Nelayan Asing Cari Celah Jarah Ikan di Perairan Sulut
›
Nelayan Asing Cari Celah Jarah...
Iklan
Nelayan Asing Cari Celah Jarah Ikan di Perairan Sulut
Nelayan asing terus mencari celah mencuri ikan di perairan perbatasan antara Sulawesi Utara dan Filipina bagian selatan. Aksi mereka dilakukan di kawasan zona ekonomi eksklusif.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
BITUNG, KOMPAS — Nelayan asing terus mencari celah untuk menangkap ikan secara ilegal di perairan perbatasan antara Sulawesi Utara dan Filipina bagian selatan. Pencurian dilakukan menggunakan kapal besar dengan alat tangkap modern ataupun perahu kecil memakai pancing.
Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung Donny Muhammad Faisal mengatakan, tantangan yang dihadapi petugas pengawasan di daerahnya adalah penangkapan ikan secara ilegal, tidak terlapor, dan tak teregulasi (IUUF), yang dilakukan kapal-kapal asing dari arah utara. Selama 2019, pihaknya menangani sembilan kasus IUUF.
”Rata-rata kapal yang digunakan berukuran di bawah 10 GT (gross ton) berasal dari Filipina. Pada 2016 dan 2018, pernah juga tercatat penanganan kapal-kapal besar, paling besar 150 GT,” kata Donny, Rabu (19/2/2020).
Sepanjang 2015-2019, Pangkalan PSDKP Bitung menampung 808 anak buah kapal (ABK) yang ditangkap karena menangkap ikan secara ilegal. Sebanyak 735 orang adalah warga negara Filipina, sedangkan sisanya Indonesia. Tujuh nelayan asal Filipina telah ditahan sejak September 2019. Mereka adalah nelayan tradisional berperahu kayu kecil.
Smarten Pumpente, penerjemah bahasa Cebuano di Pangkalan PSDKP Bitung, mengatakan, para penangkapan ikan secara ilegal terjadi di zona ekonomi eksklusif (ZEE) dekat perairan Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud. Aksi ini sudah terjadi sejak lama karena ikatan kekerabatan antara warga Kepulauan Nusa Utara dan Filipina bagian selatan.
Ketidaktahuan akan aturan menjadi salah satu penyebab. ”Ada WNI yang berdomisili di Filipina. Mereka boleh melaut secara tradisional dan ditarik pajak. Tapi, di Indonesia, kan, (nelayan Filipina) tidak boleh begitu,” katanya.
Tahun ini PSDKP Bitung akan mengutamakan patroli di seluruh perairan Sulut hingga ZEE. Prioritas pengawasan dipusatkan di perairan dekat perbatasan.
Smarten menambahkan, para nelayan Filipina menangkap ikan tuna di ZEE Indonesia dengan pancing (handline). Mereka memperkecil perahu mereka agar jika ditangkap kerugian tidak terlalu besar.
Untuk mengatasinya, tahun ini PSDKP Bitung akan mengutamakan patroli di seluruh perairan Sulut hingga ZEE. Prioritas pengawasan dipusatkan di perairan dekat perbatasan. Patroli ditopang empat kapal pengawas dan dua kapal cepat (speedboat). Pengawasan semakin efektif dengan pemantauan sistem pengawasan kapal (VMS) atau Radarsat untuk memberi informasi pergerakan kapal asing.
Tedy, pemilik perusahaan penangkapan ikan dari PT Arta Samudera Pasifik, mengatakan, penangkapan ikan secara ilegal rawan terjadi karena kapal-kapal dari Bitung dilarang melaut ke ZEE. Terakhir pada 2015, ia mengaku melihat kapal Filipina mengambil ikan di ZEE Indonesia dengan kawalan penjaga pantai.
”Jangan sampai yang terjadi di Natuna (Kepulauan Riau) terjadi di sini. Kalau kapal-kapal kita tidak diizinkan melaut sampai perbatasan, pasti kapal asing yang akan memanfaatkan. Sekali masuk, satu kapal bisa angkut 50 ton. Kalau 10 kapal masuk, kita rugi 500 ton,” kata Tedy.
Tedy menyadari, kapal yang diperbolehkan beroperasi di ZEE hanya yang berukuran 150 GT ke atas. Namun, banyak kapal milik pengusaha di Bitung yang ukurannya di bawah 100 GT. Tedy sendiri memiliki empat kapal kayu berukuran 57 GT-98 GT, tetapi sejak 2018 belum dapat dioperasikan karena terhambat proses pembuatan surat izin penangkapan ikan (SIPI) yang berlarut-larut.
”Memang itu karena kebijakan menteri kelautan dan perikanan sebelumnya (Susi Pudjiastuti). Saya sudah dijanjikan Pak Menteri yang baru (Edhy Prabowo), izin akan segera selesai,” katanya.
Sebelumnya, dalam kunjungan ke Bitung pada Senin (17/2/2020), Menteri KKP Edhy Prabowo menegaskan, perizinan kapal kini dapat diselesaikan dalam waktu satu jam asal pengusaha telah melengkapi dokumen yang diperlukan, seperti uji fisik kapal. Ia menambahkan, 29 peraturan menteri yang sedang direvisi akan segera difinalisasi.
Untuk mencegah pencurian ikan, Edhy menyatakan, PSDKP harus tegas. Jika melakukan perlawanan saat akan ditangkap, kapal asing pencuri ikan dapat ditenggelamkan di tengah laut.
Kejadian di Natuna beberapa waktu lalu, ketika enam kapal dari China mencuri ikan, adalah bukti pencuri ikan berani beraksi terang-terangan. ”Itu jadi pelajaran. Kita dapat menggunakan persenjataan yang sudah dititipkan TNI AL kepada PSDKP,” katanya.
Pelaku perikanan dalam negeri juga melanggar beragam aturan di perairan Bitung dan Sulut. Donny Muhammad Faisal menambahkan, ada delapan kasus penangkapan ikan secara destruktif menggunakan bom dan obat bius ikan, serta alat tangkap, seperti cantrang. Beberapa kapal juga tidak dilengkapi SIPI.
Donny tidak spesifik menyebut asal kapal yang beroperasi di perairan Sulut. Ia hanya berharap semua kapal beroperasi di wilayah sesuai SIPI.
PSDKP harus tegas terhadap nelayan asing, tetapi menjadi pelindung dan pembina nelayan dalam negeri.
Edhy Prabowo mengatakan, PSDKP harus tegas terhadap nelayan asing, tetapi menjadi pelindung dan pembina nelayan dalam negeri. Pelanggaran yang ditemui di lapangan pun harus diselesaikan dengan cara pembinaan, bukan langsung penegakan hukum.
Untuk itu, Direktorat Jenderal PSDKP juga telah mengembangkan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmasmwas) untuk membantu pengawasan. Saat ini terdapat 2.581 Pokmaswas di seluruh Indonesia.