Industri Farmasi Mulai Terdampak Wabah Virus Korona Baru
›
Industri Farmasi Mulai...
Iklan
Industri Farmasi Mulai Terdampak Wabah Virus Korona Baru
Industri farmasi di Indonesia kesulitan memperoleh bahan baku obat seiring dengan merebaknya virus korona baru di China. Selama ini kebutuhan nasional bahan baku obat terutama dipenuhi dari China.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah sektor mulai terdampak penyebaran COVID-19, salah satunya sektor farmasi. Itu disebabkan lebih dari 60 persen bahan baku obat di Indonesia berasal dari China. Karena itu, pemerintah diharapkan telah menyiapkan upaya strategis mengantisipasi persoalan tersebut.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Darojatun Sanusi mengatakan, rantai pasok bahan baku obat dari China ke Indonesia terhambat sejak akhir Januari saat Tahun Baru Imlek. Situasi itu memburuk setelah Covid-19 merebak di seluruh daratan China.
“Situasi di China sampai saat ini belum menentu, terutama terkait rantai pasok bahan baku obat. Padahal, ketergantungan Indonesia pada bahan baku obat dari negeri tersebut sangat tinggi. Dari 95 persen bahan baku obat yang diimpor, sekitar 60-63 persen didapatkan dari China. Sisanya, sekitar 23 persen dari India,” ucapnya di Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Ia menjelaskan, bahan baku atau intermediate untuk bahan baku obat yang diproduksi di India pun didapatkan dari China. Itu menyebabkan pilihan untuk mengganti alternatif pemenuhan bahan baku obat dari China ke India sulit dilakukan.
Situasi di China sampai saat ini belum menentu, terutama terkait rantai pasok bahan baku obat. Padahal, ketergantungan Indonesia pada bahan baku obat dari negeri tersebut sangat tinggi.
Menurut Darojatun, solusi strategis perlu disiapkan pemerintah dalam mengantisipasi masalah ini. Kebutuhan obat masyarakat bisa terganggu jika tidak ada penyelesaikan yang menyeluruh. Setidaknya dengan kondisi saat ini, stok dan produksi obat dalam negeri masih aman sampai Maret 2020.
“Harga obat bisa meningkat mengingat harga bahan baku dari China juga sudah naik. Kita berharap, pengunggahan e-katalog dalam rangka penyediaan obat bisa memerhatikan faktor penting yang dibutuhkan, seperti ketersediaan, harga, kepastian logistik, serta kelengkapan dokumen pengiriman bahan baku. Ini tentu perlu melibatkan kolaborasi dan komitmen dari berbagai pihak,” katanya.
Direktur Utama PT Ferron Par Pharmaceuticals, Krestijanto Pandji menambahkan, dampak dari penyebaran Covid-19 tidak akan signifikan jika wabah tidak lama terjadi. Namun, melihat kondisi yang belum menentu seperti saat ini, perusahaan tetap harus mengatur stok dan produksi yang dihasilkan.
Kemandirian obat
Darojatun mengatakan, salah satu cara yang harus terus didorong dalam pemenuhan bahan baku obat di Indonesia adalah segera mewujudkan kemandirian obat dalam negeri. Dukungan regulasi juga investasi dari pemerintah ke perusahaan farmasi diperlukan untuk mempercepat upaya itu.
“Kondisi saat ini, utang jatuh tempo pada perusahaan farmasi atas program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) mencapai Rp 6 triliun. Hal ini membuat investasi dari perusahaan pun terhambat untuk melakukan inovasi di bidang farmasi,” tuturnya.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di sela-sela kunjungan kerja di Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences di Cikarang, Jawa Barat, mengatakan, virus korona baru yang menyebar di daratan China bisa menjadi momentum bagi industri farmasi untuk memperkuat diri dalam memproduksi bahan baku obat asli dalam negeri. Dengan begitu, target untuk menurunkan harga obat serta meningkatkan ketersediaan bahan baku obat dalam negeri bisa tercapai.
“Dalam janga pendek (antisipasi wabah COVID-19) kita akan berjuang untuk memenuhi kebutuhan obat masyarakat. Jangka panjang kita bahkan bisa ekspor produk farmasi, jadi bukan sekadar memenuhi saja. Kita harus optimis. Ini salah satu caranya dengan mengembangkan obat moden asli Indonesia,” katanya.
Kementerian Kesehatan mencatat, ada 15 produk bahan baku obat yang sudah dapat diproduksi di Indonesia. Bahan baku obat tersebut antara lain diproduksi oleh PT Kimia Farma (Persero), seperti Simvastatin, Clopidogrel, dan Efavirens; kemudian bahan baku yang diproduksi oleh PT Dexa Medica seperti Esomeprazole, Omeprazole, dan Pantoprazole; serta diproduksi oleh PT Riasima Abadi dengan produknya Paracetamol. Selain itu, tercatat ada delapan bahan baku obat lain yang akan diproduksi pada awal 2021.
Direktur Eksekutif Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Raymond R Tjandrawinata berpendapat, pengembangan obat modern asli Indonesia bisa didorong dengan membuka pasar yang semakin luas di Indonesia. Salah satu caranya dengan memasukan produk obat dalam program JKN.
“Jika kebutuhan pasar meningkat, industri pun akan terpacu untuk mengembangkan produk obat modern asli Indonesia. Kolaborasi antarlembaga riset dan industri pun bisa semakin baik,” tuturnya.