Sewa-menyewa Lahan Sawah Belum Jelas, Warga Meminta Ganti Rugi
›
Sewa-menyewa Lahan Sawah Belum...
Iklan
Sewa-menyewa Lahan Sawah Belum Jelas, Warga Meminta Ganti Rugi
Pembangunan kereta cepat Bandung-Jakarta di ruas Purwakarta diprotes sejumlah petani di Desa Depok karena lahan sawah mereka tertimbun material sebelum ada kesepakatan harga sewa.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Sejumlah petani mengeluhkan sawah garapannya di Desa Depok, Kecamatan Darangdan, Purwakarta, tertimbun tanah galian akibat proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Mereka meminta ganti rugi sesuai kerusakan yang terjadi.
Pantauan Rabu (19/2/2020), bongkahan batu besar dan tumpukan tanah tersebar di beberapa titik ruas area yang dulunya sawah. Suara gemuruh dua alat berat yang dijalankan terdengar saat memindahkan tanah galian. Di lokasi bawah alat-alat berat itu terdapat petak-petak sawah yang belum ditanami.
Siang itu, mata Siti Khodijah (60), petani di desa itu, tampak sayu. Kepalanya tertunduk lesu. Sejak Agustus 2019, sawah seluas 1.600 meter persegi miliknya tak bisa ditanami padi karena tanah galian menutupi area tanam dan saluran irigasi di sebelahnya. Padahal, seharusnya ia bisa panen sekali lagi saat itu.
Bulan Juli 2019 merupakan panen padi terakhir baginya dengan hasil 8 kuintal gabah. Hasil itu dijualnya sedikit demi sedikit untuk memenuhi kebutuhan hidup. ”Tak bisa bertani lagi, kami harus berhemat agar tidak kelaparan,” ucapnya.
Kini, Siti Khodijah dan anaknya, Siti Nurmila (19), memenuhi kebutuhan harian dengan berjualan kerupuk dan kangkung hasil kebun di rumah. Uang yang mereka kumpulkan Rp 50.000 per minggu. Sebagian uang digunakan untuk membayar utang di warung.
Khodijah tidak menolak adanya proyek ini, justru ia mendukung demi kepentingan bersama. Namun, ia menyayangkan uang ganti rugi yang tak segera diberikan.
Petani lainnya, Tita Rosita (50) dan Iwan (60), mengeluhkan hal yang sama. Sawah mereka merupakan warisan orangtua dan menjadi satu-satunya sumber penghidupan. Sawah seluas 4.000 meter persegi itu menghasilkan sekitar 2 ton gabah kering. ”Agustus lalu sudah tidak tanam, kami tidak ada tabungan gabah juga,” kata Tita.
Iwan menambahkan, ada setidaknya 5 hektar lahan milik 20 petani yang terdampak. Dulu, pihak kontraktor pernah menawarkan uang sewa tanah sawah Rp 50.000 per meter persegi per tahun kepada warga. Namun, warga menolak karena tidak sebanding dengan kerusakan sawah. ”Bayangkan kondisi sawah setelah terkena tumpukan tanah galian dan batu ini. Sawah pasti tidak bisa ditanami lagi seperti dulu,” ucap Iwan.
Selasa (18/2/2020), mereka memprotes petugas proyek di lokasi. Aksi itu kali kedua sebagai bentuk kegeraman warga terdampak karena kesepakatan ganti rugi tak kunjung final. Mereka meminta agar tanah sawah mereka dibeli dengan harga Rp 1 juta per meter persegi.
Membangun komunikasi
Kabar itu direspons Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum. Dalam kunjungannya ke lokasi, ia mendengar aspirasi para petani. Warga berharap agar ada solusi. Sejumlah instansi akan dikumpulkan Jumat (21/2/2020) untuk membahas jalan tengah.
Menurut Uu, sebelum proyek dikerjakan, para pelaksana proyek seharusnya membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat terdampak. Hal tersebut menjadi evaluasi bagi pelaksana proyek.
”Segala hal harus disampaikan kepada warga, tak hanya yang baik, tapi juga yang negatif. Kalau tidak membangun komunikasi yang baik, jadi seperti ini adanya (warga menuntut kejelasan gani rugi),” kata Uu.
Pihak pengelola diminta lebih intens membangun komunikasi sehingga tidak ada lagi dampak negatif yang menyengsarakan warga. Ia berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali.
Suswono Supardi dari Humas PT Wijaya Karya Section 3, kontraktor mitra PT Kereta Cepat Indonesia China, mengatakan, sebelum proyek ini dimulai, pihaknya telah berkomunikasi dengan warga untuk menggunakan tanah mereka dengan uang sewa tanah Rp 50.000 per meter persegi per tahun. Akan tetapi, sebagian warga menolak meskipun sebagian lagi menerima. Pihaknya bersedia hadir untuk memenuhi panggilan Uu untuk bersama mencari solusi.