Dua tim legendaris Williams dan McLaren, hanya kalah sukses dari Ferrari di ajang Formula 1, dengan masing-masing sembilan dan delapan gelar juara konstruktor. Sejak memasuki milenium kedua, performa mereka meredup.
Oleh
Agung Setyahadi
·4 menit baca
BARCELONA, SENIN – Williams dan McLaren pernah berada di episentrum Formula 1pada pertengahan 1980-an hingga akhir 1990-an. Kedua tim ini pernah memimpin inovasi yang menjadi DNA balap mobil Formula 1. Memasuki tahun 2000-an, dua tim Inggris itu berada di masa kelam Musim ini, mereka kembali berjuang masuk ke tengah persaingan papan atas yang didominasi oleh Mercedes, Ferrari, dan Red Bull.
Williams, yang selalu finis di dasar klasemen konstruktor dan pebalap pada 2018 dan 2019, kembali dengan semangat baru pada 2020. Mereka meluncurkan mobil FW43 yang merupakan kelanjutan inovasi dari FW42, yang musim lalu tidak selesai dibangun hingga hari kedua tes pramusim. Musim 2019, mobil Williams sangat lambat, hingga hanya mendapat satu poin yang diraih Robert Kubica saat finis di posisi ke-10 pada seri Jerman.
”Keputusan mempertahankan sejumlah arsitektur inti dari FW42 berarti sedikit sumber daya yang diinvestasikan untuk pengembangan konsep baru. Imbal baliknya, tim desain punya keleluasaan untuk mengoptimalkan pekerjaan mereka, terbukti dalam pengemasan dan detail komponen,” ujar Adam Carter, Kepala Insinyur Williams di laman Formula 1, Senin (17/2/2020).
FW43 diluncurkan secara daring, kemarin, dan langsung menjalani tes shakedown di Sirkuit Catalunya, Barcelona, Spanyol. Tes ini sekaligus persiapan tes pramusim di sirkuit itu yang akan berlangsung pada 19-21 Februari.
Adapun McLaren telah meluncurkan mobil baru mereka, MCL35, pekan lalu. McLaren tampil mengecewakan pada 2018, setelah pindah dari mesin Honda ke Renault, tetapi mulai bangkit pada 2019 dengan kompetitif di papan tengah.
Kepala Teknik McLaren James Key menegaskan, target besar mereka adalah kembali ke papan atas. Namun, itu langkah sangat besar dan sulit dilakukan dalam satu tahun. Karena itu, musim ini McLaren menargetkan menjaga posisinya di papan tengah bersama pebalap Carlos Sainz dan Lando Noris. Musim lalu, Sainz di posisi keenam, dan Noris ke-11. Hasil itu menempatkan McLaren pada posisi keempat konstruktor.
Merajai
McLaren yang merupakan salah satu tim tertua di ajang F1, merajai balapan jet darat itu pada era 80-an hingga 90-an baik dalam kategori pebalap maupun konstruktor. Pada rentang 1984-1991, pebalap mereka Niki Lauda, Alain Prost, Nelson Piquet, dan Ayrton Senna, meraih tujuh gelar juara pebalap. Dominasi McLaren hanya diselingi Williams yang juara pada 1987 bersama Paul Nelson.
Williams akhirnya menghentikan dominasi McLaren pada 1992 dengan mobil legendaris FW14B yang mengubah peta persaingan F1. Pada tahun itu, Nigel Mansell tak tertandingi, dia sembilan kali finis terdepan, dan tiga kali finis kedua. Meskipun empat kali tidak menyelesaikan balapan, Mansel masih bisa juara dunia.
Mobil FW14B merupakan simbol inovasi yang sangat maju pada era itu. Williams dengan mesin Renault V10 menghadirkan sejumlah terobosan seperti suspensi aktif, dan kontrol traksi pada FW14B. Williams kembali merebut gelar juara pada 1993, 1996, dan 1997 bersama Prost, Damon Hill, dan Jacques Villeneuve. Itu gelar terakhir yang diraih Williams.
McLaren kembali berjaya pada 1998 dan 1999 bersama pebalap Finlandia Mika Hakkinen. Setelah itu, kedua tim itu memasuki masa kelam. Podium tertinggi pada seri balapan, terakhir kali diraih kedua tim itu pada 2012. Memasuki era 2000-an Ferrari bersama pebalap jenius Michael Schumacher merajai Formula 1, disusul Sebastian Vettel bersama Red Bull. Setelah itu, sejak era V6 turbo hibrida pada 2014, Mercedes dan para pebalapnya Lewis Hamilton serta Nico Rosberg, mendominasi F1.
Awal Baru
Direktur Pelaksana Motorsport F1 Ross Brown menilai, kemerosotan McLaren dan Williams karena tidak ada stabilitas di internal tim. Hal itu berbeda dengan Mercedes yang sejak 2007 (masih Honda), para petingginya masih ada di dalam tim hingga saat ini.
“Williams dan McLaren, mereka sering melakukan perubahan dan itu selalu memerlukan waktu untuk bisa mapan. Mereka tim-tim besar dengan sejarah besar, tetapi sayangnya Formula 1 bukan pengagum sejarah. Ini hanya menghormati apa yang terjadi di lintasan,” ujar Brown kepada Autosport.
Musim ini, Williams berjuang bangkit dengan mengembangkan mobil FW43 dengan basis FW42, dengan perbaikan di berbagai area yang ditemukan pada musim lalu. Dua musim terakhir, mobil Williams bermasalah dengan downforce, stabilitas, dan lambat. Bahkan, mobil mereka tertinggal hingga 1,5 detik setiap lap dari mobil tim-tim papan atas. Musim ini, Williams juga merekrut pebalap muda Nicholas Latifi yang merupakan runner-up F2 musim lalu. Dia menggantikan Robert Kubica, dan akan menjadi rekan setim George Russell.
“Tahun ini menandai awal baru bagi tim. Kami menghabiskan waktu untuk memperbaiki berbagai area yang menjadi kelemahan kami dan telah memastikan kami memiliki orang yang tepat, struktur, prosedur dan sumber daya di posisi yang tepat untuk menghasilkan mobil yang kompetitif,” ujar bos tim Williams Racing Claire Williams dikutip Crash.
Putri pendiri tim Frank Williams itu menegaskan, musim 2020 diharapkan menjadi awal kembalinya Williams dalam kompetisi yang ketat. “Spirit bertarung masih sangat hidup, dan tahun ini, semua orang akan teris bertarung hingga kami kembali ke posisi yang seharusnya,” tegas Claire Williams.