Tiktok, 15 Detik yang Menentukan
Ada yang awalnya skeptis dengan Tiktok. Aplikasi ini dianggap alay. Akan tetapi, ada yang kemudian mengunduhnya, menjajal, dan ketagihan. Setelah merekam video berdurasi 15 detik, anggapan awal pun sirna. Kamu?
Setelah melihat artis idola membagikan video pendek di media sosial, Veronika Trimulatsih (25) akhirnya mengunduh aplikasi pelantar video pendek Tiktok. Peristiwa itu terjadi Januari lalu.
Salah satu artis idola Vero mengunggah video joget bersama anaknya. Video itu dibuat menggunakan Tiktok. Vero penasaran. Ia pun mengunggah aplikasi yang diperkenalkan oleh ByteDance asal China ini.
”Kalau kita cuma melihat, mungkin terkesan alay. Tetapi setelah dicoba, ternyata seru,” katanya, Senin (17/2/2020).
Perempuan yang tinggal di Pekanbaru, Riau, ini memilih Tiktok karena sejumlah alasan. Ada tantangan yang dihadirkan Tiktok melalui hafalan gerak tangan atau badan untuk berjoget. ”Itu ternyata tidak gampang, lho. Kan, untuk melatih kekompakan juga,” katanya.
Baca juga : Konten Komedi Terpopuler di TikTok
Dalam membuat video, Vero sering berpasangan dengan keponakannya, Prinz Y Tandra (10). Kadang-kadang, mereka menggunakan fitur filter wajah yang membuat wajah Prinz lebih lebar dan terlihat lebih tua dari usianya.
Karya tante dan keponakan itu pun disebar melalui media sosial lain. Banyak komentar yang masuk. Ada yang menyebut itu nirfaedah. Tetapi ia tak ambil pusing. Toh, mereka terhibur dan tidak sedikit pula penonton videonya yang ikut tertawa.
Baca juga : TikTok: Setelah Viral, lalu Mau Apa?
Dimas Permana (28) terpaksa mengubah kesimpulannya terhadap Tiktok. Awalnya, ia mengira aplikasi itu norak dan kampungan. Tetapi kemudian, hampir semua teman Instagram-nya memasang video Tiktok. Sejawatnya di kantor pun melakukan hal serupa.
”Jadi seperti, ya, sudah deh. Coba saja dulu. Eh, malah ketagihan,” ujar karyawan salah satu bank BUMN yang berkantor di Kendal, Jawa Tengah, ini.
Sebagai orang yang berminat di dunia tari, Dimas merasa Tiktok sebagai pentas kedua baginya. Lantaran beban kerja yang terus menumpuk, stres, kesepian karena berkantor di daerah terpencil, Tiktok pun menjadi pelepas penat.
”Tinggal buka gawai, bisa langsung main, buat seru-seruan sama rekan kerja,” ujarnya.
Untuk membuat sebuah video, butuh beberapa kali percobaan. Di sela-sela percobaan itu, Dimas dan temannya bersenda gurau. ”Menurutku, hal itu sedikit mengurangi stres,” lanjutnya.
Memberi kesempatan setiap orang untuk menjadi populer. Mereka yang selama ini terpinggirkan, selama bisa memacu kreativitas, berpotensi untuk menjadi pemicu tren.
Menurut Fitria Eka Mawardie (24), karyawan swasta yang berkantor di Jakarta, keberagaman pengguna Tiktok membuatnya kepincut. Tiktok tak hanya digunakan oleh remaja yang gayanya begitu-begitu saja.
”Sekarang, kan, banyak artis, bahkan ada penyanyi yang khusus bikin koreografi buat Tiktok dan terbukti itu emang viral. Orang jadi berlomba-lomba bikin koreografi yang unik biar diikutin banyak orang,” ucapnya.
Tiktok, katanya, memberi kesempatan setiap orang untuk menjadi populer. Mereka yang selama ini terpinggirkan, selama bisa memacu kreativitas, berpotensi untuk menjadi pemicu tren.
”Seperti mencuri perhatian banyak orang dengan berkreasi di Tiktok,” katanya.
Eka sudah membuat 11 video. Ada video yang menampilkan wajahnya membesar. Ada tarian meliuk-liuk diiringi lagu ”Any Song” dari Zico. Berbagai respons pun dia dapat dari warganet atas video itu.
”Ada yang bilang aku kecanduan, ada yang kaget karena efek Tiktok bikin muka jadi besar itu, loh, ada yang geleng-geleng kepala, kemudian acuh. Tetapi, ada juga yang akhirnya ikut mengunduh Tiktok juga,” tuturnya.
Baca juga : Ambisi Besar Video ”Receh” Tiktok
Catatan Kompas, pada Juni 2018, Tiktok mengumumkan bahwa layanannya sudah menggaet pengguna aktif bulanan sebesar 528 juta dari 150 negara. Daya tarik Tiktok mampu merebut hati pengguna berusia 18-24 tahun karena sifatnya yang menghibur. Akhir tahun lalu, Tiktok merilis bahwa konten bertema komedi terpopuler di Indonesia sepanjang 2019.
Selektif konten
Pengajar psikologi sosial dari Universitas Indonesia, Laras Sekarasih, menjelaskan, antusiasme terhadap Tiktok merupakan respons warganet terhadap hal yang sedang viral. Tiktok lebih memenuhi keinginan pengguna dengan membuat fitur-fitur yang melampaui foto. Konten pun cenderung dibuat oleh beberapa orang yang berpeluang untuk mempererat kebersamaan.
”Selama tidak ada peran sosial dan profesional pengguna yang terganggu, rasanya tidak ada yang perlu dicemaskan dari Tiktok,” katanya.
Baca juga : Permainan Intelijen di Dunia Usaha Rintisan
Ia mengingatkan pengguna dan penonton agar selektif dalam membuat konten. Jauhi konten pornografi. Lindungi dan pastikan anak-anak tetap aman ketika bermain Tiktok. Adegan-adegan yang tidak aman dan berpotensi mencelakakan harus dijauhi.
Sebagaimana diberitakan beberapa waktu lalu, lelucon digital yang viral di Tiktok, skullbreaker challenge, sudah memakan korban. Sejumlah laporan di Amerika Serikat menyebutkan, lelucon ini mengakibatkan beberapa anak terluka dan terpaksa dirawat di rumah sakit.
Baca juga : ”Skullbreaker Challenge” Membahayakan Keselamatan
Skullbreaker challenge dimainkan oleh tiga orang. Dua orang yang berdiri mengapit seorang pemain mencoba melakukan lompatan vertikal setinggi-tingginya. Sementara orang ketiga, berada di tengah, menyusul melompat ketika kedua rekannya sudah kembali menjejakkan kakinya di lantai.
Ketika orang ketiga mencoba melakukan lompatan, saat itulah kedua orang lainnya menendang kakinya dari bagian betis. Ketidakseimbangan itulah yang membuat orang ketiga kemudian membentur lantai dengan posisi telentang. Anggota tubuh yang pertama membentur lantai biasanya kepala dan punggung.