Peringatan dari Publik bagi Para Menteri
Tingkat kepuasan masyarakat terhadap rata-rata kinerja menteri di Kabinet Indonesia Maju cukup jauh tertinggal dibandingkan tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi. Ini jadi lonceng peringatan bagi mereka.
”Tingkat kepuasan masyarakat terhadap rata-rata kinerja menteri di Kabinet Indonesia Maju cukup jauh tertinggal dibandingkan dengan tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi. Ini jadi lonceng peringatan bagi para menteri.”
Tiga bulan berjalan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kerja para menteri tidak terlalu baik. Padahal, Presiden Joko Widodo sebagai nakhoda pemerintahan sudah memiliki modal politik besar dan pengalaman memimpin selama lima tahun sebelumnya.
Berdasarkan survei Indo Barometer, kepuasan masyarakat terhadap kerja Presiden mencapai 70,1 persen alias tergolong tinggi. Masyarakat yang tidak puas 27,4 persen. Sebaliknya, kepuasan masyarakat terhadap kerja Wakil Presiden Ma’ruf Amin rendah, yakni 49,6 persen, sedangkan yang tidak puas 37,5 persen. Adapun untuk kerja para menteri, masyarakat yang mengaku puas sebanyak 54,4 persen dan yang tidak puas sebanyak 28,1 persen.
Kabinet Indonesia Maju sudah bekerja lebih dari tiga bulan. Masa kerja itu memang relatif untuk mengukur performa; bisa dianggap terlalu pendek, tetapi bisa juga dianggap cukup. Namun, masyarakat punya harapan tinggi di periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi. Harapan tinggi karena ini bukan pemerintahan yang benar-benar baru, melainkan kelanjutan dari lima tahun sebelumnya.
”Kabinet Indonesia Maju sudah bekerja lebih dari tiga bulan. Masa kerja itu memang relatif untuk mengukur performa; bisa dianggap terlalu pendek, tetapi bisa juga dianggap cukup. Namun, masyarakat punya harapan tinggi di periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi.”
Tidak saja makin berpengalaman dan menguasai substansi persoalan, rezim ini juga mendapatkan dukungan politik yang besar. Partai koalisi pemerintah yang terdiri atas enam partai politik sudah menguasai 427 kursi atau 74 persen dari total kursi DPR.
Baca juga : Aliansi Masyarakat Sipil Minta Presiden Copot Menteri Yasonna
Bandingkan dengan periode pertama di awal pemerintahan, partai koalisi pendukung pemerintahan Presiden Jokowi hanya menguasai 37,14 persen kursi parlemen.
Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra, dalam diskusi Satu Meja The Forum yang ditayangkan Kompas TV pada Rabu (19/2/2020) malam, menyatakan, waktu tiga bulan memang relatif terbatas untuk menjawab semua target yang diberikan Presiden. Namun, menteri-menteri di bidangnya masing-masing setidaknya harus memberi harapan akan sesuatu yang lebih baik ke depan.
”Kalau menteri yang sudah berpengalaman, kerja terus. Bisa juga menteri baru yang cepat belajarnya (sudah menunjukkan performa). Tapi ada menteri yang tak melakukan apa-apa. Minimal tak memberi harapan,” kata Azyumardi.
Terhadap sejumlah menteri yang dianggap tak memberikan harapan, Azyumardi berpendapat bahwa penyebabnya terutama adalah inkompetensi. Ini antara lain akibat dari bagi-bagi kekuasaan di pemerintahan.
Presiden berharap seluruh pihak bisa mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Indonesia pada musim kemarau nanti.Hadir sebagai panelis lain dalam acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu adalah politisi Partai Demokrat Andi Nurpati, politisi Partai Keadilan Sejahtera Sukamta, politisi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono, dan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies Philips J Vermonte.
Menurut Andi, ada dua kemungkinan yang menyebabkan sejumlah menteri dipersepsikan tidak sukses menjalankan tugasnya. Pertama, Presiden kurang jelas dalam memberikan arahan kepada para pembantunya tersebut.
”Visi-misi Presiden tidak cukup karena terlalu global. Mestinya itu dijabarkan dalam program besar di tiap kementerian dengan program turunan setiap tahunnya,” kata Andi.
Penyebab kedua, menteri tidak menguasai bidangnya. Ini disebabkan beberapa hal, salah satunya adalah bagi-bagi kekuasaan.
Menanggapi hal tersebut, Dini menyatakan, visi-misi Presiden sudah sangat jelas. Selanjutnya, Presiden Joko Widodo juga selalu memberikan arahan yang jelas setiap kali menggelar rapat terbatas untuk tema-tema tertentu.
Presiden dalam pidato pelantikannya di Rapat Paripurna MPR, (20/10/2019), menyampaikan lima program prioritas pemerintah selama 2019-2024. Lima program itu ialah pembangunan sumber daya manusia, melanjutkan pembangunan infrastruktur, dan menyederhanakan regulasi. Selain itu, juga menyederhanakan birokrasi sekaligus pemotongan prosedur secara besar-besaran. Program kelima adalah transformasi ekonomi Indonesia.
Popularitas
Dini menyatakan, para menteri sudah bekerja. Persepsi masyarakat yang kurang puas, kata dia, dipengaruhi faktor popularitas menteri-menteri itu sendiri. ”Orang suka karena kenal. Jadi, faktor popularitas berpengaruh. Banyak wajah baru di kabinet,” kata Dini.
Salah satu evaluasinya, menurut Dini, juru bicara di sejumlah kementerian belum maksimal menyosialisasikan kerja-kerja kementerian.
”Kinerja-kinerja pemerintah kurang dinarasikan ke publik. Ada pekerjaan rumah yang dikerjakan, tetapi lupa menarasikannya (ke masyarakat),” kata Dini.
”Kinerja-kinerja pemerintah kurang dinarasikan ke publik. Ada pekerjaan rumah yang dikerjakan, tetapi lupa menarasikannya (ke masyarakat)”
Dalam aspek lain, Sukamta mengkritik sejumlah menteri yang justru banyak menciptakan kegaduhan ketimbang menunjukkan performa positif. Menurut dia, koordinasi antarmenteri juga lemah. Ini terbukti dari sejumlah menteri yang pernyataannya tidak sikron satu sama lain.
”Ini memunculkan banyak pertanyaan, kenapa ketika Presiden punya dukungan politik yang kuat, tetapi kabinet justru dimulai dengan kegaduhan-kegaduhan luar biasa,” katanya.
Ace berpendapat, para menteri harus memahami sepenuhnya visi-misi Presiden. Selanjutnya, mereka harus beradaptasi sekaligus menyiapkan institusinya dengan cepat agar mampu menjalankan program yang efektif mencapai target. Institusi yang dimaksud menyangkut struktur lembaga, birokrasi, dan regulasi.
Media menentukan
Philips menyatakan, apresiasi masyarakat terhadap menteri bergantung pada tingkat ekspos menteri ke masyarakat. Ketika tingkat ekspos menteri ke masyarakat berbeda-beda, pemahaman masyarakat terhadap kegiatan yang dikerjakan menteri pun berbeda-beda.
”Penilaian masyarakat terhadap kinerja menteri lebih banyak didasari pada bagaimana masyarakat mengakses berita atau informasi tentang menteri yang bersangkutan. Artinya, menteri-menteri yang banyak tampil di media dapat tingkat apresiasi tinggi,” kata Philips.
Baca juga: Menanti Gebrakan Kabinet Indonesia Maju
Persoalan yang bangsa Indonesia hadapi, Philips melanjutkan, adalah persoalan teknokratis yang makin rumit. Dengan begitu, penguasaan menteri terhadap persoalan sangat penting. Pada saat yang sama, masing-masing menteri harus menaklukkan rimba birokrasi yang di beberapa tempat masih tidak efisien.
”Belum cukup adil melihat kinerja menteri dalam tiga bulan pertama. Namun, ini jadi catatan bahwa publik mengawasi, betapa pun masyarakat melihat dengan standar yang berbeda-beda”
”Belum cukup adil melihat kinerja menteri dalam tiga bulan pertama. Namun, ini jadi catatan bahwa publik mengawasi, betapa pun masyarakat melihat dengan standar yang berbeda-beda,” kata Philips.
Philips mengingatkan, periode kedua pemerintahan selalu dihadapkan pada sindrom terbatasnya waktu kerja efektif. Kerja efektif menteri hanya terjadi pada dua tahun pertama. Pada tiga tahun berikutnya, masing-masing partai politik akan fokus pada pemilihan umum mendatang.
Presiden Jokowi sejak awal telah menegaskan sikapnya terhadap para menteri. ”Semuanya harus serius bekerja. Saya pastikan, yang enggak serius, yang enggak sungguh-sungguh, hati-hati, bisa saya copot di tengah jalan,” kata Presiden saat memperkenalkan menteri-menteri di tangga Istana Merdeka, Jakarta, 23 Oktober 2019.