Industri rumput laut diperkuat melalui kerja sama dengan berbagai pihak di hulu-hilir. Komoditas rumput laut di Indonesia berpotensi besar, tetapi belum optimal dikembangkan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong penguatan hulu-hilir industri rumput laut melalui kerja sama dengan pemangku kepentingan dalam negeri dan luar negeri. Saat ini, nilai tambah produk rumput laut Indonesia dinilai belum optimal.
Kolaborasi itu, antara lain, diwujudkan melalui penandatanganan kerja sama RI-Australia dalam program ”Partnership for Promoting Rural Incomes through Support for Markets in Agriculture (Prisma)” di Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Gemi Triastutik mengemukakan, produksi rumput laut basah pada 2018 sebanyak 1 juta ton. Jumlah itu setara dengan 65 persen dari total produksi perikanan budidaya. Kendati memiliki skala produksi terbesar, nilai ekonomi yang didapat tidak maksimal. Ekspor rumput laut masih didominasi bahan mentah.
Saat ini ada 37 perusahaan pengolahan rumput laut skala menengah dan besar, yang terdiri dari 23 industri karagenan atau produk olahan dan 14 industri agar-agar. Namun, kemampuan industri pengolahan dalam menyerap bahan baku rumput laut masih terbatas. Sementara rantai pasok tidak terintegrasi hulu-hilir. Industri hulu banyak terdapat di Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku, sedangkan industri hilir ada di Jakarta dan Surabaya.
Kapasitas produksi terpasang karagenan sebanyak 25.992 ton per tahun, sedangkan kapasitas produksi terpasang agar-agar 7.658 ton per tahun. Kualitas produksi olahan juga masih lebih rendah dibandingkan dengan kualitas produksi luar negeri sehingga impor masih cukup banyak.
”Persoalan daya saing juga menjadi kendala industri rumput laut. Rantai pasok tidak terintegrasi hulu-hilir,” katanya.
Rantai pasok tidak terintegrasi hulu-hilir.
Konselor Departemen Hubungan Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Kedutaan Australia untuk Indonesia Robert Brink mengemukakan, Pemerintah Australia sangat mendukung pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia. Komoditas rumput laut memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara berkelanjutan. Program kemitraan pembangunan multitahun itu diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
”Selain mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, pengembangan sektor rumput lain juga meningkatkan pendapatan petani dengan bibit berkualitas dan jaringan distribusi yang kuat,” kata Brink.
CEO Prisma Goetz Ebbeke mengemukakan, pihaknya mendukung Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mencapai target produksi melalui kolaborasi dengan multipihak, pemutakhiran basis data, serta kerangka kerja yang melibatkan sektor swasta untuk keberlanjutan pasar rumput laut.