Pemerintah Diminta Usut Tuntas Kontaminasi Radioaktif
›
Pemerintah Diminta Usut Tuntas...
Iklan
Pemerintah Diminta Usut Tuntas Kontaminasi Radioaktif
Pemerintah diminta mengusut tuntas kasus kontaminasi zat radioaktif sesium-137 (Cs-137) di Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan, Banten.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Pemerintah diminta mengusut tuntas kasus kontaminasi zat radioaktif sesium-137 (Cs-137) di Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan, Banten. Pengusutan itu diharapkan bisa menemukan pihak yang bertanggung jawab agar kasus serupa tak terulang di kemudian hari.
”Menjadi tanggung jawab pihak berwenang menelusuri bagaimana sumber (radioaktif) itu bisa muncul di situ,” kata Kepala Laboratorium Teknologi Energi Nuklir Universitas Gadjah Mada (UGM) Alexander Agung, Kamis (20/2/2020), di Kampus UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kalau di suatu perumahan ditemukan bahan radioaktif dan mencemari lingkungan, tentu itu merupakan sesuatu yang tidak pada tempatnya.
Seperti diberitakan, Badan Pengawas Teknologi Nuklir (Bapeten) menemukan paparan radiasi di area tanah kosong di Perumahan Batan Indah. Paparan radiasi itu pertama kali diketahui pada 30-31 Januari 2020 saat Bapeten melakukan uji fungsi alat untuk memantau radioaktivitas lingkungan di Tangerang Selatan. Berdasarkan penyelidikan, sumber paparan radiasi itu berasal dari bahan radioaktif sesium-137.
Alexander menjelaskan, zat atau bahan radioaktif selalu disimpan di tempat aman. Dengan demikian, keberadaan bahan radioaktif di area Perumahan Batan Indah merupakan sesuatu yang tidak wajar. ”Kalau di suatu perumahan ditemukan bahan radioaktif dan mencemari lingkungan, tentu itu merupakan sesuatu yang tidak pada tempatnya,” ujarnya.
Oleh karena itu, Alexander menyatakan, pemerintah harus menyelidiki dan melacak dari mana sumber sesium-137 yang muncul di Perumahan Batan Indah. Penyelidikan itu mesti melibatkan sejumlah lembaga terkait, misalnya Bapeten, Batan Teknologi Nuklir Indonesia (Batan), dan kepolisian.
Alexander menambahkan, sesium-137 bisa digunakan untuk kebutuhan industri dan medis. Namun, penggunaan bahan radioaktif tersebut harus mendapat izin penggunaan dari Bapeten. Sesudah bahan radioaktif tersebut tidak lagi digunakan sehingga menjadi limbah, pengelolaannya juga mesti mengikuti aturan yang ditetapkan.
Untuk pemrosesan itu juga harus ada izin dari Bapeten.
”Untuk pengelolaan limbah itu, ada ketentuan-ketentuan khusus dari Bapeten, apakah bisa disimpan atau diproses. Untuk pemrosesan itu juga harus ada izin dari Bapeten,” kata Alexander.
Dosen Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM, Haryono Budi Santosa, mengatakan, keberadaan sesium-137 di Perumahan Batan Indah itu bisa terjadi karena dua faktor, yakni ketidaksengajaan dan kesengajaan. Contoh faktor ketidaksengajaan itu, misalnya bencana alam, kegagalan teknologi, dan human error atau kesalahan manusia yang tak disengaja.
Sementara itu, faktor kesengajaan itu, misalnya pencurian atau sabotase. Haryono menyatakan, berdasarkan data, bisa disimpulkan keberadaan sesium-137 itu bukan karena bencana alam atau kegagalan teknologi, seperti kecelakaan yang terjadi pada reaktor.
Oleh karena itu, munculnya bahan radioaktif itu bisa jadi disebabkan oleh satu dari tiga kemungkinan, yakni human error, pencurian, atau sabotase. ”Ini, kan, kecelakaan reaktor tidak ada, bencana alam juga tidak ada. Jadi, kemungkinannya itu human error, sabotase, atau pencurian,” kata Haryono.
Haryono mengatakan, hingga saat ini, Bapeten belum merilis data paparan radiasi pada warga di sekitar lokasi penemuan sesium-137 di Perumahan Batan Indah. Oleh karena itu, belum bisa disimpulkan apakah kontaminasi radioaktif tersebut akan berdampak pada kesehatan warga atau tidak.
Dia menambahkan, dunia internasional sudah menetapkan batas aman radiasi untuk masyarakat umum, yakni 1 millisievert per tahun. ”Itu adalah dosis akumulasi. Jadi, siapa pun itu boleh terkena radiasi asalkan setelah dihitung selama satu tahun kurang dari 1 millisievert,” ungkapnya.
Dosen lain di Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM, Anung Muharini, mengatakan, batas aman radiasi yang ditetapkan itu merupakan batas yang bersifat administratif. Oleh karena itu, bukan berarti mereka yang terpapar radiasi melebihi batas tersebut akan langsung mengalami gangguan kesehatan.
Anung menambahkan, berdasarkan berbagai penelitian, seseorang baru mengalami gangguan kesehatan apabila terkena paparan radiasi dengan dosis 500 millisievert seketika. Efek pertama paparan radiasi sebesar itu adalah perubahan susunan darah.
”Kalau saya membaca di literatur, efek pertama paparan radiasi adalah perubahan susunan darah. Nah, perubahan susunan darah itu baru mulai terjadi apabila ada paparan radiasi 500 millisievert dalam sekali paparan,” kata Anung.
Ketua Program Studi S-1 Teknik Nuklir UGM Andang Widi Harto mengatakan, Indonesia memiliki komitmen memanfaatkan teknologi nuklir untuk tujuan damai dan peningkatan kesejahteraan. Namun, Andang mengingatkan, pemanfaatan teknologi nuklir harus dilakukan berdasarkan tiga prinsip yang telah disepakati dunia internasional.
Prinsip pertama, kemanfaatan teknologi nuklir harus lebih besar dari bahayanya. Kedua, pengelolaan teknologi nuklir harus berlangsung transparan. Ketiga, pengelolaan teknologi nuklir mesti dilakukan dengan asas tanggung jawab.