Pelaku Industri Oleokimia Ingin Harga Gas Segera Turun
›
Pelaku Industri Oleokimia...
Iklan
Pelaku Industri Oleokimia Ingin Harga Gas Segera Turun
Penurunan harga gas diyakini bakal menurunkan biaya produksi. Para pelaku industri oleokimia berharap Perpres No 40/2016 yang mengamanatkan harga gas industri 6 dollar AS per MMBTU segera terealisasi.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri oleokimia berharap Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 yang mengamanatkan harga gas 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU) segera terlaksana. Di sisi lain, keterbukaan pelaku usaha dibutuhkan agar pemerintah dapat mengawasi dan mengevaluasi manfaat penurunan harga gas industri.
”Harga beli (gas) sekarang untuk industri oleokimia bervariasi, tiap anggota berbeda-beda harga pembeliannya karena tergantung lokasi dan jarak, sekitar 10-12 dollar AS per MMBTU,” kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Rapolo mengatakan hal tersebut pada diskusi kelompok terfokus bertajuk Menanti Implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 bagi Dunia Usaha. Acara diselenggarakan Apolin dan Majalah Sawit Indonesia.
Kebutuhan gas di industri oleokimia, katanya, berkisar 11,9 juta MMBTU hingga 13,7 juta MMBTU per tahun. Apabila Perpres No 40/2016 dapat dijalankan untuk industri oleokimia, dengan asumsi nilai tukar Rp 14.300 per dollar AS, akan ada penghematan 47,6 juta dollar AS-81,8 juta dollar AS per tahun.
Kepala Subdirektorat Industri Hasil Perkebunan Nonpangan Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Lila Bachtiar menyatakan, kebijakan penurunan harga gas akan menurunkan biaya produksi dan menurunkan harga output atau keluaran.
”Hal ini akan meningkatkan dampak berganda. Kementerian Perindustrian melihat gas bumi bukan sebagai komoditas, melainkan sebagai pengungkit daya saing,” kata Lila.
Lila mengatakan, penurunan harga gas memang akan menurunkan penerimaan pemerintah dari bagi hasil penjualan gas. Namun, penurunan pemerintah itu dapat dikompensasi dari peningkatan pendapatan dari bergeraknya kegiatan ekonomi di sektor industri pengolahan. Lila berharap ada kesamaan bahasa dalam menilai manfaat dari fasilitas diskon harga gas tersebut.
Kriteria manfaat penurunan harga gas bagi industri yang akan dimonitor dapat berupa penurunan harga jual produk, penambahan efisiensi produksi, peningkatan pajak penghasilan (PPh) badan perusahaan, dan percepatan investasi pengembangan usaha perusahaan.
Lila mencontohkan, saat masih membeli gas senilai 10 dollar AS per MMBTU, suatu perusahaan membayar PPh badan Rp 50 miliar. Namun, setelah harga gas turun jadi 6 dollar AS per MMBTU, pembayaran PPh badan naik jadi, misalnya, Rp 70 miliar.
Tujuan pemerintah memberi diskon harga gas akan tercapai ketika ada manfaat seperti itu. ”Nanti data akan diverifikasi oleh Kementerian Keuangan. Jadi keterbukaan menjadi penting,” kata Lila.
Ketua Komite Migas Asosiasi Pengusaha Indonesia Ananda Idris mengatakan, mata rantai gas sangat kompleks dibandingkan mata rantai sumber energi lain. Di sisi hulu gas itu harus dicari di mana berada; bisa di laut yang dalam, bisa di area perbatasan, atau lokasi lain yang boleh jadi jauh.
”Selanjutnya gas harus dibawa dari hulu ke hilir. Itu di midstream (antara) yang tidak juga mudah; bisa pakai pipa, bisa gas itu dicairkan lalu dimasukkan kapal, atau gas ditekan lalu dibawa pakai truk. Jadi mata rantai gas sangat kompleks dan boleh dikatakan mahal,” ujar Ananda.
Akibatnya, Ananda menuturkan, apabila ingin menurunkan harga gas, harus ada pihak yang berkorban; entah itu sektor hulu, antara, hilir, atau konsumen. Pemerintah harus mengkaji hal-hal seperti itu.