Hubungan Tak Seimbang antara Warga dan Pasukan Oranye
›
Hubungan Tak Seimbang antara...
Iklan
Hubungan Tak Seimbang antara Warga dan Pasukan Oranye
Menjaga lingkungan bukan semata-mata tanggung jawab pasukan oranye saja. Mereka membutuhkan mitra, yakni warga, untuk guyub mulai dari lingkup rukun tetangga.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·5 menit baca
Terlalu besar harapan warga kepada petugas penanganan prasarana dan sarana umum atau pasukan oranye. Sebagian warga mengandalkan mereka dalam menjaga kebersihan lingkungan. Tugas itu seakan menjadi tugas pasukan yang kerap mengenakan seragam oranye tersebut.
Begitu volume sampah melonjak, terutama saat bencana datang, warga bereaksi. Kenyataannya, tugas ini sulit dikerjakan jika tanpa partisipasi warga. Selain jumlahnya terbatas, tugas pasukan oranye tidak sampai menjangkau ke seluruh titik wilayah Ibu Kota seperti harapan sebagian warga.
Ketidakpuasan warga terhadap pasukan ini tergambar dari hasil survei Litbang Kompas pada 25-26 Januari. Kebetulan, sebelum survei dilakukan, beberapa kali wilayah Jakarta terendam banjir. Sebanyak 525 responden berusia minimal 17 tahun dipilih dengan pencuplikan sistematis melalui buku telepon terbaru.
Hasilnya, kepuasan terhadap kinerja pasukan oranye menurun. Penyebabnya beragam, mulai dari jarang terlihat di lingkungan warga hingga lamban dalam membersihkan lingkungan.
Dalam tiga bulan belakangan, hanya 40 persen responden yang menilai kinerja pasukan oranye cepat dan memuaskan. Sementara jajak pendapat empat tahun lalu (April 2016) menunjukkan responden yang menjawab demikian 62,8 persen.
Sama halnya dengan tingkat kepuasan. Sebanyak 60,4 persen responden mengaku puas. Jumlah itu cenderung berkurang dibandingkan dengan jajak pendapat pada Mei 2017 yang mencapai 85,2 persen responden.
Saluran air dan timbunan sampah menjadi fokus sorotan warga karena kerap kali menjadi biang kerok banjir. Akan tetapi, warga memahami bahwa kedua persoalan tak lepas dari peran aktif mereka. Hasil survei terakhir itu bertepatan dengan lima tahun kehadiran pasukan oranye di tengah warga. Jumlah mereka kini mencapai 20.190 orang dan tersebar di 267 kelurahan se-Jakarta.
Salah seorang warga yang tidak puas dengan kerja pasukan oranye itu adalah Muhamad Fajar (26), warga RT 007 RW 005 Kemanggisan, Jakarta Barat. Sampah sisa banjir sempat menumpuk sehingga banyak warga mengeluh. Penyebabnya, banyak kasur dan lemari yang dibuang warga.
Dua jenis barang ini tidak dapat diangkut dengan cepat oleh pasukan oranye karena harus dibawa dari permukiman ke jalan utama. ”Mau tidak mau kami harus bantu karena mereka (pasukan oranye) kewalahan. Mereka juga sempatkan bantu bersihkan rumah warga,” kata Fajar, Selasa (18/2/2020), di Jakarta.
Hal yang sama dikeluhkan Budi Setiawan (30). Warga RT 017 RW 007, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, itu mengeluhkan ketiadaan pasukan oranye saat menangani sisa banjir awal Januari. Petugas hanya membersihkan jalan utama, tidak sampai ke gang-gang.
Warga pun menyewa pompa air untuk menyemprot sisa lumpur yang ada di rumah dan gang-gang. ”Dari dulu tidak ada pembersihan sampai gang-gang. Warga membersihkan sendiri,” ujar Budi.
Kelurahan Pejaten Timur mengerahkan 80 anggota pasukan oranye untuk membantu warga. Setidaknya terdapat 12 petugas di setiap titik banjir. Tugasnya membersihkan jalan akses masuk permukiman dari sampah dan lumpur. Sampah dan lumpur dimasukkan ke karung. Karung-karung ditumpuk di jalan besar, lantas diangkut.
Merujuk Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penanganan Prasarana dan Sarana Umum Tingkat Kelurahan, pasukan oranye bertugas dalam penanganan prasarana dan sarana jalan, saluran, taman, kebersihan, dan penerangan jalan umum. Tugas mereka tidak sampai masuk ke jalan-jalan kecil tingkat RT.
Karena itu, perlu keterlibatan warga dalam menjaga kebersihan lingkungan. Bentuk partisipasi itu bisa berupa kerja bakti dan bentuk partisipasi lain sesuai kesepakatan bersama dengan lurah. Tidak cukup sampai di sana, partisipasi warga dibutuhkan untuk mengawasi pekerjaan pasukan oranye.
Di Kelurahan Kramatjati, Jakarta Timur, warga bersama pasukan oranye menggelar kerja bakti untuk membersihkan saluran air sejak pagi hingga siang. Kegiatan ini dilakukan setiap tiga bulan sekali untuk empat RW. ”Pasukan oranye di sini sangat membantu,” ujar Darma, anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan Kramatjati.
Sebagai salah satu wilayah langganan banjir, kata Darma, warga ikut terdampak karena jebolnya turap di saluran utama. Air limpasan banjir mengganggu aktivitas sehari-hari warga di sana. Mengenai hal ini, warga setempat telah melaporkan ke dinas terkait, tetapi belum ada tindak lanjut.
Kerja bakti bersama pasukan oranye juga berlangsung di Cawang, Jakarta Timur. Kerja bakti yang berlangsung tiga bulan sekali ini kebanyakan membersihkan saluran air. ”Kalau hari kerja, pasukan oranye bersih-bersih jalan, selokan, dan tebang semak-semak,” kata Mansyur Wahyudi (25), warga RT 005 RW 009 Cawang.
Selain itu, warga juga membayar pekerja harian untuk mengangkut sampah tingkat RW. Tugasnya mengangkut sampah dari rumah-rumah ke titik-titik yang akan diangkut pasukan oranye.
Seperti halnya di Kelurahan Gelora, Jakarta Pusat. Warga membayar pekerja harian untuk membersihkan dan mengangkut sampah di RT. Wanto (47), salah satunya. Dia bertugas membersihkan dan mengangkut sampah di RT 002 RW 002 Gelora. ”Karena petugas oranye tidak masuk ke RT, warga menggunakan pekerja harian,” ujar Wanto.
Partisipasi warga ini memudahkan kerja pasukan oranye di lapangan. Tanpa partisipasi itu, pasukan oranye bakal kerepotan menangani sampah di sekitar permukiman warga. Muhamad Noor (51), anggota pasukan oranye Tanjung Duren Selatan, Jakarta Barat, saban hari bertugas menyapu sampah dan daun.
Dia berharap partisipasi warga semakin meningkat dengan tidak membuang sampah sembarang. ”Sayang, masih ada saja yang suka buang sembarangan. Padahal, area itu sudah disapu,” ujar Noor.
Sementara Baihaqi (37), anggota pasukan oranye Gelora, meminta pengguna jalan untuk lebih berhati-hati. Dia mengalami luka lecet di tangan dan kaki karena diserempet pengendara saat sedang bekerja. ”Sudah warna terang (baju oranye), masih diserempet,” kata pria yang setiap hari membersihkan area Pasar Palmerah itu.
Kebersihan lingkungan Ibu Kota sebenarnya bisa dimulai dari lingkup terkecil. Tentu saja dengan peran serta warga di dalamnya dan perangkat pemerintah. Salah satunya menjalin hubungan yang saling menguntungkan antara warga dan pasukan oranye. Sayang, hubungan model itu belum terwujud.