Clijsters Menantang Diri Sendiri
Kim Clijsters (36) merasa tidak perlu membuktikan apa-apa saat memutuskan kembali mengayun raket setelah pensiun delapan tahun lalu. Juara Grand Slam empat kali dan ibu tiga anak itu hanya ingin menantang diri sendiri.
Kecintaan pada tenis telah membawa Roger Federer, Rafael Nadal, Novak Djokovic, dan Serena Williams menjadi bagian dari petenis-petenis terbaik (Greatest of All Time/GOAT) meski telah melebihi usia 30 tahun. Itu pula yang menjadi alasan kembalinya Kim Clijsters (36) ke WTA Tour setelah delapan tahun menjauh dari arena persaingan petenis elite putri.
Empat bulan setelah mengumumkan comeback, Clijsters mewujudkan itu saat berhadapan dengan petenis Spanyol, Garbine Muguruza, pada babak pertama turnamen WTA Premier Dubai, Uni Emirat Arab. Langkahnya saat memasuki Lapangan Utama Aviation Club Tennis Center, Senin (17/2/2020) malam, menjadi yang pertama setelah terakhir kali tampil pada Amerika Serikat Terbuka 2012. Di arena Grand Slam delapan tahun lalu itu, Clijsters terhenti pada babak pertama tunggal putri dan babak kedua ganda campuran bersama Bob Bryan (AS).
Semula, lawan pertama Clijsters pada comeback keduanya ini adalah Kiki Bertens (Belanda). Namun, petenis itu mengundurkan diri karena masih bertanding di St Petersburg, Rusia, pada akhir pekan dan akhirnya menjadi juara. Tak cukup waktu bagi Bertens memulihkan diri dan bertanding di Dubai. Undian ulang mempertemukan Clijsters dengan finalis Australia Terbuka, Muguruza.
Clijsters, yang tampil dalam turnamen karena mendapat wild card, kalah 2-6, 6-7 (6), dalam pertandingan selama 1 jam 37 menit. Delapan tahun tak bertanding, Clijsters tak luput dari kesalahan, yang paling menonjol adalah kelemahan pada servis kedua yang membuatnya melakukan 10 double fault.
Itu membuatnya kehilangan set pertama dan tertinggal, 0-3, pada set kedua. Pam Shriver, mantan petenis yang menjadi analis untuk ESPN, mempertanyakan keputusan Clijsters mengawali penampilannya pada turnamen besar. Dalam struktur turnamen WTA, WTA Premier berada dalam level ketiga di bawah Premier Mandatory (level tertinggi) dan Premier 5.
”Mungkin, seharusnya Kim memilih turnamen rendah sebagai turnamen pertamanya, bukan pada turnamen besar, dan harus bertemu petenis dengan kualitas seperti Muguruza pada laga awal,” ujar Shriver.
Namun, ketika petenis Belgia itu masih memperlihatkan keistimewaan yang sering ditunjukkan pada masa jayanya, 2003-2011, Shriver berubah pikiran. Dia memujinya.
”Saya rasa semuanya berjalan baik. Saya masih bisa mengimbangi permainan Garbine dari baseline meski kalah,” ujar Clijsters yang beberapa kali mengecoh Muguruza dengan arah bola yang sulit ditebak.
Masih tangguh
Tubuh ibu dari tiga anak itu masih fleksibel ketika mengembalikan bola dengan cara split, merenggangkan penuh kedua kakinya. Sudut penempatan bolanya juga tak jarang sulit dijangkau Muguruza yang sepuluh tahun lebih muda darinya.
”Saya yakin, dia akan semakin baik dan memberi kami lebih banyak kesulitan. Setelah bertahun-tahun absen, dia bermain dengan sangat baik,” kata Muguruza dalam laman resmi WTA.
Pujian juga diberikan mantan pelatih Maria Sharapova, Sven Groeneveld. ”Kecepatannya jelas tidak akan sama seperti sebelumnya. Namun, jika bisa menjaga kondisi tubuhnya, dia bisa mendikte lawan dengan penempatan bola yang lebih baik dari petenis generasi sekarang. Itu akan menutupi kelemahannya seperti yang terjadi pada Roger Federer,” kata Groeneveld dalam New York Times.
Federer, yang akan berusia 39 tahun pada Agustus, masih konsisten berada di peringkat tiga besar dunia, dan mencapai semifinal pada Australia Terbuka menjadi salah satu sumber inspirasi Clijsters. Dia menutupi kekurangan dalam kecepatan dengan penampatan bola berakurasi tinggi. Apa yang dicapai Federer memberi Clijsters keyakinan bahwa sukses masih mungkin diraih dalam comeback-nya kali ini.
Keseimbangan hidup
Meski demikian, seperti yang dikatakan saat mengumumkan akan kembali bertanding, September 2019, Clijsters tak ingin membuktikan apa pun. ”Saya punya teman yang mengatakan akan berlari di Maraton New York sebelum berusia 50 tahun. Saya sendiri selalu mencintai tenis. Pertanyaannya, apakah saya masih memiliki kemampuan untuk mencapai level yang diinginkan agar bisa bersaing? Tetapi, saya merasa tidak harus membuktikan apa pun, saya hanya ingin menantang diri sendiri. Ini adalah maraton saya dan akhirnya memutuskan, oke saya akan mencobanya,” kata Clijsters dalam Podcast WTA.
Clijsters, yang mulai menjadi petenis profesional pada 1997, adalah petenis Belgia pertama yang mencapai puncak peringkat dunia, yaitu pada 2003. Dua tahun setelah menjuarai Grand Slam pertamanya, AS Terbuka 2005, dia mengumumkan pengunduran diri sebagai petenis hanya pada usia 23 tahun.
Berbagai cedera yang mendera, terutama cedera pinggul, menghalanginya bertahan pada persaingan tingkat tinggi. Apalagi Clijsters, juga, berencana menikah dengan atlet bola basket, Brian Lycnh, pada Juli 2007.
Sekitar 1,5 tahun setelah melahirkan putrinya, Jada, pada Februari 2008, Clijsters bertanding kembali. ”Karier kedua” putri mantan pesepak bola (ayah) dan pesenam profesional (ibu) itu dimulai pada WTA Cincinnati, AS.
Hanya pada turnamen ketiga setelah kembali, Clijsters menjuarai AS Terbuka 2009. Tanpa peringkat dunia, seperti saat ini, dia tampil di Flushing Meadows, New York, AS, karena mendapat wildcard.
Dalam perjalanan menuju juara, Clijsters mengalahkan Venus Williams, Li Na, Caroline Wozniacki, dan juara bertahan, Serena Williams. Dia menyamai Evonne Goolagong Cawley, saat menjuarai AS Terbuka 1980, sebagai juara Grand Slam setelah menjadi ibu.
Gelar juara AS Terbuka 2009 ditambah dengan lima gelar pada musim berikutnya, termasuk keberhasilan mempertahankan gelar AS Terbuka. Gelar Grand Slam keempat didapat dari Australia Terbuka 2011, Clijsters pun kembali ke puncak peringkat dunia untuk pertama kali sejak 2006.
Pada 2012, setelah tersisih dari AS Terbuka, Clijsters kembali mengakhiri perjalanannya sebagai petenis. Setelah memperoleh 41 gelar juara, termasuk empat dari Grand Slam dan tiga Final WTA, Clijsters menetap di Belgia bersama suaminya. Selain membangun keluarga—Clijsters melahirkan Jack pada 2013 dan Blake pada 2016—dia fokus mengembangkan akademi tenis miliknya, juga, menjadi komentator bagi Eurosport.
Dituturkan dalam WTA Insider Podcast, keinginannya kembali bertanding sebenarnya muncul sejak 2017. Namun, dia masih ragu mewujudkannya. Apalagi, putra bungsunya, Blake, masih berusia setahun. ”Saat itu, saya tak bisa membayangkan bahwa kembali ke turnamen akan menjadi bagian kehidupan saya,” katanya.
Namun, momen ketika Clijsters, suami, dan anak-anaknya melakukan perjalanan bersama ke Australia Terbuka 2019 membuat keinginannya bertanding kembali muncul. Jada, yang telah berusia 10 tahun dan bisa diajak berdiskusi pun, menyukai ide ibunya.
Saya merasa tidak harus membuktikan apa-apa. Saya hanya senang dengan tantangan dan ingin menantang diri sendiri.
Setelah itu, petenis yang mengidolakan Steffi Graf itu memulai upaya kembali ke tur dengan menyeimbangkan tugasnya sebagai ibu dan kebutuhan membangun fisik menjadi petenis profesional yang harus sering melakukan perjalanan ke berbagai negara. Mengembalikan kondisi fisik selalu menjadi bagian tersulit setelah seorang atlet absen dari persaingan untuk waktu yang lama. Itu pula yang dialami Serena ketika kembali bertanding pada Maret 2018 setelah melahirkan Olympia pada September 2017.
Kegiatan Clijsters setiap hari dimulai dengan mengurus ketiga anaknya untuk berangkat sekolah. ”Saya menyiapkan sarapan untuk mereka. Sarapan saya sendiri, biasanya menghabiskan oatmeal yang tak dihabiskan Jada dan buah yang tak dimakan anak-anak. Saya sering sarapan seperti itu karena kami selalu terburu-buru setiap pagi,” ujar Clijsters.
Setelah itu, barulah dia memiliki waktu untuk berlatih. Clijsters bergabung kembali dengan Sam Verslegers, pelatih fisik yang selalu mendampingi pada masa-masa aktif sebelumnya. Verslegers pun menilai kekuatan, fleksibilitas, dan kecepatan reaksi Clijsters telah kembali hingga membuat sang atlet sendiri terkejut.
Tantangan berikutnya adalah ketika harus memilih turnamen yang akan diikuti. Clijsters mendiskusikan itu dengan suaminya dan CEO WTA Steve Simon agar jadwal yang disusun tak hanya nyaman baginya, tetapi juga bagi ketiga anaknya. Dia tak menutup kemungkinan mengubah jadwal pada menit terakhir jika keluarga membutuhkannya.
Beruntung, WTA memiliki peraturan bahwa petenis yang aktif kembali dengan rekam jejak juara Grand Slam, dan pernah menjadi petenis nomor satu dunia, berhak meminta wildcard yang biasanya disediakan terbatas oleh panitia turnamen. Setelah WTA Dubai, dia direncanakan tampil di WTA Monterrey (Meksiko) dan Indian Wells (AS).
Perjalanan untuk kembali berada pada papan atas persaingan elite, apalagi menambah gelar Grand Slam, masih terlalu jauh bagi Clijsters. Namun, Clijsters telah menjadi contoh lain bahwa kecintaan pada olahraga yang digelutinya sejak berusia lima tahun itu menjadi modal besar petenis untuk masuk tataran GOAT.
Kim Clijsters
Lahir: Blizen (Belgia), 8 Juni 1983
Main profesional: 17 Agustus 1997
Pensiun: Mei 2007-Agustus 2009, September 2012-Februari 2020
Peringkat tertinggi: 1 (2003, 2006, 2011)
Gelar juara: 41
Gelar Grand Slam: AS Terbuka 2005, 2009, 2010; Australia Terbuka 2011