Rentan Bermasalah, Empat Desa Terendam Lumpur di Sidoarjo Diminta Segera Dihapus
›
Rentan Bermasalah, Empat Desa ...
Iklan
Rentan Bermasalah, Empat Desa Terendam Lumpur di Sidoarjo Diminta Segera Dihapus
Empat desa terendam lumpur di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, diusulkan segera dihapus dari nomenklatur desa di Indonesia. Keberadaan desa-desa itu rentan memicu masalah dalam pemilihan kepala daerah mendatang.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Empat desa terendam lumpur di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, diusulkan segera dihapus dari nomenklatur desa di Indonesia. Keberadaan desa-desa itu rentan memicu masalah dalam pemilihan kepala daerah mendatang.
Persoalan itu mengemuka dalam acara kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke Sidoarjo terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak, Rabu (19/2/2020). Rombongan diterima Pelaksana Tugas Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin, Ketua KPU Sidoarjo Muhammad Iskak, dan sejumlah pejabat daerah lainnya.
Empat desa yang terendam lumpur itu adalah Desa Kedungbendo, Renokenongo, Jatirejo, dan Desa Siring. Empat desa itu diduga sebagai desa fiktif penerima dana desa. Tidak terbukti, empat desa ini tak bisa menyerap dana desa sehingga menimbulkan sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (silpa).
”Oleh karena itu, empat desa di Sidoarjo ini harus dipastikan tidak menimbulkan masalah saat pilkada nanti. Pemerintah pusat harus memastikan daerah-daerah yang tidak memiliki wilayah sehingga tidak memenuhi kriteria sebuah desa, administrasinya dibereskan dari tingkat pusat hingga daerah,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo.
Arif mengatakan, pihaknya akan mendorong Kementerian Dalam Negeri segera menyelesaikan masalah desa yang hilang tersebut. Dia akan meminta penjelasan mengenai kendala yang terjadi sehingga proses penghapusan belum bisa dilaksanakan. Padahal, sudah ada permohonan langsung dari Pemkab Sidoarjo dan permohonan yang difasilitasi Pemprov Jatim.
Anggota Komisi II DPR RI, Johan Budi Sapto Pribowo, menambahkan, empat desa yang sebagian wilayahnya hilang ini rentan bermasalah karena data kependudukannya rawan disalahgunakan. Di sisi lain, penduduk yang tersisa dari empat desa ini berpotensi kehilangan hak politiknya apabila pendataan yang dilakukan tidak maksimal.
Ketua KPU Sidoarjo Muhammad Iskak mengatakan, Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten yang menggelar pilkada pada September nanti. Pilkada akan digelar di 249 desa/kelurahan dari total 353 desa/kelurahan. Ada empat desa yang tidak menyelenggarakan pilkada karena wilayahnya terendam lumpur Lapindo.
”Keempat desa itu tidak mampu memenuhi syarat. Contohnya, satu TPS minimal memiliki 300 pemilih. Penduduk yang tersisa dari empat desa itu tinggalnya terpisah-pisah, tidak berkumpul di satu lokasi,” kata Iskak.
Untuk menjamin hak politik penduduk yang tersisa di empat desa tersebut, KPU Sidoarjo akan memfasilitasi mereka menyalurkan hak pilihnya di TPS terdekat. Persoalannya, untuk memastikan data kependudukan keempat desa ini juga tidak mudah karena banyak penduduk yang tinggal di luar kota, tetapi masih berstatus warga Sidoarjo.
Sekretaris Daerah Sidoarjo Achmad Zaini menjelaskan, kondisi empat desa yang terendam lumpur sudah tidak layak menyelenggarakan pemerintahan desa. Salah satu indikasinya, tidak memiliki kantor desa.
Oleh karena itulah, Pemkab Sidoarjo mengusulkan agar empat desa itu dihapus atau dihilangkan dari daftar desa di Sidoarjo. Setelah itu, wilayah yang tersisa dari empat desa ini digabungkan dengan desa lain.
Keempat desa itu tidak mampu memenuhi syarat. Contohnya, satu TPS minimal memiliki 300 pemilih. Penduduk yang tersisa dari empat desa itu tinggalnya terpisah-pisah, tidak berkumpul di satu lokasi.
Permohonan penghapusan empat desa, kata dia, telah disampaikan kepada Presiden melalui Sekretariat Negara. Permohonan dikirimkan pada Mei dan Juni 2018. Permohonan yang sama kembali dikirimkan pada September 2019 dengan difasilitasi Pemprov Jatim.
”Hingga saat ini, Pemkab Sidoarjo belum menerima tanggapan atas permohonan tersebut. Belum ada permintaan penjelasan mengenai usulan penghapusan empat desa tersebut dari pemerintah pusat,” ucap Zaini.
Jaga independensi penyelenggara
Pilkada Sidoarjo saat ini memasuki masa pembentukan badan ad hoc. Sejauh ini, seluruh tahapan proses pilkada berjalan lancar. KPU Sidoarjo dan Pemkab Sidoarjo telah menandatangi naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) sebesar Rp 45 miliar pada Oktober 2019.
Akan tetapi, karena ada peningkatan kebutuhan anggaran, yakni penambahan biaya untuk badan ad hoc, dilakukan klausul tambahan NPHD pada Januari lalu. Nilai dana hibah yang diterima KPU Sidoarjo melonjak hampir dua kali lipat menjadi Rp 75,9 miliar. Saat ini anggaran tersebut mulai dicairkan.
Mulusnya proses hibah anggaran pilkada Sidoarjo memantik pertanyaan dari sejumlah anggota Komisi II DPR RI. Sebab, di banyak daerah lain, proses hibah ini terkendala. Mulusnya proses hibah ini dikhawatirkan memengaruhi independensi penyelenggara pemilu. Apalagi, Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad berniat mencalonkan diri.
Nur Achmad membantah hal itu. Menurut dia, proses penandatanganan NPHD terhadap penyelenggara pilkada sudah sesuai peraturan perundangan. Pemanfaatan dana hibah tersebut juga diawasi Kejaksaan Negeri Sidoarjo untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau korupsi.