Tiga orangutan dilepasliarkan ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya di perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, Rabu (19/2/2020). Ketiganya selesai menjalani program rehabilitasi dan reintroduksi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Setelah menjalani proses panjang, tiga orangutan dilepasliarkan ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya di perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Ketiganya hasil rehabilitasi dan reintroduksi Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Ketiga orangutan itu masing-masing bernama Batola Cantan (17 tahun), Paduran (12 tahun), dan Unyu (6 tahun). Batola merupakan orangutan jantan, sisanya merupakan orangutan betina. Pelepasliaran dilakukan Yayasan Borneo Orangutan Survival bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hadir dalam kesempatan itu, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Indra Eksploitasia.
”Orangutan yang dilepasliarkan sudah beberapa tahun menjalani masa rehabilitasi, mulai dari sekolah hutan hingga proses pra-pelepasliaran,” kata CEO Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Jamartin Sihite, Rabu (19/2/2020).
Jamartin menjelaskan, proses rehabilitasi merupakan upaya meliarkan kembali orangutan atau mengenalkan kembali kehidupan liar di rimba. Biasanya, proses tersebut memakan waktu empat hingga lima tahun di sekolah hutan.
Setelah proses tersebut, kata Sihite, orangutan dilepaskan di sebuah lokasi pra-pelepasliaran. Di tempat ini, orangutan bisa tinggal selama setahun sambil dianalisis kemampuannya bertahan hidup di hutan.
Proses panjang itu yang membuat Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng selalu penuh dengan orangutan. Apalagi, banyak masyarakat yang masih memelihara orangutan. Proses pengandangan orangutan membuat sifat liar hewan tersebut hilang sehingga ketika dilepaskan di hutan tidak dapat bertahan hidup.
Proses pengandangan orangutan membuat sifat liar hewan tersebut hilang sehingga ketika dilepaskan di hutan tidak dapat bertahan hidup.
Ketiganya dibawa ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, yang berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Untuk mencapai lokasi ini, petugas membutuhkan waktu 15 jam perjalanan darat.
Sebagian besar perjalanan melalui jalan yang belum diaspal, bahkan berlumpur saat musim hujan. Setelah 15 jam perjalanan darat, perjalanan dilanjutkan menggunakan kapal kayu bermotor yang biasa disebut kelotok.
”Pada proses ini, orangutan biasanya dibius sambil diobservasi kesehatan dan kesiapan mereka selama perjalanan,” kata Jamartin.
Pos Pantau
Selain itu, diresmikan pula pos pemantauan yang diberi nama Lewun Kahio. ”Pos ini akan digunakan untuk petugas agar memastikan orangutan yang dilepasliarkan tetap hidup di hutan dan mampu bertahan hidup,” kata Indra.
Indra menambahkan, pelepasliaran merupakan bentuk peningkatan keikutsertaan masyarakat melindungi satwa liar, khususnya masyarakat yang hidup di sekitar hutan. Pelepasliaran juga merupakan bentuk kolaborasi berbagai macam pihak, termasuk pemerintah.
”Kami berharap, dengan dilepasliarkannya ketiga orangutan ini, bisa menambah populasi orangutan di alam,” kata Indra.
Kepala TNBBBR Agung Nugroho mengungkapkan, pemilihan kawasan TNBBBR menjadi area pelepasliaran orangutan sudah melalui berbagai kajian dan memenuhi persyaratan sebagai rumah baru orangutan. Kajian tersebut antara lain ketersediaan jenis-jenis tumbuhan pakan, ketinggian dari permukaan laut, dan minimnya keberadaan populasi orangutan.
”Daya tampung area yang masih besar serta jauh dari aktivitas manusia akan menjamin orangutan yang dilepaskan di sini dapat berkembang dengan baik dan mampu membentuk populasi baru,” kata Agung. Sejak 2016, Balai TNBBBR bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Tengah dan Yayasan BOS sudah melepasliarkan sebanyak 171 orangutan.