengaku tidak puas dengan layanan dan hasil yang ia peroleh. Beberapa komponen pesta yang dijanjikan tidak sesuai dengan kenyataan pada hari pernikahan. Beberapa di antaranya adalah baju pengantin yang kebesaran, dekorasi yang tidak sesuai keinginan, dan satu menu makanan tidak tersedia.
Pasangan yang hendak menikah harus mawas diri dalam memilih jasa penyelenggara pesta pernikahan. Untuk menghindari penipuan atau ketidakpuasan, klien harus proaktif memeriksa keabsahan pihak yang terlibat.
Kendati merasa kesal, Ika tidak bisa berbuat banyak karena waktu penyelenggaraan pesta sudah dekat. Keluhan akan buruknya layanan telah ia sampaikan.
Penipuan
Menurut pemberitaan Kompas.com, sebuah perusahaan penyelenggara pesta pernikahan dilaporkan ke pihak kepolisian di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada Februari 2020. Perusahaan itu diduga melakukan penipuan. Hingga saat ini, korban penipuan mencapai 24 orang.
Penipuan serupa terungkap di Depok, Jawa Barat, Februari 2020. Pemilik perusahaan menggunakan uang klien untuk keperluan pribadi dan untuk membayar utang (Kompas, 7/2/2020).
Ada sekitar 50 klien yang menjadi korban penipuan ini. Adapun kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp 2,5 miliar.