Polisi mengungkap pabrik kosmetik klandestin di Depok. Selain menyasar toko kosmetik, pelaku diduga menyalurkan kosmetik ilegal mereka ke dokter di klinik kecantikan.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Anggota Kepolisian Daerah Metro Jaya menggerebek sebuah rumah yang dijadikan pabrik kosmetik klandestin di Depok dengan tempat tidak standar dan peralatan yang mirip dengan peranti membuat kue. Selain menyasar toko kosmetik, pelaku diduga juga menyalurkan kosmetik ilegal mereka ke dokter di klinik kecantikan.
Dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (18/2/2020), Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, polisi masih terus mendalami keterangan para tersangka, salah satunya soal tempat-tempat yang disasar untuk memasukkan produk mereka. Pengakuan tersangka, mereka melempar produk ke sejumlah toko kosmetik di Jakarta.
Namun, mereka juga mengaku ada dokter kulit yang rata-rata berpraktik di klinik kecantikan menggunakan kosmetik dari mereka bagi pasien. “Lebih kurang 20 dokter, ini yang terdata disampaikan pelaku ke penyidik. Nama dan tempat sudah kami kantongi. Kami berusaha untuk membongkar semuanya,” ucap Yusri.
Yusri menjelaskan, tersangka kasus ini terdiri dari seorang perempuan berinisial NK dan dua laki-laki berinisial MF serta S. NK berperan membeli bahan baku di toko-toko bahan kimia, sedangkan MF menyediakan rumahnya di Jatijajar, Kecamatan Tapos, Depok, sebagai pabrik sekaligus sebagai produsennya, dan S berperan memasarkan produk.
Mereka membuat kosmetik tanpa izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan menggunakan peralatan yang tidak standar serta di tempat yang tidak berizin. Saat dilepas ke pemesan, tidak ada label merek pada wadah-wadah kosmetik. Polisi masih mendalami kemungkinan pemesan membuat label sendiri dan menempelnya pada wadah kosmetik untuk dijual kembali ke konsumen.
Pengungkapan berlandaskan informasi masyarakat tentang adanya pabrik kosmetik rumahan yang berproduksi sejak tahun 2015. Petugas dari Subdirektorat 3 Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya lantas menggerebek rumah tempat MF meracik kosmetik pada Sabtu (15/2/2020) sekitar pukul 14.00. “Saat digerebek, di TKP (tempat kejadian perkara) memang ada lima orang, tetapi hanya tiga yang ditetapkan sebagai tersangka karena dua orang sebagai pembantu saja,” ujar Yusri.
Polisi menunjukkan bahan dan alat yang digunakan para tersangka untuk menghasilkan kosmetik. Ada adonan yang diwadahi toples-toples plastik berukuran besar, adonan dalam panci logam, spatula, mixer, dan kompor. Kepala Unit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Komisaris Kresno Wisnu Putranto menuturkan, para tersangka memang menggunakan perlengkapan sederhana dan hanya mengira-ngira takaran bahan yang tepat.
NK mengatakan, ia mendapatkan bahan pembuatan kosmetik dari banyak toko bahan kimia di Jakarta. Bahan-bahan tersebut bisa didapatkan secara bebas.
Namun, Kresno belum bisa merinci nama-nama bahan yang digunakan, termasuk potensi risiko bagi kesehatan jika konsumen menggunakan kosmetik dengan bahan-bahan tersebut. Itu lantaran polisi berpegang pada hasil pemeriksaan laboratorium yang saat ini belum keluar.
Meski belum ada hasil laboratorium, para tersangka sudah jelas memproduksi dan mengedarkan kosmetik dengan mutu dan keamanan yang belum terjamin mengingat mereka melanggar ketentuan. Mereka pun dijerat dengan Pasal 196 subsider Pasal 197 juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukumannya, penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Yusri mengatakan, NK mendapatkan pengetahuan tentang bahan-bahan pembuat kosmetik karena pengalamannya bekerja di salah satu pabrik kosmetik terkemuka. Selain itu, ia pernah berkuliah di jurusan kimia pada salah satu perguruan tinggi di Jakarta. MF punya bekal juga karena pernah bekerja di pabrik yang sama dengan NK.
Bersama S, mereka patungan modal awal masing-masing sebesar Rp 10 juta untuk merintis pabrik ilegal pada 2015. Memasuki pertengahan 2019, bisnis NK, MF dan S semakin mapan sehingga mereka mampu meraup pendapatan rata-rata Rp 200 juta per bulan.
Kresno menambahkan, NK dan MF kemungkinan sudah punya kenalan toko kosmetik dan klinik kecantikan yang bisa disasar sejak mereka masih bekerja di pabrik kosmetik. Produk ilegal mereka antara lain toner untuk menghilangkan kotoran dan riasan, pemutih wajah, krim malam, dan krim pagi.