Tak hanya melalui K-Pop, penetrasi Korea Selatan kini telah menembus Hollywood, raksasa industri film dunia. Sejumlah penghargaan yang diperoleh film komedi hitam Parasite di ajang Oscar 2020 memiliki arti penting ekonomi ataupun budaya bagi Korea Selatan dan dunia.
Hallyu atau Gelombang Korea merupakan sebutan untuk penyebaran budaya pop Korea Selatan secara global. Budaya pop tersebut meliputi musik, film, seri drama TV, tarian, komik, kuliner, kosmetik, mode, gim daring, turisme, wisata medis, hingga bahasa Korea. Hallyu awalnya adalah sebutan dari media di China untuk menjelaskan fenomena antusiasme masyarakat negara itu terhadap budaya pop Korea.
Saat ini, Hallyu merupakan fenomena global. Hampir semua produk budaya pop Korea berhasil mendunia, dan yang termutakhir adalah film. Pekan lalu, untuk pertama kalinya film Parasite besutan sutradara Korea Selatan, Bong Joon-ho, menembus raksasa industri film dunia, Hollywood, dengan menyabet penghargaan tertinggi film terbaik dalam Oscar 2020.
Selama 92 tahun sejarah Oscar, Parasite adalah film berbahasa non-Inggris pertama yang masuk nominasi sekaligus merebut empat penghargaan, yakni kategori film, sutradara, cerita asli, dan film internasional terbaik. Selama ini, film-film terbaik yang berbahasa non-Inggris diberi penghargaan di kategori Film Internasional Terbaik. Parasite mendobrak tradisi yang telah berlangsung sembilan dekade tersebut di Hollywood.
Di AS, sejumlah ajang penghargaan lain juga memberikan apresiasi tinggi untuk Parasite. Ajang itu adalah Asosiasi Kritik Film Los Angeles, National Society of Film Critics Award, dan Golden Globe. Ada pula ajang di negara lain yang ikut memberi penghargaan, seperti British Academy of Film and Television Art, Australian Academy of Cinema and Television Art, serta penghargaan tertinggi Palme d’Or di Festival Film Cannes 2020 untuk film dan sutradara terbaik.
Tak hanya diganjar penghargaan untuk pencapaian artistik, Parasite juga berhasil mengajak penonton memenuhi bioskop yang tersebar di lima benua. Berdasarkan penghitungan laman boxoffice.mojo, situs milik Amazon yang menghitung pendapatan film-film box office di belasan negara, pada Mei 2019–9 Februari 2020, Parasite meraup Rp 2,29 triliun dari tiket bioskop di seluruh dunia.
Meskipun masih di bawah pendapatan film superhero Hollywood Avengers: Endgame (Rp 38,336 triliun), film fiksi ilmiah Avatar (Rp 37,566 triliun), dan film roman Titanic (Rp 25,351 triliun), Parasite berhasil menembus bioskop Amerika Serikat serta Kanada dengan perolehan Rp 489,107 miliar. Sementara itu, untuk bioskop di luar AS, Kanada, dan Korea Selatan, Parasite meraup Rp 1,81 triliun. Adapun biaya produksi film ini ”hanya” 11,8 juta dollar AS (Rp 161,705 miliar).
Lonjakan penonton Parasite di seluruh dunia bahkan melewati film Babel (2006) yang memperoleh Rp 1,85 triliun di seluruh dunia. Babel merupakan film drama psikologi karya sutradara Meksiko, Alejandro Gonzales Innaritu, yang memenangi Oscar 2007 untuk kategori film dan sutradara terbaik. Film ini menggunakan dua bahasa pengantar, Inggris dan Spanyol.
Seluruh pencapaian artistik dan komersial tersebut menunjukkan film Korea Selatan Parasite dihargai para kritikus film dunia ataupun penonton dari berbagai latar belakang ras, jender, kebangsaan, dan kelas sosial. Salah satu penyebab film thriller komedi satir ini diterima luas adalah kedekatan persoalan yang diangkatnya dengan kondisi masyarakat dunia.
Parasite mengisahkan perang kelas sosial dengan penekanan pada isu sosial mutakhir di Korea Selatan, dan juga dunia, yaitu ketimpangan sosial yang makin tajam. Jurang ketidakadilan struktural ini menyebabkan keputusasaan di kalangan kelas bawah, terutama anak-anak muda, dan mendorong kebencian serta kriminalitas.
Industri film Korea
Namun, kedekatan tema dengan kehidupan masyarakat dunia bukan satu-satunya penyebab Parasite sukses. Faktor lain adalah adanya fondasi kuat dari struktur industri film Korsel. Mata rantai produksi, distribusi dan konsumsinya telah berjalan seirama. Dari sisi konsumsi saja, dengan jumlah penduduk 51.253.058 jiwa, Korsel memiliki penonton domestik yang cukup fanatik.
Menonton film menjadi aktivitas populer di tengah masyarakat negara itu. Survei lokal menyebutkan, masyarakat Korsel rata-rata menghabiskan 86.855 won (Rp 1.004.899) dalam setahun untuk menonton film. Rata-rata satu orang dalam setahun menonton 5,3 film. Kondisi ini membuat industri film Korea Selatan termasuk terbesar kelima di dunia dalam hal penjualan tiket bioskop.
Data dari Korean Film Council menyebutkan, pada 2018 terjual 216.390.000 tiket di Korsel. Dari angka ini, 110.150.000 tiket adalah film Korsel. Meski sangat tinggi, angka itu turun dibandingkan dengan tahun 2017 dengan jumlah penonton 219,87 juta orang. Sementara itu, nilai pemasukan industri film pada 2018 mencapai 1,814 triliun won (Rp 13,67 triliun).
Industri film Korea memiliki pangsa pasar 50,9 persen. Salah satu film Korea yang dibanjiri penonton domestik pada 2019 adalah Extreme Job yang disaksikan 16.265.618 orang, dengan nilai penjualan tiket 118.048.897 juta dollar AS (Rp 1,61 triliun). Parasite menduduki peringkat kedua dengan 10.085.275 penonton dan pendapatan Rp 994,136 miliar. Adapun film asing yang memiliki penonton terbanyak di Korsel pada 2019 adalah Avengers: Endgame dengan 13.934.592 tiket.
Angka perolehan yang fantastis ini didukung rantai distribusi dan produksi cukup mapan. Jumlah bioskop di Korsel cukup banyak, yaitu 483 bioskop dengan 2.937 layar. Jumlah produksi film Korea pun terbilang cukup tinggi, meski berfluktuasi setiap tahun. Rata-rata ada 200 film yang diproduksi di Korsel setiap tahun. Seperti pada 2019, ada 217 film yang diproduksi.
Jumlah ini turun dibandingkankan dengan 2018 yang mencapai 241 film. Setahun sebelumnya, jumlahnya mencapai 215 film. Produksi film-film Korea didukung oleh perusahaan produksi film yang besar seperti CJ Entertainment, Lotte Cultureworks, Showbox, Finecut, serta 9ers Entertainment. Selain memproduksi film layar lebar, perusahaan ini memproduksi drama televisi dan mendistribusikan film-film Korea ke seluruh dunia. Parasite diproduksi oleh CJ Entertainment yang dimiliki Miky Lee, salah satu cucu pendiri Samsung.
Dukungan negara yang cukup kuat ikut menjadi faktor penting. Tahun ini negara, melalui Dewan Film Korea, mengalokasikan 85 juta dollar AS (Rp 1,16 triliun) untuk pengembangan film. Jumlah ini meningkat 32 persen daripada tahun lalu. Kesuksesan komersial Parasite di level dunia telah mendorong negara semakin memperkokoh fondasi industri filmnya.
Signifikansi kultural
Bagaimana Parasite memberi warna pada kebudayaan pop dunia? Dalam wawancara dengan The New York Times tahun lalu, ketika belum ada film Korea Selatan masuk nominasi Oscar, padahal budaya pop Korea telah mendunia, sutradara Parasite, Bong Joon-ho, mengatakan, ”Tak masalah dengan hal itu karena perhelatan Oscar hanya perhelatan lokal.”
Namun, saat ini Parasite telah membuat Oscar tak lagi lokal, tetapi milik dunia dengan memilih film berbahasa pengantar non-Inggris itu sebagai pemenangnya. Dalam sejarah Oscar, film-film berbahasa pengantar non-Inggris diberi penghargaan di kategori Film Internasional, sementara kategori Film Terbaik selalu diberikan kepada pembuat film kulit putih dengan bahasa pengantar Inggris.
Perubahan perspektif di Hollywood mengalir perlahan. Dalam satu dekade terakhir, juri Oscar memberikan penghargaan kepada film dan sutradara dari luar AS. Sutradara Meksiko, Alejandro Gonzales Innaritu dan Alfonso Cuaron, masing-masing memenangi Oscar dua kali, sedangkan Guilermo del Toro satu kali. Di luar itu, ada sutradara Perancis berdarah Lituania, Michel Hazanavicius. Namun, mereka semua adalah sutradara kulit putih dengan film berbahasa pengantar Inggris.
Kosmopolitanisme Hollywood melebar ketika Oscar memilih Ang Lee, sutradara Taiwan, untuk film Brokeback Mountain (2005) dan Life of Pi (2012). Ang Lee menjadi sutradara nonkulit putih pertama yang menerima penghargaan Oscar untuk kategori sutradara terbaik. Namun, film ini masih berbahasa pengantar Inggris.
Parasite telah mewujudkan kosmopolitanisme Hollywood yang sesungguhnya. Dominasi kultural Hollywood didobrak oleh Hallyu. Pencapaian film ini seirama dengan K-Pop. Akhir tahun 2018, majalah Time menobatkan BTS, grup K-Pop yang paling populer sekarang, sebagai Next Generation Leaders bersama sejumlah aktivis muda dunia lainnya.
Di samping sukses komersial yang fantastis, BTS menjadi wakil kaum muda dunia dalam kampanye ”Love of Myself” di hadapan PBB untuk membantu mengurangi angka bunuh diri di kalangan anak muda. Pencapaian Parasite di Hollywood pun menjadi penegasan bahwa korsel telah menjadi pusat kekuatan budaya yang saat ini tertulis dalam sejarah perfilman dunia. (Litbang Kompas)