Harga pakan yang mahal menghambat perkembangan perikanan budidaya di Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Solusi diupayakan antara lain dengan memproduksi pakan secara mandiri.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MINAHASA UTARA, KOMPAS — Pengusaha perikanan budidaya air tawar di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, kesulitan mengembangkan usaha akibat harga pakan ikan yang mahal dan kekurangan bibit unggul. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menawarkan solusi, yakni mendorong pengusaha budidaya untuk mengembangkan pakan mandiri. Bibit unggul juga akan disiapkan.
Hal itu terungkap dalam kunjungan Edhy ke Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Kecamatan Dimembe, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Selasa (18/2/2020). Ia bertemu lebih dari 100 pengusaha budidaya ikan air tawar.
Agus Pantow, anggota kelompok tani Bina Makmur, Desa Talawaan, mengatakan, pakan ikan seharga Rp 9.800 per kilogram (kg) memberatkan pembudidaya ikan. Keuntungan menjadi tipis karena biaya pakan sekitar 80 persen dari usaha budidaya ikan air tawar.
”Terakhir kali kami mau mengajukan kredit usaha rakyat harus ada AJB (akta jual beli) lahan. Nyatanya, kami tetap tidak mendapat pinjaman,” kata Agus.
John Kumaat, pembudidaya ikan lele, nila, dan mas dari kelompok tani Lenimas di Mapanget, Talawaan, menuturkan, harga pakan naik terus. Satu karung berisi pakan 30 kg naik dari Rp 100.000 menjadi Rp 300.000-Rp 400.000.
”Harga pakan naik 300 persen-400 persen, tapi penjualan kami tetap di kisaran 800.000 ekor per bulan. Hal ini juga karena ketersediaan bibit unggul yang kurang,” kata John.
John mengharapkan langkah pemerintah untuk menurunkan harga pakan sekaligus menyediakan bibit unggul ikan secara berkelanjutan. Sementara, beberapa pembudidaya lain berharap ada bibit unggul yang dibagikan secara gratis.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Minahasa Utara Jan Sinaulan mengakui, kebutuhan pakan untuk perikanan budidaya di Minahasa Utara belum terpenuhi.
Kepala DKP Sulut Tienneke Adam mengatakan, kebutuhan pakan terbantu hasil pengolahan pakan mandiri BPBAT Tatelu seharga Rp 7.000 per kg. Produksinya 100 ton per tahun, tetapi belum mencukupi kebutuhan.
Edhy Prabowo menyampaikan, setiap pengusaha didorong untuk mengembangkan pengolahan pakan mandiri. Sebab, berbagai bahan pakan melimpah di Sulut, di antaranya ampas kelapa. Pengolahan mandiri dapat menekan harga produksi budidaya ikan air tawar hingga 30 persen.
Sebagai insentif, kata Edhy, pemerintah telah menyiapkan kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp 195 triliun untuk berbagai jenis usaha rakyat. Pagu kredit dinaikkan dari Rp 25 juta menjadi Rp 50 juta, sedangkan suku bunga diturunkan dari 7 persen menjadi 6 persen.
”KUR juga bisa berkelompok, tidak harus sendirian. Kalau masih ada syarat-syarat yang mempersulit, beritahu kami,” katanya.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengatakan, tahun ini ada investor asing yang membangun pabrik pengolahan pakan ikan ataupun ternak di Lolak, Bolaang Mongondow.
Di sisi lain, bibit unggul ikan air tawar seperti gurami, mujair, lele, nila, dan mas tetap dibutuhkan dengan harga terjangkau. Kepala DKP Sulut Tienneke mengatakan, harga benih ikan di berbagai unit pembenih rakyat (UPR) Rp 500 per ekor, lebih mahal daripada benih yang dikembangkan BPBAT Tatelu, yakni Rp 200 per ekor.
”Benih masih sedikit. Oleh karena itu, kami harap BPBAT Tatelu bisa menyuplai, terutama yang bibit unggul,” ujar Tienneke.
Edhy mengatakan, BPBAT Tatelu akan membantu para pembudidaya. Produksi ikan nila yang kini tengah dikembangkan mencapai 10 juta ton tahun lalu, setengah dari kapasitas totalnya. Upaya ini ditopang berbagai teknologi, seperti daur ulang air, ozonisasi, inframerah, dan lain-lain.
”Harga Rp 200 per ekor sudah bagus. Akan tetapi, saya usahakan benih itu gratis agar pembudidaya kita makin banyak,” katanya. (OKA)