Mentalitas Padi ”The Reds”
Liverpool enggan meremehkan Atletico Madrid ketika bertemu pada babak 16 besar Liga Champions Eropa, Rabu dini hari WIB. Mereka memilih merunduk, bak padi berisi, sebelum memasuki Stadion Wanda Metropolitano.
MADRID, SENIN — Liverpool tidak akan pernah bisa melupakan sebuah pesta pada musim panas tahun lalu di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid, Spanyol. Pesta tersebut menandai awal kebangkitan ”The Reds” sebagai tim yang pantas ditakuti di level Eropa dan dunia sampai detik ini.
Di stadion milik Atletico Madrid itu, Liverpool era Manajer Liverpool Juergen Klopp merayakan kemenangan atas Tottenham Hotspur dan mengangkat trofi Liga Champions Eropa. Rasa bangga dan haru bercampur di benak para pemain hingga bek dengan tubuh besar, seperti Virgil van Dijk, sampai lemas. Ia duduk sambil menangis.
Euforia pesta itu bahkan belum hilang ketika Liverpool menjuarai Piala Super UEFA pada Agustus 2019 dan kemudian menjadi tim terbaik di dunia dengan menjuarai Piala Dunia Antarklub di Qatar pada Desember 2019. Kini, The Reds sedang menghitung hari untuk mengangkat trofi Liga Inggris pada akhir musim ini. Pesta besar-besaran berikutnya pun bakal terjadi mengingat mereka terakhir kali juara Liga Inggris tiga dekade silam.
Liverpool, yang sempat menjadi bahan olok-olok satu dekade terakhir karena paceklik trofi di Liga Inggris dan kompetisi Eropa, kini memiliki wajah berbeda. Mereka kian matang dan memiliki catatan fantastis pada musim ini, yaitu belum pernah kalah dan baru imbang sekali dalam 26 laga di Liga Inggris. Mereka juga baru sekali kalah, yaitu oleh Napoli, pada penyisihan grup Liga Champions musim ini.
Pada saat sedang berada di puncak, Liverpool akan kembali ke Wanda Metropolitano, Rabu (19/2/2020) pukul 03.00. Bukan untuk bernostalgia mengenang awal kejayaan mereka tahun lalu, tetapi menghadapi Atletico, sang pemilik stadion, pada laga pertama babak 16 besar Liga Champions.
Laga ini menyajikan ketimpangan antara tim yang sedang lupa bagaimana rasanya menelan kekalahan dan tim yang sedang sibuk membangun karakter dan konsistensi. Liverpool datang dengan kondisi terbaiknya dan hanya ada satu pemain yang mengalami cedera, yaitu Xherdan Shaqiri.
Sementara itu, Atletico adalah tim yang sempat di jalur kemenangan pada awal kompetisi, tetapi sekarang melenceng keluar rel. Dalam tujuh laga terakhir di semua kompetisi, tim ”Los Rojiblancos” baru merasakan satu kemenangan. Selain itu, badai cedera tengah mendera dan melibatkan pemain-pemain pilarnya, seperti Kieran Trippier, Joao Felix, Diego Costa, dan Hector Herrera.
Liverpool bakal menjadi tamu yang menyulitkan dan praktis lebih difavoritkan. Namun, Liverpool seperti padi, yaitu kian berisi semakin merunduk. Mereka tidak mudah tergoda untuk berpikir mengalahkan Atletico seperti membalikan telapak tangan. Klopp dan para pemainnya telah menunjukkan mentalitas yang seharusnya dimiliki para juara.
”Saya telah lama menggeluti sepak bola dan tahu Atletico sangat mungkin membuat kami frustrasi. Mereka adalah salah satu lawan yang sulit dihadapi,” ujar Klopp dikutip Liverpool Echo.
Banyak kesamaan
Pelatih Atletico Diego Simeone adalah sosok pelatih yang juga sangat dihormati Klopp. Bahkan, Klopp menilai, Atletico memiliki banyak kesamaan dengan Liverpool, yaitu tim yang sama-sama belajar dari kegagalan dan terus mencoba. Bedanya, Liverpool telah menemukan jalan keluar dengan meraih tiga trofi sejak musim panas 2019, sedangkan Atletico masih menghadapi kebuntuan.
Bagi bek Liverpool, Joe Gomez, kemenangan atas Spurs tahun lalu dan dua trofi lainnya setelah itu belumlah cukup. Dalam kondisi saat ini, Gomez bahkan mengatakan bahwa Liverpool masih tim yang bermental underdog alias nonunggulan.
”Anda tidak bisa dikatakan sebagai tim juara sampai bisa membuktikannya berulang kali,” kata Gomez.
Anda tidak bisa dikatakan sebagai tim juara sampai bisa membuktikannya berulang kali.
Saat ini, ucap Gomez, Liverpool punya kewajiban utama mempertahankan kredibilitas dan reputasinya di Liga Champions. Menjaga reputasi itu tidak mudah dilakukan jika Liverpool terjebak dalam arogansinya. Status sebagai tim juara bertahan bisa saja menjadi bumerang. Maka itu, sikap bak padi yang telah ditunjukkan Klopp dan Gomez merupakan modal tepat menghadapi Atletico.
Jurnalis The Independent, Miguel Delaney, dalam artikelnya mengatakan, Atletico adalah lawan terlemah yang dihadapi Liverpool saat ini. Namun, laga ini tetap bisa berbahaya bagi Liverpool. Simeone merupakan pelatih yang mampu menampilkan kejutan ketika menghadapi laga-laga besar, terutama di Liga Champions.
Musim lalu, Atletico disingkirkan Juventus pada babak 16 besar. Situasinya hampir sama dengan saat ini karena Juventus—yang diperkuat Cristiano Ronaldo—adalah tim yang lebih difavoritkan. Namun, mereka mampu mengejutkan dengan mengalahkan Juventus, 2-0, pada laga pertama di Wanda Metropolitano.
Klopp sudah menyadari bahwa jumlah gol yang dimiliki Atletico di Liga Spanyol bisa menjadi ”ilusi”. Dalam 24 laga, Atletico mencetak 25 gol dan kebobolan 17 gol. Mereka tidak banyak mencetak gol seperti Barcelona (57 gol) atau Getafe (36 gol). Namun, Atletico memiliki pertahanan solid. Sebagai perbandingan, Barcelona telah kebobolan 29 gol.
Simeone terkenal senang membangun tim dengan lini pertahanan yang kuat. Sekarang, dengan pemain yang tersedia, Simeone berpikir keras mencari cara melumpuhkan serangan Liverpool dan mengembangkan serangan balik yang efektif.
Masa transisi
Satu hal lagi yang menjadi ciri khas Simeone adalah sikap keras kepala. ”Selalu ada jalan terjal yang kami lalui, tetapi saya selalu punya kesabaran, energi, dan kepercayaan diri. Kami bisa kalah atau menang, tetapi saya yakin dengan apa yang saya inginkan karena saya bisa memahami pemain dengan baik,” katanya.
Memahami pemain merupakan pekerjaan berat bagi Simeone musim ini. Skuad Atletico sudah banyak berubah sejak kehilangan para pilarnya, seperti Antoine Griezmann, Diego Godin, Lucas Hernandez, Filipe Luis, dan Juanfran. Simeone kini memiliki para pemain-pemain muda potensial, tetapi masih butuh banyak jam terbang.
Bagi Simeone, masa transisi bukan alasan bagi timnya untuk stagnan. ”Siapa pun yang percaya bahwa masa transisi sama halnya berjemur dan menunggu bunga bermekaran belumlah mengenal saya,” katanya.
Pernyataan ini menjadi pesan bagi Liverpool bahwa Atletico tidak bisa dipandang hanya dari permukaannya saja. Simeone sangat berpengalaman menghadapi laga-laga besar di Liga Champions dan bisa menularkan mental yang sama kepada para pemainnya. Liverpool bisa merasakan hal serupa Juve tahun lalu, yaitu kalah, jika tidak mewaspadainya.
Eks Pelatih Barcelona Ernesto Valverde pernah berkata, semua tim harus memperlakukan Liga Champions dengan cara yang berbeda. Meski tangguh di Liga Spanyol, Barca tetap bisa dipermalukan Liverpool di Liga Champions. ”Di Liga Champions, tim bergantung pada satu laga (untuk menang atau kalah). Sementara liga ditentukan berdasarkan penampilan Anda selama satu musim,” ujarnya.
Pada fase gugur ini, baik Liverpool maupun Atletico tidak bisa hanya menjadikan performa mereka dan lawan di liga sebagai rujukan utama. Maka, sudah benar jika Liverpool mencoba rendah hati ketika memasuki Wanda Metropolitano. (AFP)